Menjerit tapi dalam hati, Lea senang sekali mengepak barang-barangnya ke koper. Dia akhirnya mudik! Setelah tiga tahun tidak pergi ke desa keluarga besarnya karena tahun pertama dia ke Amerika lalu dua tahun pandemi, saat ini dia dapat sebulan libur dari kantornya.
"Kamu sudah bilang ke Osa?" tiba-tiba wajah Iva muncul di pintu apartemennya.Â
"Sudah."
"Dia bilang apa?" Iva mendekat ke koper Lea lalu meletakkan tangannya ke satu tumpukan yang belum dimasukkan. Seakan menahan Lea untuk tidak pergi dan packing.
"Biasa aja," Lea mulai mendeteksi simbol yang diberikan oleh Iva. "Ada apa?"
"Kamu kan tahu, kalau Osa tidak banyak bicara dia pasti marah. Apalagi biasa aja. Osa pasti tidak suka kamu pergi," Iva menegaskan lagi. "Kamu jangan seperti tidak tahu apapun, Lea. Osa tidak mungkin kamu tinggal. Dia ada manajer dan teman lain. Aku juga. Tapi kami bukan kamu. Osa butuh kamu, Lea."
"Aku ajak saja Osa? Bagaimana?"
"Lea, aku serius," Iva mulai gemas pada sahabatnya yang seperti tidak mendengarkan ucapannya barusan. "Tidak mungkin kamu ajak Osa. Dia meninggalkan banyak janji. Pertunjukan dia cukup padat bulan ini. Bulan istimewa. Kamu jangan pergi, Lea."
Lea hanya tersenyum melihat keseriusan Iva. Dia tetap meneruskan memasukkan sekotak oleh-oleh buat Budenya. Om yang lama tidak ditengoknya akan mendapat satu sarung dengan warna kesukaannya. Dia dengar Omnya tidak pernah beli sarung baru selain dari yang dia kasih.