Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapitan Jonker vs Sultan Hamid II, dalam Kelayakan Menyandang Gelar Pahlawan

29 September 2021   08:39 Diperbarui: 30 September 2021   03:32 3543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar utama pahlawan indonesia sumber: flickriver.com

Sejarah lagi, sejarah lagi. Saya jadi bingung sendiri sama diri saya, eits.. suka-suka saya dong ya!

Tapi jujur entah kenapa, belakangan ini  rasa-rasanya jemari ini mulai berenergi kembali untuk menulis, padahal sudah cukup lama vakum dalam menulis, khususnya sebagai blogger. Buset deh, lebay bangat ya?

Namun kali ini genre tulisan saya berbeda seperti biasanya. Entah karna kurang bahan atau mungkin ada trigger yang mendorong saya menulis soal sejarah kali ini.  Padahal sekalipun suka baca sejak dulu, namun belakangan ini saya kurang meluangkan waktu untuk membaca berbagai literatur, baik buku, jurnal dan artikel online tentang update sejarah zaman kolonial. Bukan pada zaman perjuangan ketika nama Indonesia sudah ada.  

Tapi tunggu dulu, saya bukan ahli sejarah, bukan pula memiliki pengalaman penelitian sejarah, apa lagi itu, jauh! Bisanya menganalisa dan beropini, dari yang sederhana hingga yang paling liar. Jadi, paling copot sana, copot sini dan dirangkum sebagai opini saya pribadi, sekalipun ujung-ujungnya menelan konsekwensi bakal "digilas" para penulis lain, sejarawan atau akun anonym lainnya. Tapi bodo ah, udah tanggung dikepala. Resiko dicacipun harus diterima. Siapa suruh nulis genre ini? Jadi bebas anda mengritik nantinya.

Nah kali ini, mungkin dilatar belakangani adanya suara dalam kesunyian tentang adanya upaya berbagai elemen masyarakat, sejahrawan, pemerintah daerah dan khususnya para keluarga pewaris pelaku sejarah bangsa ini. Tentu saja hal ini sudah menjadi hak mereka bukan? Jadi sah-sah saja. Asalkan sesuai dengan syarat dan prosedur menurut UU No. 20 Tahun 2009, tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Di intip dari Wikipedia, Kerangka undang-undang untuk gelar pada awalnya menggunakan nama Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang dibuat pada saat dikeluarkannya Dekret Presiden No. 241 Tahun 1958. Dan gelar pertama dianugerahi pada 30 Agustus 1959 kepada politisi yang menjadi penulis bernama Abdul Muis, yang wafat pada bulan sebelumnya.

Nah, ada berapa sih jumlah pahlawan Nasional hingga saat ini? Kalo menurut daftar pahlawan yang dipublikasikan melalui situs kemensos.or.id terdapat 191 nama Pahlawan Nasional lengkap dengan No surat Keputusannya.

Rinciannya, dari Wikipedia lagi sumbernya, disebutkan bahwa terdapat 176 pria dan 15 wanita telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional, yang paling terbaru adalah Arnold Mononutu, Baabullah, Machmud Singgirei Rumagesan, Raden Mattaher, Soekanto Tjokrodiatmodjo, dan Sutan Mohammad Amin Nasution pada tahun 2020.

Karena pengajuan sebagai pahlawan Nasional syarat hingga nantinya prosedur lainnya harus sesuai dengan undang-undang, pertanyaannya,  selain 191 Pahlawan Nasional tersebut, apakah ada usulan seseorang (pastinya pelaku sejarah) yang "gagal" direstui pemerintah menjadi Pahlawan Nasional? 

Saya gak tau! Tapi yang sedang antri saya pastikan banyak! Nah, terkait siapa yang ditolak, setahu saya belakangan ini adalah Sultan Hamid II.  Perdebatannya  cukup santer, penuh polemik, pro dan kontra gegara Kemensos mengeluarkan keputusannya bahwa Sultan Hamid II "tidak memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional". Kisah dan perjuangan sejahrawan dan ahli waris Sultan Hamid II  dapat dibaca, melalui kompas.com dibawah tajuk Sultan Hamid II: Pahlawan atau Pengkhianat?  yang di publish pada  17/08/2020, 09:08 WIB.

Nah, sesuai judul tulisan ini, mungkin agak panjang sedikit tulisan opini saya pribadi kali ini, tapi saya berusaha menggali dari sumber refrensi yang dapat dipertanggungjawabkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun