Vaden Ignatius Kapoh
Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Maju (UIMA)
Komplikasi organ sering kali menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Di Indonesia, prevalensi penyakit ini terus meningkat, Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi hipertensi mencapai 30,8% pada populasi dewasa, sementara DM ditemukan pada 11,7% penduduk usia ≥15 tahun, mendorong perlunya pendekatan yang lebih proaktif dalam deteksi dini. Â
Skrining komplikasi organ menjadi alat yang efektif untuk meminimalkan kerusakan lebih lanjut, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan mengurangi beban ekonomi pada sistem kesehatan.
Metode Skrining Komplikasi Organ
Metode skrining komplikasi organ telah berkembang dengan integrasi teknologi modern. Beberapa metode yang sering digunakan meliputi:
- Pemeriksaan Laboratorium: Analisis darah dan urin untuk menilai fungsi ginjal (kreatinin, eGFR), fungsi hati (SGOT, SGPT), dan profil lipid untuk risiko kardiovaskular.
- Pencitraan Medis: USG, CT-scan, atau MRI membantu mendeteksi kerusakan struktural organ seperti fibrosis hati atau kardiomiopati.
- Teknologi Berbasis Artificial Intelligence (AI): Sistem berbasis AI kini digunakan untuk menganalisis data pasien secara otomatis, mempercepat proses deteksi komplikasi.
- Alat Diagnostik Non-invasif: Seperti pengukuran elastografi untuk deteksi fibrosis hati atau pemeriksaan ankle-brachial index (ABI) untuk menilai risiko penyakit arteri perifer.
Manfaat Skrining Komplikasi Organ
- Deteksi Dini: Identifikasi risiko sebelum gejala klinis muncul.
- Efisiensi Biaya: Mencegah pengeluaran besar akibat komplikasi berat.
- Peningkatan Kualitas Hidup: Intervensi dini memungkinkan pasien menjalani hidup lebih sehat.
- Pengurangan Beban Sistem Kesehatan: Mengurangi rujukan ke rumah sakit untuk kasus yang sudah berat.
Implementasi di Indonesia
Skrining komplikasi organ telah mulai diimplementasikan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder di Indonesia. Program seperti Chronic Disease Management Program (Prolanis) oleh BPJS Kesehatan menjadi salah satu model keberhasilan dalam memanfaatkan skrining untuk pencegahan komplikasi pada pasien dengan penyakit kronis.
Namun, tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, kurangnya tenaga medis terlatih, dan biaya teknologi masih menjadi kendala yang perlu diatasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Skrining komplikasi organ adalah langkah strategis untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia. Dukungan kebijakan, investasi dalam teknologi kesehatan, serta edukasi kepada masyarakat akan pentingnya deteksi dini harus menjadi prioritas. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengadaptasi metode skrining sesuai dengan kebutuhan populasi Indonesia.
Daftar Pustaka
- Kementerian Kesehatan RI. (2023). Profil Kesehatan Indonesia 2023. Jakarta: Kemenkes RI.
- Susilo, T., & Ardiansyah, M. (2022). "Efektivitas Program Skrining Penyakit Kronis di Indonesia." Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 18(2), 123-132.
- Rahmawati, I., & Nugroho, S. (2023). "Peran Artificial Intelligence dalam Deteksi Dini Penyakit Kronis." Jurnal Teknologi Kesehatan Indonesia, 15(1), 45-58.
- Prasetyo, B., & Wulandari, E. (2023). "Implementasi Skrining Komplikasi Ginjal di Fasilitas Kesehatan Primer." Jurnal Kedokteran Indonesia, 11(3), 67-74.
- BPJS Kesehatan. (2023). Laporan Tahunan Prolanis. Jakarta: BPJS Kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H