"Memangnya kamu tahu hubungan cinta dia?" Nael menatap Iva tajam untuk menilai kejujurannya.
"Aku tidak akan menjawab," Iva menatap ke arah yang jauh. "No comment."
"Ah, karena kamu cemburu, kan, ya?" Nael menggoda Iva supaya dia kesal dan membuka semuanya.
Ternyata Iva diam saja. Nael menyerah.
"Bagaimana dengan cewek pengacara kemarin? Dia dan Osa menghilang bersama. Mereka, hmm, ada hubungan cinta?" Nael memancing dengan topik berbeda.
"Tidak," jawab Iva terlalu cepat. Satu, karena setahu dia demikian. Dua, karena dia menolak pernyataan itu. Kemudian Iva memutuskan untuk menjauh dari Nael, daripada ditanya yang membuka semua tentang Osa dan hatinya juga tertoreh kenyataan yang ada, Osa hanya menganggapnya sebagai manajer yang baik.
"Satu pertanyaan lagi," suara Nael yang mendesak membuat Iva mengurungkan niatnya untuk beranjak dari situ. Nada Nael tidak aman, jangan sampai hubungan kerja mereka terganggu gara-gara perasaan Iva sendiri.
"Osa bukan gay, kan?"
Tak dinyana Iva tidak bisa menahan ledakan tawanya sendiri. Osa gay? Tidak pernah terlintas di benaknya. Mungkin karena dia ingin melihat maskulinitas Osa dan memilikinya. Tapi juga karena Osa terlihat mengagumi perempuan. Eh, Lea, tepatnya. Lea saja.
Tiba-tiba saja tawa Iva terhenti dengan pemikiran terakhirnya. Lea. Ya, dari dulu hingga sekarang, bestie Osa yang perempuan adalah Lea. Dulu dia kira selain dia sendiri. Tapi Osa semakin hari memperjelas garis hidupnya hanyalah sebagai manajer buat penyanyi dan aktor ganteng ini.Â
"Kenapa? Osa beneran gay?"