Hari ini aku kembali direcoki sama pegawai baru, Risa. Bukan tentang pertanyaannya yang selalu beruntun sejak pagi sampai mau pamit kantor. Bukan pula tentang permintaan bantuan untuk mengajari ini itu, termasuk bagaimana caranya membuat kopi enak pakai mesin kopi yang tinggal pencet. Namun tentang Iko, seniornya yang dia bilang ganteng tapi masih jomblo.
"Arimbi yang baik, besok bisa nggak aku dimasukkan ke tim bersama Iko?" ini misi dia hari ini. "Kamu kan bisa atur anggota tim, kan? Pernah aku lihat kamu memindahkan seseorang buat masuk ke tim lain."
Argumen Risa memang tidak bisa didebat, tapi aku dulu melakukannya karena gender dalam tim tidak seimbang, terlalu banyak cowoknya. Hanya saja aku males menjelaskan apapun pada Risa. Satu kalimat tambahanku akan dia pakai untuk merecoki aku dalam hal lain. Entah apalagi.
Aku masuk ke ruang kantorku yang tidak mungkin diikuti oleh Risa karena pintunya hanya bisa aku buka pakai kartu pegawaiku. Dia anak baru, co-cardnya belum berfungsi di pintu ini.
"Semangat banget nempelin co-card," suara Iko mengagetkan aku. "Kamu kayak baru dapat co-card pertama kali. Aneh."
Iya, aneh, karena aku terlalu gembira menyadari Risa tidak bisa masuk ke ruangan senior ini. Iko sebaiknya aku beri tahu permintaan cewek itu nggak ya? Hm, biar saja cewek itu usaha sendiri.
"Rim, kamu nggak lupa bawa oleh-oleh dari Jepang, kan?" teriakan sahabatku Dewi langsung mendominasi telingaku. Kemarin aku lupa membawakan coklat pesanannya karena masih di dalam koper yang belum aku bongkar. Untung hari ini ingat.
"Kamu belum kasih aku oleh-oleh juga," bisik Iko di telingaku. Lalu dia melanjutkan, "Nanti deh kamu pulang sama aku, sekalian aku ambil bagianku."
Aku diam saja. Belum tentu juga Iko nanti bisa pulang bareng. Kami tidak satu tim, bisa saja timku lembur, atau tim dia pulang lebih awal, eh sama aja, ya.
"Iko menagih kamu juga, ya?" Dewi langsung membongkar tasku. "Sudah kamu siapkan oleh-oleh spesial belum?"