[caption id="attachment_215032" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi (someblogsite.com)"][/caption]
Membaca artikel Mashabe.com, 27 September 2012 kemarin yang mengulas sebuah jurnal "Computers in Human Behavior" yang didalamnya berisi penelitian tentang respon negatif yang emosional ketika seseorang mengalami pemutusan hubungan pertemanan (unfriended) melalui Facebook. Saya kembali teringat beberapa masalah terkait dengan hal ini. Salah satunya adalah artikel yang pernah saya tulis, tentang pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ayah karena merasa anaknya dilecehkan oleh temannya di Facebook dengan cara pemutusan pertemanan. "Karena Hapus Pertemanan di Facebook, Sepasang Kekasih Dibunuh"
Walaupun kejadian tersebut boleh dianggap langka dan jarang terjadi, namun saya dapat memahami perasaan seseorang mengalami hal tersebut, apalagi dilakukan oleh teman-temannya yang sehari-hari juga berinteraksi di dunia nyata.
Kondisi emosional seseorang yang mengalami hal ini, juga diteliti oleh seorang profesor dari Chapman University di California bersama beberapa mahasiswanya, yang memberikan catatan penting bahwa ketika seseorang mengalami unfriended (atau defriended) di Facebook dapat dipandang sebagai pemutusan relasional. Survei yang dilakukan secara online untuk mendukung studi tersebut, dilakukan dengan mengadakan pendekatan kepada beberapa orang dewasa yang mengalami permasalahan yang sama. Hasilnya menunjukan bahwa emosi mereka cenderung negatif dan merupakan sebuah konsekuensi hubungan pertemanan di Facebook yang sebelumnya tidak disadari oleh pengguna itu sendiri.
Saya tidak tahu, bagaimana anda bersikap dan bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut. Â Biasanya bentuk emosional yang cukup menyakitkan dari masalah ini adalah ketika para sahabat, kolega atau orang terdekat anda di dunia nyata (kehidupan sehari-hari) memutuskan hubungan pertemanan dengan anda di media sosial.
Menurut mashabe maupun hasil penelitian tersebut, pemutusan pertemanan sebenarnya terjadi karena masalah yang dialami oleh kedua orang yang berhubungan tersebut di dunia nyata atau kehidupannya sehari-hari. Sehingga merembet ke dunia maya atau di media sosial seperti Facebook.
Dapat dipahami, ketika kita mengalami masalah dengan sahabat kita di kehidupan sehari-hari, kemudian berbuntut pada pemutusan pertemanan di Media Sosial akan menambah reaksi emosional kita yang cukup menyakitkan. Walaupun ada yang kemudian dapat rukun kembali, namun ada pula yang sampai detik ini masih menyimpan rasa sakit atau bahkan dendam kepada orang yang melakukan "unfriend".
Bagi mereka yang cuek mungkin tidak akan berpengaruh banyak terhadap emosi mereka. Apalagi pemutusan pertemanan itu terjadi dengan seseorang yang baru kita kenal di media sosial. Namun ketika hal tersebut terjadi diantara sahabat atau keluarga, pastinya salah satu dari mereka akan mengalami kekecewaan dan kesedihan yang mendalam. Apalagi sampai menjadi permusuhan dan dendam yang berkepanjangan.
Memang benar, keputusan untuk berteman atau tidak dengan seseorang adalah merupakan hak setiap orang. Dan masing-masing orang dapat bersikap berbeda juga atau menunjukan respon emosional yang berbeda jika suatu saat hubugan tersebut berakhir.
Mungkin ada dari kita yang pernah mengalami hal yang sama ketika ditinggal teman dekat, dicuekin, bahkan menunjukan permusuhan yang berlebihan hingga saat ini.
Tadinya, dapat becanda gurau  dan saling berbagi cerita di dunia maya atau media sosial sebagai sarana komunikasi yang murah, meriah dan cepat, pada akhirnya harus berakhir dengan rasa "sakit". Tentu saja hal ini dapat berakibat atau bisa saja berasal dari persoalan kehidupan keseharian anda dengan dia atau mereka.
Saya sendiri adalah tipe orang yang sangat selektif dalam memilih teman di media sosial dan adalah orang yang juga tak segan-segan memutuskan hubungan pertemanan dengan orang lain yang saya s anggap sudah cukup "mengganggu".  Tetapi untuk memutuskan hubungan pertemanan dengan keluarga atau sahabat, saya masih berpikir dua kali. Paling-paling mengelompokan mereka pada kelompok tersendiri yang didalamnya berisi para pengguna yang tidak akan pernah dapat mengetahui aktivitas saya di dunia maya.  Tetapi untuk unfriend mungkin tidak akan saya lakukan.
Lalu bagaimana dengan mereka yang baru dikenal di dunia maya namun telah akrab dalam jangka waktu tertentu, bolehkah kita membuang mereka begitu saja dari daftar pertemanan kita dengan berbagai alasan tentunya? Semuanya kembali pada pribadi kita masing-masing. Namun yang pasti dalam kejadian ini, ada yang merasa tersakiti. Walau terlihat wajar, karena seiring dengan waktu berlalu, masing-masing dapat menerima kenyataan ini. Namun jangan sampai menjadi dendam yang berlarut-larut dan terus menerus saling menyakiti.
Dengan persoalan ini, mungkin menjadi pelajaran penting bagi kita untuk mulai melihat kembali daftar teman kita di media sosial, khususnya sahabat, keluarga atau orang terdekat kita. Jangan biarkan mereka merasa asing, sementara kita ber ha ha hi hi dengan orang yang juga asing bagi mereka.
Selanjutnya, dalam pemilihan pertemanan, tidak harus over selektif juga sepertii yang biasanya saya lakukan. Namun sedikitnya anda dapat mengetahui siapa diri mereka sebenarnya dari mutual friends yang kita kenal. Â Dan jika keputusan anda menerima mereka menjadi teman anda, suatu konsekuensinya adalah jangan mudah melakukan "unfriend" pada mereka kecuali dalam kasus tertentu apabila mereka sangat menganggu dan merugikan anda.
Cara yang paling tepat, kelompokan mereka menurut kelompok teman yang dapat kita buat baik di facebook maupun google+ sebagai teman yang belum kita kenal atau masih asing bagi kita. Sedangkan untuk di media sosial lainya yang tidak memiliki fasilitas tersebut, anda dapat putuskan sendiri mana baiknya. Daripada menerima mereka sebagai teman namun kemudian anda menghapusnya lagi dari daftar pertemanan anda, lebih baik jangan terburu-buru untuk menjalin hubungan.
Sadar ataupun tidak, perlakuan kita di dunia maya terhadap seseorang dapat berdampak pada hubungan kita bersama mereka dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Semua ini hanya sebuah renungan dan pendapat pribadi saya, mungkin anda berbeda. Semuanya saya kembalikan kepada diri kita masing-masing
Selamat pagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H