Dua jawaban yang muncul yaitu pertama, bahwa orang asing menggunakan deskripsi pendahuluan untuk menawarkan cita hukum dengan warga negara secara bebas dan rasional mematuhi hukum tersebut. Nmun karena keterbatasan psikologi mansia, pendahuluan yang sebenarnya tidak  akan sesuai dengan cita-cita ini. Yang kedua ini lebih progmatis, orang Athena ingin warga negaranya termotivasi untuk mematuhi hukum. Dia mengakui bahwa warga negara akan beragam kepentingan maupun kemampuan intelektualnya. Karena itu, pembuat hukum harus mengajukan banding ke berbagai jenis untuk memotivasi warga negaranya, beberapa menjadi rasional, sementara yang lain menjadi non-rasional.
Dalam apa yang disebut Plato "dialog awal", Socrates membela pernyataan yang berlawanan bahwa ketidakadilan selalu disengaja karena ketidaktahuan. Si pelaku kejahatan sebenarnya menginginkan apa yang baik jadi apabila mereka bertindak  salah, mereka tidak melakukan apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan.Â
Kita dapat memecahkan pandangan paradoks tersebut menjadi dua tuntutan yaitu; tesis ketidaksengajaan: tidak seorang pun secara sukarela tidak adil. Tesis ketidaktahuan: semua kesalahan merupakan suatu akibat dari ketidaktahuan tersebut. Platon akan mencoba memecahkan kedua tuntutan tersebut. Disatu sisi, orang Athena bersikeras bahwa tesis yang tidak disengaja itu adalah benar, tetapi disisi lain, dia mengakui bahwa semua pembuat hukum tampaknya menyangkalnya.Â
Para pembuat hukum memperlakukan kesalahan yang disengaja sebagai hukuman yang lebih berat dari pada kesalahan yang tidak disengaja. Dan selain itu, konsep pemidanaan seolah-olah mengandaikan bahwa para pelaku kejahatan tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya dan hal ini seolah-olah mereka bertindak secara sukarela ketika mereka bertindak dengan tidak adil.Â
Dengan demikian, orang Athena menghadapi dilema; dimana ia harus meninggalkan tesis yang tidak disengaja itu atau dia harus menjelaskan bagaimana tesis yang tidak disengaja dapat mempertahankan pemikiran yang mendasarndalam hukum bahwa beberapa tindakan kejahatan bersifat kebetulan dan yang lainnya tidak. Orang Athena menolak untuk meninggalkan tesis yang tidak disengaja itu dan mencoba untuk menyelesaikan kesulitan ini dengan menawarkan perbedaan antara cedera dan ketidakadilan.Â
Cedera mengeksplorasikan jenis kerugian apa yang dilakukan pada korban dan apa yang harus dilakukan penjahat kepada korban, keluarga mereka atau negara. Ketidakadilan mengeksplorasikan kondisi psikologis dimana kejahatan itu dilakukan. Dia menyebutkan tiga kondisi utamanya yaitu kemarahan, kesenangan dan ketidaktahuan.Â
Meskipun ada banyak perdebatan ilmiah seputar masalah ini, gagasan umum tampaknya bahwa seorang penjahat dapat menyakiti seseorang secara sukarela ataupun tidak, akan tetapi tidak pernah bisa  untuk tidak adil secara sukarela. Contoh sederhananya, misalnya saya menabrak gerobak tukang sayur yang sedang berjualan sehingga sayur yang ada digerobak tersebut tersebar kemana-mana.Â
Hal pertamanya adalah bahaya yang disengaja dan sedangkan yang kedua adalah bahaya yang tidak disengaja. Dengan demikian, hal pertama bahaya yang disengaja akan mendapatkan hukuman jera atau hukuman berat dan hal yang kedua bahaya yang tidak disengaja tidak mendapati hukuman apapun.Â
Demikian dalam kasus tersebut ketika saya dengan sukarela ingin merusak gerobak tersebut saya secara tidak sukarela tidak adil. Ini dikarenakan tidak ada yang menginginkan hal buruk bagi mereka sendiri dan ketidakadilan itu merupakan suatu hal yang buruk bagi seseorang, maka dari itu tidak ada seorang pun yang menginginkan ketidakadilan itu. Jika seseorang tidak terlibat dalam kejahatan maka jiwanya adil. Dan dengan begitu, Platon ingin mempertahankan tesis sukarela sambil mengabaikan tesis ketidakthuan dengan memungkinkan bahwa kemarahan dan kesenangan dapat menggerakkan seseorang untuk bertindak tidak adil.
Banyak para pakar yang menunjukkan bahwa orang Athena tampaknya meragukan istilah "sukarela" dan "terpaksa". Ketika membahas bahayanya sukarela dan tidak disengaja, istilah tersebut digunakan dalam pengertian biasa yang mencerminkan apa yang diinginkan oleh agen secara aktif atau sadar. Namun, ketika membahas ketidakadilan sukarela dan tidak disengaja, istilah tersebut digunakan dalam pengertian Socrates yang mencerminkan apa yang sangat diinginkan dan diinginkan oleh seorang agen.Â
Oleh sebab itu, pengertian biasa hanya mengacu pada keadaan psikologis secara sadar dan sedangkan pengertian Socrates dapat merujuk pada keadaan tidak sadar atau dengan apa yang diisyaratkan oleh keinginan yang baik.Â