Mohon tunggu...
Valencia Prayogo
Valencia Prayogo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Airlangga, dengan hobby menulis mengenai berita terkini atau sifat yang bersifat populer.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implikasi Hukuman Mati terhadap Penegakkan HAM di Indonesia

10 Juni 2022   23:08 Diperbarui: 12 Juni 2022   12:24 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Valencia Prayogo (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum-Universitas Airlangga)

Hukuman mati telah diterapkan sejak dahulu diberbagai negara di dunia salah satunya di Indonesia. Mengenai kapan awal mula pemberlakuan pasti hukuman mati di Indonesia masih menjadi pertanyaan. Pada dasarnya hukuman mati di berlakukan berdasarkan adanya penerapan KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Adanya eksekusi hukuman mati sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Dari faktanya berbagai pihak yang setuju dan tidak bahkan menolak keras. Di Indonesia paling banyak penerapan hukuman mati tersebut pada kasus  Menurut hasil survei nasional Indo Barometer yang diselenggarakan pada tanggal 15-25 Maret 2015.Bagi pihak yang setuju, karena narkoban dapat merusak generasi muda (60,8 persen), dan dapat menyebabkan efek jera (23,7 persen)," . Sedangkan publik yang tidak setuju, alasan yang banyak diungkap adalah masih ada jenis hukuman lain yang lebih manusiawi (36,2 persen) dan hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia (28,4 persen).

Bagi pihak yang setuju mengenai pemberlakuan hukuman mati  megatakan bahwa yang dihukum oleh hukuman mati  merupakan orang yang telah melakukan kejahatan yang sifatnya berat sehingga perlu diberikan efek jera. Sebaliknay dengan pihak yang tidak setuju  mengenai pekberlakuan hukuman mati, karena dinyatakan bahwa adanya hukuman mati tentunya bertentangan dengan penegakkan Hak Asasi Manusia, dan konsitusi. Dalam hal ini setiap orang memiliki hak hidup, dimana negara bukanlah pihak yang berhak mengambil nyawa dari manusia, melainkan Tuhan. Cesare Marchese di Beccaria pernah menulis esai "Dei Delittie Delle Pene" (Tentang Kejahatan dan Hukuman) untuk masalah hukuman mati. Dalam esainya, Cesare menyatakan bahwa Negara tidak berhak untuk mengambil nyawa orang. 

Hukuman mati bertentangan dengan yang keduaperubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28 A, Pasal 28 I ayat 1, Pasal 28 J ayat 1; dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Kemanusiaan Hak atas Pasal 9 ayat 1. Researcher of Setara Institute, Achmad Fanani Rosyidi menyampaikan bahwa penerapan hukuman mati sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) danoleh karena itu harus dihentikan. Menurut Fanani, eksekusi hukuman mati adalah hukuman yang tidak manusiawi dan melanggar norma-norma hak asasi manusia.

Dilihat dari kualifikasinya, itu adalah kejahatan menurut KUHP dan. beberapa undang-undang khusus yang membawa hukuman mati adalah kejahatan yang memenuhi syarat sebagai serius kejahatan. Setiap pelanggar berat dihukum sesuai dengan pidana yang ada hukum. Penegakan hukuman mati di Indonesia masih mengacu pada KUHP yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. Beberapa eksekusi hukuman mati di Indonesia yakni eksekusi terhadao raja obat bius yakni Freddy Budiman pada tahun 2016. Bahkan jauh sebelum atau sekitar tahun 2008 hukuman mati telah juga telah dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana terorisme kelompok Amrozi di bom Bali. Dalam kasus pembunuhan, negara juga telah mengeksekusi Achmad Suradji karena membunuh 42 wanita pada tahun 2008 di Sumatera Utara.

Dalam menerapkan jenis-jenis pemidanaan dalam KUHP dan beberapa hukum, hukuman mati adalah hukuman yang paling ditakuti dari sisi kemanusiaan pelanggar. Di negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati, penerapannya ditujukan kepada: pelaku yang paling keji.  Indonesia juga menjatuhkan hukuman mati untuk kejahatan yang sangat kejam, seperti dalam kasus pembunuhan. Pelaku terkadang sangat kejam dan mencabut nyawa seseorang. Tidak heran kemudian pelakunya juga dihukum begitu parah, karena dirampas nyawanya secara paksa

Argumen dasar lainnya juga karena hak untuk hidup yang diatur secara eksplisit dalam Pasal 28 A, Pasal 28, alinea pertama 1 Perubahan kedua UUD 1945.  Pasal 28 A UUD  NRI 1945 menyatakan bahwa: "Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan penghidupan". Adapun isi Pasal 28 ayat 1 adalah: "Hak untuk hidup, kebebasan dari penyiksaan, kebebasan berpikir dan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan dari perbudakan, pengakuan sebagai pribadi di hadapanhukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Sedangkan Pasal 28 A ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia"orang lain dalam ketertiban kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara". Sedangkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan kembali bahwa "setiap orang berhak" untuk hidup, kelangsungan hidup dan meningkatkan taraf hidup".

Semua pasal di atas menjelaskan hak mereka untuk hidup dan mempertahankan hidup dan didup, karena hak hidup manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dengan penerapan pidana mati maka orang tersebut tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri, dapat tidak mempertahankan hidup mereka sebagaimana dijamin oleh Undang-undang. Hukum tidak lagi memberikan manusia perlindungan.Jika eksekusi hukuman mati dijatuhkan dalam berbagai bentuk kejahatan, maka secara hierarki, hal itu sudah merupakan konflik peraturan perundang-undangan.  Meskipun pada dasarnya, hukum keberadaan yang paling tinggi dalam disiplin hukum tidak dapat dibantah oleh peraturan yang secara hierarkis lebih rendah dari konstitusi. Dengan demikian, keberadaan HAM harus diakui dalam konstitusi.

Dengan demikian, pengakuan hak untuk hidup yang merupakan bagian dari hak asasi manusia diabadikan dalam UUD 1945 penting untuk diperhatikan dan tidak boleh diabaikan. Ketentuan tentang hak untuk hidup juga ditegaskan kembali dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatur "hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan, hak atas kebebasan pribadi, kebebasan berpikir dan hati nurani, kebebasan agama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun". Dengan kata lain bahwa semua Rakyat Indonesia memiliki hak untuk hidup yang harus tetap dijamin oleh negara. Itu hak tidak dapat dicabut dalam keadaan apapun tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, atau status sosial dan status hukum seseorang.

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun