Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kecewa

27 Maret 2024   17:01 Diperbarui: 27 Maret 2024   17:02 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertaruhan Kimaya

Tommy kecewa. Dia menyesal sudah pergi ke rumah Kimaya. Saat ini dia kembali ke kostnya lalu menyibukkan diri dengan berbagai rencana, terutama menyelesaikan tugas akhir yang dia tunda.

Namun kelebat sosok Kimaya pagi itu tidak segera hilang dari benaknya. Inikah yang namanya cinta? Pikirnya. Aku tidak suka ini. Tommy yang selalu jadi pujaan cewek di kampus, sekarang kena batunya. 

Baca juga: Manusia Berencana

Dia buka HP untuk mencoba mengirim pesan pada Kimaya. Mau bertanya tentang kapan bisa bertemu. Tommy tetap ingin berusaha. Hanya saja notifikasi muncul banyak sekali. Dia lupa, sejak bangun, HPnya tidak konek ke internet.

"Tom, ketemuan, yuk?" salah satu teman kuliah mengajaknya.

"Eh, aku ultah nih, kamu datang ke resto ya, ini link mapnya," satu cewek menyapanya. Sebuah undangan.

Tommy ingat, kedatangannya pada sebuah acara sangat ditunggu-tunggu serombongan cewek. Ketika dia datang, jeritan sopran dan mezo sopran tak terhindarkan. Dia yakin itu akan terjadi lagi. Malas.

Baca juga: Kenyataan Tiba

"Ayo, ngopi, Tom, kamu sudah janji ...," cicit satu teman. Dia ingat, cewek ini pernah kasih coklat di hari Valentine. Tapi lupa, nama dia siapa. Di chat ini masih berbentuk angka nomor telpon yang tidak dia simpan. Tak akan pernah.

Baca juga: Pertaruhan Kimaya

Ketukan di pintu membuatnya kembali kepikiran Kimaya. Dia mendesah.

"Ya, siapa?" Tommy tidak bisa menghindar lagi dari ketukan yang tiada henti itu.

"Hey, Sam!" sahabatnya ternyata datang, tumben mengetuk pintu.

"Kenapa kamu tidak membalas chatku?" Sam mengeluh. Mukanya serius. "Aku telpon juga kamu tadi. Kenapa tidak diangkat? Aku sudah tidak penting lagi buat kamu? Atau ... kamu ketemu cewek?"

Tommy mendengus dan menghempaskan dirinya ke kasur yang empuk. Dia berbaring membelakangi Sam.

"Ah, benar dugaanku. Kamu gak pernah biasanya gini. Beneran nih, gegara cewek? Siapa, Tom?" Sam semakin mendesak. Dia duduk di kasur Tommy, sengaja menghadap ke wajahnya. Tommy tidak bisa mengelak. Wajah Sam yang chubby itu membuatnya gemas.

"Ah, tahu apa kamu!" dengus Tommy lagi.

"Aku paham kamu, Tom," Sam tertawa. "Ayo, buka chatku. Rugi loh, ada banyak info tentang Kimaya!"

Tommy langsung terduduk dan membuka HPnya lagi. Ada puluhan notifikasi dari nomor Sam. Dia menengok ke Sam sebelum membukanya.

"Ah, ternyata Kimaya, nih?" Sam tergelak. "Kenapa kamu mudah ditebak, Tom? Kamu tidak beda dengan cowok lain."

Tommy melempari bantalnya ke arah Sam. "Buka dulu chatku," Sam mengingatkan sambil menjauh dari kasur.

"Ada apa dengan Kimaya?" Tommy masih menggumam dan belum berani membuka chat Sam. Dilihatnya Sam tertawa sambil keluar dari kamarnya. Sam paham, Tommy ingin sendiri.

Sam mengirim beberapa pesan, foto dan juga titik lokasi di mana Kimaya akan membuat event bersama teman-teman kuliahnya. Dia juga bilang kalau beberapa teman barunya sangat mengenal Kimaya dan Mona. Dia ingat, Tommy menyebut nama Kimaya di hari pertama magang dan sampai saat terakhir magang. Sam tahu, Kimaya istimewa, hanya Tommy sepertinya belum menyadari hal itu.

Tommy tersenyum. Satu event akan berlangsung besok malam. Kimaya menjadi EOnya bersama Mona, dia bukan performer. Lalu jantung Tommy terasa berhenti berdetak. Cowok tadi siapa? Apakah salah satu performernya? Tapi kenapa Kimaya terlihat kaget?

Dia gelengkan kepalanya untuk mengibaskan pikiran tentang cowok tadi. Dia pelajari event itu dan lokasinya. Belum pernah dia ke sini. Di daerah Ubud. Terlihat warna oranye di gambar jalan menuju ke sana. Padat juga areanya. Tommy memutuskan untuk ke sana sekarang. Mempelajari situasi, pikirnya.

Ada jamming season di Ubud, di salah satu cafe yang terbuka, di dekat persawahan yang bertingkat, terasering. Eksotik, batin Tommy ketika sampai di lokasi itu setelah berkendara selama sejam lebih. Lapar menyerang.

Cafe tempat lokasi event Kimaya sudah buka, tepat di jam makan siang. Udara tetap sejuk karena Ubud ada di dataran tinggi. Tommy tersenyum, dia merasa sedang mempelajari kesenangan Kimaya.

Saat ini bulan Ramadhan, tapi pelanggan yang datang kebanyakan bule. Cafe tetap melayani pengunjung. Tommy tidak perlu sungkan untuk pesan makanan dan minuman.

"Kak, besok ada event jamming di sini, ya?" tanyanya ke waiter yang menjawab dengan mengangguk. "Saya pesan menu untuk jamming besok, ada?"

Tommy membayangkan dirinya ada di acara jamming tersebut dengan menikmati menu jamming. Dia sebenarnya kecewa karena tiket sudah sold out. Tapi rencananya dia akan tetap datang di sekitaran cafe, berharap bertemu Kimaya yang pasti akan lalu lalang di balik layar.

Dia tidak perlu menunggu lama.

Ketika akan meninggalkan cafe, Tommy melihat Kimaya keluar dari sebuah mobil besar bersama Mona dan serombongan orang.

"Kim, kamu akan overthinking kalau ke sininya besok pagi, ah," Mona terdengar menggerutu. "Lihat-lihat aja dulu persiapannya dari sisi lokasi. Ini performernya saja semangat dari kemarin."

Dilihatnya Kimaya sedang melihat sekeliling. Tommy tak sadar bersembunyi di balik sebuah mobil tapi tetap bisa melihat tingkah laku Kimaya. Lalu, rombongan itu meninggalkan Kimaya sendirian. Tommy bergerak akan mendekatinya. Tiba-tiba salah satu pintu mobil itu terbuka, muka laki-laki kusut keluar. Cowok tadi!

"Penidur!" teriak Kimaya sambil mengucek-ucek rambut cowok tadi. Kekecewaan Tommy semakin menumpuk.

"Jetlag!" bisik cowok tadi. Menambah remuk di dadanya, Tommy memandang Kimaya yang merangkul Adian di leher dan menggeretnya seperti pesakitan sambil tertawa-tawa.

"Kalau kamu tadi tidak bilang pengin nengok Ubud buat besok, aku juga akan tidur seharian di rumah! Malah kamu yang tepar sejak masuk mobil!" jadi Kimaya akhirnya ke sini karena cowok tadi? Tommy lemas. Sebegitu pentingnya keinginan cowok itu?

Tommy bersandar ke mobilnya, merasa kakinya semakin lemas. Makan siang yang ludes tadi terasa menguap entah ke mana.

"Tom!" suara Kimaya terdengar dekat sekali. Tommy membuka matanya perlahan, takut itu suara ilusi.

Kimaya berdiri di hadapannya dengan anggun, cowok tadi entah ke mana.

"Kamu ke sini habis dari rumahku? Ada acara?" Kimaya terlihat tenang. Dia tidak menduga apapun. "Besok ada jamming, kamu suka nonton enggak?"

"Iya aku tadi lihat posternya," Tommy berbisik lemah. "Sudah sold out."

"Eh, kamu anggap apa aku ini ... aku yg bikin tiketnya," Kimaya mendadak mendekati telinga Tommy dan membisiki. "Aku kasih kamu tiket VVIP, dekat panggung, mau?"

Tommy tersenyum.

+++

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun