"Tom, bantu aku, ya? Kamu kan deket sama si dia," bahkan Kevin tidak berani menyebut nama Kimaya. Deg-deggan katanya.
Jadi, selama ini, aku hanya dianggap teman satu tim, teman dekat Kimaya? Batin Tommy.
"Cari saja sendiri. Ada usaha dong, masih cowok kan, kamu?" tak sengaja Tommy ketus pada Kevin. Untung karena emosi yang melanda, Kevin dan beberapa teman yang mendengar tidak memperhatikan nuansa itu.
Lalu Tommy mencari alasan untuk menjauh dari kerumunan itu, tapi mendekat ke kerumunan Kimaya. Dia merasa harus membuat jarak antara Kimaya dan Kevin. Hey, nama mereka sama-sama diawali huruf 'K'? Cock? Jodoh? Tommy cemas. Tiba-tiba saja dia memikirkan mitos jodoh dan mulai mempercayainya.
Kimaya tidak nampak lagi di antara teman-temannya. Tommy menelpon cewek itu.
"Hey, apa?" suara Kimaya terdengar jauh, berisik di sekitarnya.
"Kamu di mana? Berisik banget!" tanya Tommy.
"Nungguin taksi, mau pulang, ngantuk ... bye, taksiku sudah datang," Kimaya mematikan telponnya sebelum Tommy menjawab. Dia sengaja. Dia tidak mau ada kelanjutan cerita dengan Tommy. Walau terdengar ge-er, Kimaya sedikit yakin pada arah persahabatannya dengan Tommy.
Ada perasaan hilang yang dingin dan gelap di dada Tommy. Hari ini terakhir semua anak magang bertemu. Dia tidak punya alasan lagi untuk bertemu Kimaya. Alasan resmi, paling tidak.
"Tom!" tiba-tiba saja Kevin ada di sampingnya. "Mana Kimaya? Besok tunjukin rumahnya, ya? Aku ingin kenal sama dia lebih jauh. Kimaya tuh keren banget, kan? Dia sukanya apa, Tom? Suka bunga apa?"
"Aku tidak tahu ..." jawab Tommy lemah. Dia tidak tahu apapun tentang Kimaya, ternyata. Dia hanya tahu, Kimaya membuatnya nyaman. Dia hanya ingin berada di dekat Kimaya.