Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kampanye Anti 'Photoshop' di Amerika dan Eropa

30 November 2011   05:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:01 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_152656" align="aligncenter" width="650" caption="Retouching - cs.dartmouth.edu"][/caption]

Photoshop dilarang ? Wow sesuatu banget ya. Sebenarnya bukan software Photoshop, tetapi proses  retouching digital  terhadap sebuah foto secara berlebihan dan terkesan manipulasi dengan menggunakan Photoshop untuk menampilkan model pada majalah dan iklan.

Seperti yang ditulis melalui Dailymail, sepasang suami isteri. Seth and Eva Matlins, pendiri "Magazine and fashion label Off Our Chests" berkampanye dan mendorong sebuah RUU  "Self Esteem Act" untuk mengatur retouching digital untuk model di majalah dan iklan. Mereka percaya undang-undang ini akan melindungi anak-anak dan remaja dari cita-cita yang tidak realistis untuk menilai atau memiliki keindahan tubuh.

Kampanye tersebut dilakukan berdasarkan laporan penelitian Dove Self-Esteem Fund, yang menunjukkan bahwa 80 persen wanita merasa gambar bintang dan model perempuan di media membuat mereka merasa tidak percaya diri tentang diri mereka sendiri.

Penilitian tersebut juga menunjukkan bahwa 71 persen anak dengan rendah diri merasa penampilan mereka 'tidak sesuai,  merasa tidak cukup cantik, cukup gaya atau trendi'.

Menurut  Seth Matlins,  angka-angka tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki masalah sosial, berkaitan langsung dan memiliki efek serius pada kebahagiaan dan kesejahteraan individu, produktivitas ekonomi, dan menyumbang masalah gangguan makan yang mengakibatkan kematian setiap tahun.

Lebih lanjut menurut Seth, Ketika generasi perempuan membandingkan diri mereka dengan gambar yang diretouching tersebut , cita-cita dan standar mereka menjadi tidak terjangkau.  Ketika generasi diajarkan untuk percaya bahwa setiap orang dapat berubah atau menjadi seperti yang mereka lihat tersebut,  maka tindakan dan perubahan secara moral menuju pada hal yang kurang baik tidak terelakan. Menurutnya, gambar dan "cita-cita" bentuk manusia yang disajikan dalam media menetapkan standar yang tidak realistis bagi penduduk wanita AS.

Photoshop dan perangkat lunak lainya seperti itu memang merupakan alat editing gambar yang handal untuk mengubah foto anda dari tampilan yang membosankan menjadi tampilan yang sangat menarik. Bahkan  tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk mengubah foto-foto untuk tujuan yang kurang terhormat.

Reaksi yang sama juga datang dari  beberapa politisi di beberapa negara Eropa termasuk Inggris, Prancis, dan Norwegia, seperti yang ditulis oleh newscientist.com. Para politisi ini bahkan menyarankan untuk memberikan label khusus pada gambar-gambar yang sudah  diretouching tersebut. Namun  industri penerbitan merasa gelisah tentang satu ukuran cocok dan dapat dimengerti untuk semua label.

Sebagai alternatif, seorang profesor ilmu komputer  dan peneliti forensik gambar digital dari Dartmouth College, New Hampshire,  Hany Farid  bersama rekanya Eric Kee mengusulkan label menggunakan sistem yang secara otomatis menunjukan tingkat retouching dengan skala 1 sampai 5, terhadap perubahan kecil makeover digital secara lengkap. Untuk melihat ilustrasinya dapat dilihat di sini

Farid menghitung rating ini berdasarkan delapan statistik yang merangkum perubahan bentuk, warna dan tekstur.  Empat dari hal ini menggambarkan gerakan piksel pada foto wajah dan tubuh, sementara yang lain berhubungan dengan jumlah blurring, sharpening atau colour correction pada gambar.  Dia kemudian menggunakan layanan Amazon's Mechanical Turk untuk mengubah ini menjadi peringkat tunggal  dan meminta 390 orang untuk menilai gambar yang dipasang berdasarkan skala 1 sampai 5, untuk memetakan hubungan antara delapan statistik dan persepsi manusia terhadap manipulasi foto.

[caption id="attachment_152657" align="aligncenter" width="650" caption="Retouching - cs.dartmouth.edu"][/caption]

Sistem otomatis sejalan dengan penilaian 80 persen orang yang setuju, namun ada yang tidak setuju untuk gambar di mana perubahan beberapa piksel menyebabkan perubahan persepsi besar, seperti gambar seorang pria dengan kehilangan gigi yang direstorasi dengan photo retoucher.  Farid mengatakan bahwa percobaan dan penelitian lebih lanjut tentang berbagai gambar yang lebih luas akan membantu memperbaiki sistem dan juga dapat dimodifikasi untuk dapat dilakukan pada segala jenis gambar, bukan hanya yang mengandung gambar orang.

Label yang akan dihasilkan oleh sistem bisa diterbitkan/dipasang bersama gambar yang diubah. Farid juga bekerja sama dengan Kevin Connor, seorang mantan manajer produk di Adobe, untuk membuat sebuah plug-in untuk Photoshop yang akan menilai gambar secara real-time selama proses editing, termasuk peringatan retouchers jika mereka menyimpang terlalu jauh dari kenyataan.

Teknologi memang berkembang pesat, namun bukan berarti semua orang bebas memanipulasi dan merekayasanya, apalagi untuk tujuan yang kurang baik dan berdampak buruk bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun