Isu korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama harian di media Indonesia dan menimbulkan banyak perdebatan dan diskusi sengit. Di kalangan akademisi, para sarjana terus mencari jawaban atas pertanyaan apakah korupsi di Indonesia berakar pada masyarakat prakolonial tradisional, era kolonial Belanda, pendudukan Jepang yang relatif singkat (1942-1945) atau pemerintahan Indonesia merdeka selanjutnya. Namun, jawaban tegas belum ditemukan. Di masa mendatang, perlu diakui bahwa korupsi di ranah politik, yudikatif, dan korporat Indonesia ada dan tersebar luas (walaupun ada beberapa tanda - yang dibahas di bawah - yang mengarah ke perbaikan).
Kerangka Sejarah Korupsi di Indonesia
Meskipun ada banyak contoh korupsi dalam sejarah Indonesia sebelumnya, kami mengambil sebagai titik awal rezim Orde Baru Presiden Suharto yang otoriter (1965-1998) yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan (dengan Produk Nasional Bruto rata-rata +6,7 persen per tahun antara tahun 1965 dan 1996) tetapi juga terkenal karena sifatnya yang korup. Suharto menggunakan sistem patronase untuk memastikan kesetiaan bawahannya, anggota terkemuka elit nasional dan kritikus.
Sebagai imbalan atas peluang bisnis atau posisi politik, Suharto dapat mengandalkan dukungan mereka. Dengan Angkatan Bersenjata (termasuk aparat intelijennya) dan sumber daya yang sangat besar (berasal dari ledakan minyak pada tahun 1970-an) yang dimilikinya, ia menjadi puncak sistem politik dan ekonomi nasional, menyerupai kekuatan patrimonial para penguasa tradisional di masa pra- masa lalu kolonial.
Tanggapan saya mengenai korupsi di Indonesia
Sebagai mahasiswa saya hanya dapat berfikir optimis. Karena tanpa optimisme kita tidak bisa berubah, dan tidak ada perubahan. Menurut saya setiap warga negara Indonesia harus memiliki optimisme. karena kepercayaan kita pada pejabat dan aktor pemerintah dapat dipupuk dengan lebih cerdas dan tulus.
Saya tidak berpikir itu hal yang baik sebagai presiden, bukan? Karena korupsi adalah kejahatan yang luar biasa dan kita tidak ingin korupsi meningkat dan kita ingin segalanya, tetapi itu memiliki efek jera dan masyarakat juga mendapat contoh bahwa orang yang koruptor dihukum seberat-beratnya. Karena kita sebaliknya, mereka selalu ditenangkan dan akhirnya dilepaskan. Jadi saya pikir itu agak tidak adil bagi masyarakat umum.
Mungkin kemampuan kita untuk membasmi korupsi sedang menurun, bukan? Karena kalau melihat contoh-contoh misalnya, "Oh, ternyata sebentar lagi korupsi akan bebas kan?" orang akan mudah terlibat. Karena ya resikonya tidak seberapa dibandingkan dengan kemungkinan manfaat atau keuntungan yang akan mereka dapatkan yang harus dilakukan terlebih dahulu dari sisi hukum harus diperhatikan.
Hukuman itu mungkin juga tidak hanya terbatas sebagai hukuman penjara aja tapi juga hukuman-hukuman sosial gitu ya bisalah diumumkan atau kemudian pekerja sosial atau hal yang lain gitu. Jadi bukan hanya justru hanya hubungan sejarah dan ada juga yang paling penting adalah Bagaimana mendapatkan kembali aset negara yang dirampas. Jadi itu agar perampasan aset dari korupsi semakin bisa dipercepat dan diperkuat.
Harusnya korupsi itu dikasih hukuman  yang sesuai apa yang udah dilakuin  sesuai dengan aturan yang berlaku juga. sudah benar ada ginian dari zaman dulu nya tapi perjuangan apa yang KPK lakukan sudah bagus tapi intervensi penguasa-penguasa dia lumayan kuat terdapat pada yang benar-benar serius memperkuat dan mendukung Indonesia cuman mungkin hukumnya aja yang harus ditegakkan mungkin juga ikut bantu lagi.
Kalau dengan melihat optimis. Kenapa saya mengatakan optimis  karena kalau kita lihat ya walaupun memang beberapa lembaga eksekutif legislatif yudikatif. Yang tengah dilanda banyaknya kasus korupsi sekarang kita katakan semuanya itu tapi masih ada harapan seperti yang saat ini dilakukan sampai dia mengungkap penangkapan seorang ketua lembaga konstitusi mahkamah konstitusi yang selama ini dia kan satu lembaga yang sangat baik. Di negara ini kita harus berpikir positif untuk melihat pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Korupsi di Indonesia
Menurut saya hal seperti itu terlarang maksudnya yaitu menggelapkan uang yang merugikan orang banyak dan kejahatan untuk memperkaya diri sendiri. Seseorang yang menyalah gunakan wewenangnya untuk diri sendiri dan merugikan suatu instansi. Â Orang yang menyalah gunakan kewenangan dan untuk mementingkan diri sendiri. Saya harap pemerintah itu tegas, korupsi harus dilarang tidak boleh dicurangi dan menunjukkan kepada rakyat yang dimana perbuatan mereka itu menimbulkan kerugian yang besar. Tindakan korups sama seperti mencuri, sangat tidak baik dan berdampak buruk bagi rakyat. Profesi bukanlah media pencapai kekayaan dengan segala cara, tapi seberapa kita bisa bertahan dan memajukan Negeri. Kami percaya pemimpin tidak hanya memberikan contoh untuk pemberantasan korupsi tetapi memberikan contoh bahwa dirinya bukan koruptor. Â
Tugas mahasiswa adalah negosiasi kita tidak perlu mengangkat senjata seperti zaman dahulu cukup dengan jangan korupsi itu sudah cukup. Dengan korupsi bukanlah bagian dari kebudayaan yang harusnya jangan pernah biarkan dirimu masuk dalam bagian ataupun kebiasaan korupsi. Melawan koruptor dengan sadar melakukan perbuatan kotor untuk kepentingan pribadi dan acuh akan konsekuensi, padahal walau tidak sekarang konsekuensi itu mungkin saja datang nanti. Pejabat Negara seakan tidak peduli citra pemerintah yang seharusnya dipercayai oleh rakyatnya.
Korupsi selalu punya cara untuk mematahkan hati kita. Jujur saya terkejut mendengar KPK menangkap pejabat publik dengan reputasi baik. Nurdin Abdullah gubernur Sulawesi Selatan karena dugaan suap proyek infrastruktur. Nurdin Abdullah terkenal karena inovasi bertangan dingin, melakukan perubahan dan ia sempat diganjar Bung Hatta anti-corruption. Award yang dianggap berintegritas pun sedih akhirnya terhisap pusaran korupsi juga. Memperpanjang deretan bukti betapa ekosistem politik Indonesia mudah menyerongkan pejabat ke perilaku korup seperti Lembah Hitam yang bisa saja menghisap jiwa-jiwa paling bersih.
Belum lama kita diguncang kasus korupsi yang menjerat Menteri Sosial juliari batubara memang melelahkan mengungkit kasus Bansos. Ini terbukti tapi sedikit lengah saja kasus ini sudah ngelantur tak jelas juntrungannya. Contohnya nama-nama politikus yang muncul saat pengusutan KPK malah hilang dari dakwaan padahal korupsi Bansos sempat mencuri perhatian besar-besaran bahkan membuat wacana soal hukuman mati bagi koruptor mengemuka kembali dukungan.
Sebagian orang berpendapat terhadap hukuman mati adalah frustasi dan pegal hati karena merasa hukuman yang ada tidak lagi memadai untuk membuat para koruptor itu mikir berkali-kali sebelum menggarong kekayaan Negeri. Edhy Prabowo menteri kelautan yang menjadi tersangka kasus suap perizinan ekspor benih lobster juga sempat berikrar "Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap" begitu katanya seakan gagal dan bernyali. Padahal kita sama-sama tahu. Memangnya apa yang lebih dari hukuman mati?
Kembali lagi ke pola pikir Optimis. Dimana keinginan kita harus optimis walaupun praktek korupsi pada saat ini sudah sampai menjamur. Tetapi saya berharap bahwa masih ada orang-orang Indonesia yang punya semangat atau punya keinginan untuk bisa membuat Indonesia bebas dari korupsi. Apalagi kemarin KPK baru saja menangkap ketua MK lalu sejak adanya itu mulai terbongkar. Kuncinya sebagai siswa kita harus optimis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H