Adian berlari mendapatkan Kimaya yang terlihat lemas dan hampir terjatuh, tidak kuat berdiri.
"Kim, katakan ada apa? Kamu sudah makan banyak tadi, tidak mungkin karena kamu lapar," Adian masih mencoba bercanda. Karena dia sudah tidak tahu lagi kata apa yang tepat untuk sahabatnya ini.
"Mau kamu apa, Adian? Kenapa kamu naik mobil itu? Kenapa kamu ajak aku ke sini? Kamu apanya Yuda?" tangis Kimaya pecah lagi dan seketika badannya merosot bersandar pada sisi mobil. Adian sudah tidak sempat menahannya lagi karena terkejut dengan nama Yuda terucap dengan lancar dari mulut Kimaya.
Dipapahnya Kimaya ke sofa terdekat, teh hangat tanpa gula langsung dia pesan, sesuai kebiasaan Kimaya dulu di kantin SMA. Kimaya masih bercucuran air mata tapi menurut pada Adian yang mengajaknya masuk ke cafe.
"Siapa Yuda?" Adian ingin berhati-hati tapi pertanyaan itu penting. Harus dia dengar sendiri dari Kimaya, dia harus cerita versinya sendiri.
Setelah minum teh seteguk karena dipaksa Adian, Kimaya terlihat tenang. Dia menoleh ke arah jeep yang ada di sisi luar meja tersebut.
"Itu CJ-7, kan?" tanya Kimaya tanpa melepaskan tatapannya dari mobil tersebut. Didengarnya suara berat Adian mengatakan iya. Lanjutnya, "Itu mobil favorit Yuda."
Adian melihat buliran berkilat mengalir di pipi Kimaya. Cewek itu menangis tanpa suara.
Setelah itu Kimaya terisak sedikit dan menoleh ke arah dalam cafe, air mata mengucur. "Ini tempat favorit Yuda kalau di Bali." Lalu Kimaya terisak lagi. Wajahnya dia taruh di pangkuannya sendiri. Dia terlihat ingin sedih tanpa membiarkan Adian menolongnya.
"Maaf, Kim. Yuda itu siapa?" Adian masih berlagak tidak tahu.
"Sahabatku yang sudah nggak ada! Mati tenggelam di sini, di Bali!" Kimaya mendongakkan wajahnya dengan teriakan yang cukup terlihat marah. Adian mengangguk dengan dua kalimat informatif itu.