Esok harinya Kimaya sudah melupakan taruhan kemarin di japok. Hari-hari berlalu seperti biasa. Dia memnag tidak pernah bertemu dengan Adian, cowok tampan yang dijadikan taruhan. Jadi mudah saja bagi Kimaya untuk tidak ingat apapun pada taruhan tersebut.
"Hey, Kim, ke kantin yuk, aku lihat Adian menuju ke sana," sahut Vanah yang ikut menciptakan taruhan.
"Adian?"
"Iya, cowok yang harus jadian sama kamu sebelum kita lulus! Supaya kamu menang taruhan!" Vanah ternyata lebih bersemangat.
"Oh, itu."
"Kamu ini imana, sudah nyiapin duit satu juta buat kalah, ya? Kok nggak ada usaha dan strategi sama sekali?" Vanah semakin gemas. Kemudian dia meninggalkan Kimaya yang masih tercenung.
Kimaya lebih siap mencari strategi mengumpulkan duit sejuta daripada menang taruhan untuk menarik perhatian Adian, cowok populer di sekolah. Dia yakin pasti kalah dengan kondisi wajah, tubuh dan prestasinya yang biasa saja.
Di lain tempat, Nishi berdebar karena merasa tidak enak beberapa hari terakhir. Dia tidak sengaja membocorkan pertaruhan Kimaya dan Adian di pertemuan klub fotografi selanjutnya.
Waktu itu Adian sedang dikerjain teman-teman cowok di klub karena hanya dia yang belum dapat cewek ataupun PDKT sama seseorang. Sama sekali belum padahal mereka sudah kelas dua SMA. Waktu berlalu dengan cepat, bro, kata cowok-cowok itu.
"Adian sih lebih sering dikejar cewek, jadi dia udah capek berlari, hahaha," kata salah satu cowok itu.
"Taruhan dah, sebelum semester ini berakhir, Adian sudah dapat pacar!" kata Nishi nyeletuk karena risih dengan godaan teman-teman cowoknya pada Adian. Walau Adian hanya senyum-senyum saja.
Semua terbahak dan setuju dengan pendapat Nishi. Namun, ketika Nishi sendirian, Adian mendekatinya dan mempertanyakan taruhan itu. Katanya karena Nishi terlihat begitu yakin.
"Kamu mau jodohin aku sama sepupumu?" tanya Adian dingin. Nishi kelabakan.
"Enggak jodohin, aku juga nggak ada sepupu cewek. Cuma ...," karena panik, Nishi salah memilih kata, lalu dia memilih berhenti.
"Cuma, apa?"
"Nggak papa, Adi," suara Nichi menjadi mencicit. Adian semakin curiga. Dia lalu mendesak lagi.
"Emm, ini baru musim taruhan. Salah satunya kamu dijadikan taruhan," suara Nishi bergetar. Semoga aku tidak mengkhianati Kimaya, batinnya. "Aku dan temanku bertaruh kamu akan suka sama Kimaya, teman sekelasku. Itu aja sih, kamu nggak rugi apa-apa."
"Kimaya?"
Nah, kan, batin Nishi. Adian tidak tahu Kimaya siapa. Eh, tapi Kimaya juga belum tahu Adian yang mana. Akan seru pertaruhan ini.
"Tapi kamu jangan menunjukkan kalau tahu tentang pertaruhan Kimaya, ya?" Nishi merengek. Dia merasa bersalah pada keduanya, Kimaya dan Adian. Pertaruhan ini sudah tidak murni lagi. Salah satu pihak sudah tahu.
"No worries."
Percakapan itu membuat efek luar biasa pada Adian. Dia tidak ingin memikirkan taruhan itu, namun nama Kimaya selalu terlintas di benaknya. Dia jadi penasaran siapa yang namanya Kimaya, bagaimana usaha dia untuk menang pertaruhan dan apakah Kimaya layak dia menangkan.
Tiba-tiba Adian merasa ada kehidupan baru setiap akan berangkat ke sekolah. Dia tidak akan bertanya pada siapapun tentang Kimaya. Tidak juga akan menyebut nama itu di depan Nishi. Ini kayak mata-mata, menyelidik sesuatu yang benar-benar misteri tapi sangat berhubungan dengan dirinya.
Adian tidak berpikir tentang jadian atau tertarik pada Kimaya. Dia hanya ingin tahu siapa Kimaya dan apa yang akan dilakukan oleh cewek itu untuk menang.
Jelas, semua ingin menang di pertaruhan, kan? Pikir Adian.
+++
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H