Mohon tunggu...
Valencia Yuniarti S.
Valencia Yuniarti S. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Interested in media and communication studies

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"The Best of Enemies", Kisah Ann Atwater sebagai Pahlawan Antirasisme

11 November 2020   22:49 Diperbarui: 11 November 2020   23:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ras adalah sebuah warisan biologis yang tidak dapat kita tentukan sendiri. Hitam atau putih, kita adalah ciptaan yang sama.

Kisah Nyata Seorang Ann Atwater

Isu rasisme kembali menjadi topik hangat di sepanjang tahun 2020. Banyak kasus yang terjadi di dalam maupun luar negeri. Selama masa pandemi, saya menghabiskan waktu untuk menonton film di sela padatnya jadwal kuliah.

Saya menemukan sebuah film yang dirilis tahun 2019. Film tersebut berjudul "The Best of Enemies". Cerita yang diangkat pada film tersebut, yaitu tentang masalah perbedaan ras di Amerika Serikat.

The Best of Enemies (2019) mengajak penontonnya untuk mengingat fakta tentang isu rasisme di Amerika Serikat. Film ini digarap oleh Robin Bissell yang mengangkat cerita dari sebuah kisah nyata.

Pada film ini, konflik terus terjadi antara Ann Atwater (Taraji P. Henson) dengan C.P. Ellis (Sam Rockwell). Ann merupakan seorang aktivis dari orang-orang kulit hitam di Kota Durham. Sedangkan C.P. Ellis merupakan seorang pemimpin Ku Klux Klan yang merupakan kelompok kulit putih. Ku Klux Klan meyakini bahwa ras orang kulit putih merupakan yang terbaik.

Karakter Ann terlihat lebih menonjol pada film ini. Sepanjang film, kita akan melihat perjuangan Ann untuk mewujudkan kesetaraan pada kehidupan orang kulit hitam. Ann adalah seorang tokoh yang ada pada dunia nyata. Dia seorang pahlawan pembela warga Afrika-Amerika.

source: imdb.com
source: imdb.com

Perbedaan Ras yang Menjadi Masalah

Film The Best of Enemies (2019) menghadirkan kondisi di Kota Durham, Carolina Utara pada tahun 1970-an. Pada saat itu, terjadi pembedaan terhadap kaum kulit putih dan kaum kulit hitam. Permasalahannya, kaum kulit hitam cenderung selalu kalah dalam segala hal.

Terdapat sebuah adegan di mana Ann sedang membantu seorang warga kulit hitam dalam pengadilan. Ann mengajak puluhan warga kulit hitam untuk hadir dalam persidangan. Namun, seluruh kursi di persidangan tersebut telah dipenuhi oleh warga kulit putih. Ann dan teman-temannya hanya dapat mengikuti persidangan dengan posisi berdiri.

Sentimen orang kulit putih terhadap para warga Afrika-Amerika sangat terasa pada adegan tersebut. Seorang warga kulit putih secara sengaja menilai keterlambatan adalah kebiasaan dari orang kulit hitam.

Sentimen ras juga terlihat pada lembaga pendidikan yang terbagi. Ada sebuah sekolah yang hampir seluruh muridnya berkulit hitam dan ada sekolah yang hampir seluruh muridnya berkulit putih.

Adegan lainnya menunjukkan C.P. Ellis yang tidak mau duduk bersama dengan Ann dan seorang warga kulit hitam lainnya. Bahkan, orang tua para murid kulit putih tidak memperbolehkan anaknya bersekolah bersama orang kulit hitam.

Selain itu, ada adegan di mana beberapa orang dari Ku Klux Klan menembaki rumah seorang warga. Alasan penembakan tersebut didasari oleh fakta bahwa warga tersebut (kulit putih) berpacaran dengan seseorang berkulit hitam. Pada film ini, ketegangan antara kedua kubu tersebut begitu mengerikan.

source: theatlantic.com
source: theatlantic.com

Hitam atau Putih, Kita adalah Ciptaan yang Sama

Ras adalah warisan biologis yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sederhananya, ras adalah sesuatu tanda fisik yang nampak pada diri seseorang. 

Jika kita mau membuka mata, ras hanyalah sebuah perbedaan yang tidak dapat kita tentukan sendiri. Ras tidak melekat pada kebiasaan dan budaya seseorang. 

Perbedaan ras sangat kentara dalam film The Best of Enemies (2019). Keberadaan orang kulit hitam selalu dikaitkan dengan hal yang buruk. Dalam film ini, mereka sering diperlakukan dengan tidak adil.

Inilah yang sering menjadi bias di masyarakat. Seseorang dengan ciri-ciri fisik tertentu sering dilekatkan dengan kebiasaan dan budaya tertentu. Ras adalah sebuah anugerah bagi manusia. Namun, anugerah tersebut seringkali menjadi petaka akibat konstruksi sosial yang terus dilanggengkan.

Ada adegan di mana Ann menghampiri C.P. Ellis di sebuah parkiran. Ann mengetahui bahwa C.P. Ellis merupakan orang yang biasa berkotbah di komunitasnya. C.P. Ellis mengaku telah membaca Alkitab dengan baik, namun hal tersebut diragukan oleh Ann.

Ann berargumen kepada C.P. Ellis bahwa jika benar dia membaca Alkitab, maka C.P. Ellis seharusnya menyadari bahwa Ann adalah mahluk ciptaan Tuhan-nya juga.

Saya adalah mahluk ciptaan Tuhan-mu juga. -Ann Atwater

Kalau kita renungkan, pernyataan Ann sangat tepat untuk kehidupan manusia. Seringkali, kita melupakan bahwa orang lain adalah manusia yang sama dengan kita. Perbedaan fisik dan budaya seharusnya tidak menjadi alasan untuk bermusuhan.

source: pexels.com
source: pexels.com

Gerakan Anti Rasisme di Amerika Serikat

Perjuangan Ann Atwater tidak lantas memberikan ruang aman bagi warga kulit hitam di Amerika Serikat. Masih banyak kasus diskriminasi yang terjadi pada warga kulit hitam di Amerika Serikat.

Pada pertengahan tahun 2020, dunia sempat digemparkan dengan sebuah campaign bertajuk '#BlackLivesMatter'. Campaign tersebut dipelopori oleh warga Amerika Serikat sebagai bentuk protes dari kasus meninggalnya George Floyd.

Berkat internet dan media sosial, campaign tersebut diikuti oleh berbagai masyarakat di dunia. Fenomena ini kembali menyegarkan ingatan kita tentang isu rasisme di dunia.

Mari kita mundur sejenak dari kasus George Floyd. Gerakan Black Lives Matter mulai populer pada tahun 2014. Kasus yang menjadi pemicu viralnya gerakan ini adalah kematian remaja berkulit hitam bernama Michael Brown. Dia tewas ditembak oleh seorang polisi bernama Darren Wilson pada Agustus 2014.

The Best of Enemies (2019) membuka mata kita tentang gerakan yang sejak dulu dilakukan untuk memerangi rasisme. Jauh sebelum Black Lives Matter hadir, Ann Atwater dan berbagai tokoh lainnya telah memperjuangkan isu rasisme. Namun, jika gerakan serupa terus menerus muncul, ada indikasi bahwa permasalahan ini belum sepenuhnya selesai.

Kesadaran akan isu rasisme harus dimulai dari diri kita sendiri. Kita adalah manusia yang setara dan pandanglah orang lain seperti diri kita sendiri. Mari mulai mengasihi sesama tanpa memandang perbedaan apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun