Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Artikel Utama

Surat untuk Yuda

19 Agustus 2023   00:08 Diperbarui: 20 Agustus 2023   20:38 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bahkan ...," lanjutnya. "Tante Nuk pun kecewa sama aku. So sorry, Yuda. Sorry juga aku masih belum bisa melupakan kamu. Pasti bikin kamu berat sampai ke surga, kan? Atau ... aku sebenarnya tidak berarti untuk kamu? ... Wait! Katanya, orang meninggal itu sudah tidak merasakan apapun, termasuk kecewa dan marah."

Adian mendongak karena merasakan nada bicara Kimaya berubah. Dia lihat cewek itu duduk dengan tegak dan muka sedikit bingung. Tapi sudah tidak terisak lagi.

"Wait ...," tangan Kimaya melambai-lambai di depan Adian. "Itu jangan ditulis. Aku mau ngomong sama kamu, Di."

"Ya, okay," Adian meletakkan papan dan pena di meja. Dia punya kesempatan menyeruput lemon tea yang hampir dingin karena ditambah udara malam yang menyelimuti. Walau Bali masih panas suhunya buat dia.

"Di, aku belum pernah ngomong kayak di surat itu. Jadi ingat omongan orang-orang. Orang mati ya mati. Sudah. Selesai semua tanggung jawab di dunia. Dia beristirahat. Tidur. Nyaman. Yuda gitu juga, kan, Adian?" tanya Kimaya dengan harapan yang cukup besar.

Adian tidak tahu omongan orang yang dimaksud Kimaya. Tapi dia tahu, temannya ini membutuhkan afirmasi bahwa yang didengarnya itu benar. Dan omongan itu Adian tahu, akan menyelamatkan jiwa Kimaya yang sampai saat ini mungkin masih merasa bersalah.

"Iya, Kim. Almarhum tidak akan memikirkan apa-apa. Beristirahat," tegas Adian tapi dengan kelembutan yang tiada tara karena dia yakin kata-katanya memberikan makna yang mendalam saat ini.

Tidak dinyana dia melihat senyum Kimaya merekah. Sangat cantik dengan rambut berantakan dan ditimpa pendar lampu di kanan kirinya. Adian tertular ikutan tersenyum.

Kimaya mengambil kertas yang tadi ditulisi cowok itu. Di sebelah meja ada ornamen lampu minyak yang menyala. Kertas itu dibakarnya. Kemudian dia lambungkan ke atas dan tiba-tiba saja ada angin berhembus, membakar kertas itu dengan cepat. Menghitam dan habis terbakar. Kertas lembut hitam itu melayang ke arah bebatuan di samping meja mereka.

"Aku lega, Di," Kimaya menatap kertas hitam itu dengan senyuman yang sama. Adian mengakui dalam hati, dia lebih lega.

"Aku nggak akan mengganggu Yuda lagi," lalu Kimaya menoleh dan menatap ke arah Adian, membuat cowok itu terkesiap kaget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun