Serial "Miss Scarlet and the Duke" ini mulai tayang tahun 2020 untuk season 1. Diproduksi oleh PBS Inggris dan menceritakan tentang latar waktu di akhir abad 19 dengan genre criminal dan misteri dengan 6 episode.
Foto di atas adalah the Duke yang menjadi Detective Inspector of Scotland Yard. Dia adalah sahabat sejak kecil dari Eliza Scarlet. Kisah Eliza dimulai ketika ayahnya meninggal dan tidak mewarisi banyak harta hanya sebuah kantor agensi penyelidik, atau PI private investigator.
Kalau pada masa abad 21 ini wajar-wajar saja perempuan menjadi polisi, pengacara atau penyelidik. Namun, di era abad 19 di London, perempuan seusia Eliza - sekitar 20-an - hanya bisa aman secara keuangan dengan menikah. Tapi ini serial yang membawa misi feminisme, terlihat dari pemeran utama adalah Eliza yang menghadapi banyak tantangan gender sebagai perempuan.
Duke sudah mengenal Eliza sejak kecil. Karena pembentukan ideologi gender yang sangat kuat, Duke merasa terintimidasi dengan keputusan Eliza sebagai detektif dan sering menyelesaikan kasus-kasus kepolisian yang seharusnya ditanganinya.
"Are you a woman or a detective?"
Kalimat di atas sangat bias gender. Secara harafiah pun sudah terlihat jelas bahwa Duke memisahkan antara perempuan dan detektif. Seorang detektif tidak mungkin perempuan. Perempuan tidak bisa menjadi detektif. Eliza harus memilih salah satu.
Tapi Eliza digambarkan seperti tokoh-tokoh perempuan rekaan Jane Austen: Elizabeth Bennet. Mirip juga dengan Scarlet O'Hara dari novel "Gone with the Wind". Keduanya memerankan perempuan bukan di jamannya, era abad 19, di mana status perempuan sangat tergantung dengan laki-laki dan perempuan tidak boleh memperlihatkan kepintarannya. Â
Jadi tentu saja Eliza memilih tetap menjadi detektif walau dia seorang perempuan.
Konflik cerita "Miss Scarlet and the Duke" menjadi rumit ketika profesi yang dipilih adalah sebagai detektif, termasuk musuh dan sahabat dekatnya adalah seorang Inspektur Detektif resmi di Scotland Yard, the Duke.
Menjadi detektif harus pintar dan pemberani. Dua ciri yang tidak diijinkan ada pada perempuan di waktu itu. Sehingga Eliza sering terlihat 'blusukan' ke sana kemari untuk mencari narasumber. Dia harus menemui banyak orang di malam hari yang dianggap tidak patut bagi perempuan berkeliaaran di hari gelap. Eliza juga berteman dengan orang kulit hitam yang membantunya di banyak penyelidikan.Â
Eliza banyak melanggar norma-norma sebagai seorang perempuan di masa itu. Duke tidak berbuat apa-apa karena dia berhutang budi pada ayah Eliza. Walaupun lama kelamaan terlihat ketertarikan Duke pada Eliza yang menunjukkan dia berkualitas sebagai detektif.Â
Yang menarik, Eliza tidak hanya menghadapi tantangan sebagai detektif perempuan, tapi juga tantangan sebagai perempuan. Dia harus segera menikah supaya punya status yang baik di masyarakat. Selain itu, dia juga butuh duit untuk membayar sewa rumah. Sebenarnya semua gampang ketika dia mau menikahi anak laki-laki si pemilik rumah. Tapi bukan Eliza kalau dia langsung menerima kemudahan itu.
Kedua, Eliza tetap menunjukkan keperempuannya, yaitu dengan memakai pesona wajahnya yang cantik dan tahu kelemahan laki-laki bila menghadapi perempuan. Dalam berbagai hal, Eliza bisa mendapatkan yang dia inginkan melalui kemampuannya sebagai perempuan. Kekuatan femininnya tetap dia pakai sebagai nilai plus detektif perempuan.
Keunikan ketiga adalah kolektifitas yang dibangun oleh Eliza. Walaupund ia dekat dengan Duke sebagaii teman lama, posisinya sebagai detektif dan perempuan memberi dia identitas minoritas. Dia bersahabat dengan Moses, orang kulit hitam, dan Rupert, seorang gay yang belum diketahui.Â
Perempuan, kulit hitam dan gay adalah kumpulan outcast, minoritas, yang ditolak oleh masyarakat. Setelah berkumpul mereka menjadi sebuah kekuatan yang mendukung Eliza sebagai detektif perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H