"Tommy, ya Tommy," Kimaya terlihat malas bicara tentang teman magangnya itu. Semua mengingatkan akan cowok-cowok yang lair di bulan Februari. Yuda, Adian dan terakhir Tommy. Kimaya sudah merasa cukup dengan cowok Februari.
Adian tahu diri. Dia tidak ingin mendesak Kimaya lebih jauh lagi. Tommy tidak penting, pikirnya. Waktu dia yang terbatas dengan sahabatnya ini harus dimaksimalkan. Paling tidak, dia healing setelah tugas-tugas berat di Jogja. Kimaya penghiburnya hanya dengan berada di dekatnya.
"Acara kamu hari ini apa?" tanya Adian.
"Pengin nyantai dulu, semalam farewell dengan teman-teman magang," Kimaya tidak ingin hari ini dirusak dengan capek. "Katanya kamu ingin memasak buat kami? Ayo, buktikan!"
Wajah Adian menjadi cerah. Dia bilang akan belanja ke supermarket atau malah pasar tradisional, mumpung masih pagi. Tahap pertama pengecekan kulkas di rumah itu.
"Aku ikut belanja boleh?" Kimaya menjajal peruntungannya.
"Wah, bantu-bantu bawain belanjaan, kan? Eh, tapi katanya kamu mau nyantai? Aku senang sih kalau ada yang bisa diajak diskusi," jawab Adian diplomatis. Dia ingin Kimaya yang memutuskan.
"Diskusi apa?"
"Tentang menu? Tentang kamu atau Mona alergi apa?"
"Kamu ini kayak chef ternama!" Kimaya terbahak. Dia tidak mengira Adian akan sesombong itu tentang kemampuannya memasak. "Aku mau kamu coba menu yang belum pernah kami makan."
"Apa emangnya?"