Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[6 Sekawan] #2 Gunung

22 Juli 2021   21:19 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:31 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode sebelumnya.

Nika melihat sosok Niel di depan cafe setelah dia bertemu klien para mahasiswa itu. Seingatnya, mereka masih akan bertemu dua-tiga hari lagi, bukan malam ini. Cowok itu tidak mungkin menemuinya bila tanpa rencana, apalagi tahu kalau dia sedang memburu klien. Kemudian dia masuk ke cafe yang sama lagi setelah matanya bertemu pandang penuh arti dengan Niel.

"Bagaimana kamu bisa menemukan aku?" tukas Nika tidak senang. Dia baru ingin sendiri dan tidak ingin mudah ditemukan.

"Radar kita masih baik. Entah, hanya membayangkan hidungmu saja aku bisa sampai di sini dengan mudah," kata Niel bangga, tapi senyumnya segera lenyap ketika melihat kekesalan di wajah Nika.

"Ada apa?" tanya Nika langsung. "Kamu tahu aku baru saja selesai presentasi, capek."

"Tahu, dan kamu lapar juga, kan?" Niel lalu memesan menu yang disukai cewek itu, salad dengan dressing rasa asam dan gurih. "Tidak ada seafood, aku ambil potongan sosis saja, ya?"

Sebenarnya dia tidak perlu bertanya pada Nika karena cewek itu selalu makan apapun yang dipesan Niel yang terlalu tahu kesukaannya. Kalau Nika menolak, Niel pasti akan menganggap dia sedang sakit atau punya masalah. Paling aman buat cewek itu adalah diam dan memakan apa saja yang ada di meja.

"Ada apa?" tanya Nika kembali. Mereka sudah tidak ada kesibukan lain setelah memesan menu, tinggal menunggu. Saatnya Nika bertanya lagi.

"Kenapa ke gunung?" tanya Niel dengan mata tajam menusuk kedua bola mata Nika. "Aku berusaha cari tahu sendiri, tidak ada satu petunjuk pun yang membuat aku menemukan jawabannya. Kawan-kawan mengandalkan pengetahuanku, you know. Jangan bikin aku malu karena aku tidak tahu. Sebentar lagi Noam akan datang, dia yang pasti bisa merasakan ketidaktahuanku. Atau kamu mau meruntuhkan reputasiku di depan dia?"

Sepertinya Niel terlalu banyak bicara sehingga ketika dia selesai, salad pesanan Nika sudah datang. Cewek itu punya alasan untuk tidak bicara dan tidak menjawab pertanyaan yang malas dia jawab. Dia sendiri tidak tahu mengapa, instingnya saja yang mengarahkan pertemuan saat ini di Gunung Agung.

Niel menghela napas melihat Nika sudah sibuk dengan sendok garpu dan mulutnya. Dia harus menyesuaikan diri dengan menikmati pesanannya sendiri. Kalau memaksa cewek itu bicara, dinosaurus yang sedang diberi makan di perut Nika itu akan berontak. Satu restoran akan dihabisi menunya. Dan dia akan harus mengantar pulang Nika yang tertidur kekenyangan. Akan repot.

Two hours later ... eh tidak, lima belas menit kemudian ...

Piring, mangkuk dan cangkir kopi Nika sudah licin tandas. Perutnya sudah dielus-elus pertanda kenyang dengan senang.

"Lalu?" tanya Niel dengan penuh pengharapan.

"Akan aku jelaskan sekalian di depan Noam, kapan dia datang? Kita jemput saja sama-sama," kata Nika yang sangat mengesalkan Niel. Kalau saja cewek itu bukan pimpinan mereka, sudah dia tarik-tarik rambutnya supaya modelnya yang rapi jadi spiky berantakan.

"Besok sore," jawab Niel pendek.

Nika langsung berdiri dan membayar semua pesanan di kasir dan melenggang keluar cafe, meninggalkan Niel di meja mereka. Cowok itu sudah tahu kebiasaan bossnya yang seenak udelnya sendiri. Tapi bagaimanapun Nika pimpinan mereka yang sangat dihormati oleh semua, dia selalu punya jawaban akan permasalahan yang ada. Kemampuannya memecahkan masalah tidak perlu dipertanyakan. Kesetiaannya pada anak buah luar biasa. Semua percaya dan bergantung padanya.

Keesokan harinya, Nika menjemput Niel di kantornya untuk bersama ke bandara. Teman kantornya sudah berbisik-bisik mempertanyakan keberadaan Nika yang auranya menarik perhatian. Penampilannya seperti lelaki dengan jaket kulitnya, namun kecantikannya glowing dengan rambut cepak model tentara.

"Itu cewek yang bikin kamu tersenyum semalam?" tanya cewek kemarin ke Niel. Hanya jawaban senyuman lagi yang dia terima. 

Setelah menjelaskan bahwa Nika sepupunya, teman-temannya membiarkannya mendekati mobil di mana Nika bersandar dengan elegan. Mereka bicara hal lain di perjalanan, tidak menyentuh kata kunci gunung. Niel sudah sangat berhati-hati.

"Kalian tinggal di rumahku saja sampai kita berangkat ke Bali," kata Nika tiba-tiba ketika Noam sudah ada bersama mereka di mobil. Niel dan Noam saling berpandangan karena mereka sebenarnya punya rencana lain. 

"Kalau tidak mau tahu jawaban kenapa ke gunung ya sudah," ancam Nika dengan melirik ke kaca spion di atasnya melihat reaksi Noam yang duduk di jok belakang.

"Aku tidak peduli ke gunung atau ke langit," seru Noam tertahan karena disodok pinggangnya oleh Niel. Nika tersenyum mendengar jawaban Noam.

Niel ingat, Noam yang termuda tapi satu-satunya yang mudah membuat Nika tersenyum. Dia ingin mood bossnya baik maka dia menyetujui menginap di rumah Nika. Nanti setelah mendapat jawaban, mereka berdua bisa hengkang dari situ untuk merayakan malam di Jogja dengan cara lelaki.

Yang membuat Niel sebal, Nika membuatnya memasak makan malam buat mereka bertiga. Walaupun dia senang dipercaya bossnya bisa memasak kesukaan semua.

"Jadi, aku memilih gunung karena lama kita tidak bertemu, bonding harus dijaga. Gunung jawabannya," papar Nika sambil mengunyah kebab kambing buatan Niel. Jempol dua tak lupa dia layangkan ke depan hidung chef itu yang langsung kembang kempis. 

"Juga, beberapa kali aku mendengar orang-orang sudah membicarakan kawanan kita. Kita butuh tempat sepi untuk bertemu berenam, jangan sampai kita terekspos," boss mereka mulai berkata serius dan misterius. "Kalau orang tahu kita siapa, kita sudah tidak bisa berbuat apapun bersama. Bukan itu yang kita inginkan, ya, nggak?"

"Yang lain harus tahu supaya kalau ketemu kita sudah on the same page," kata Noam. Nika tersenyum padanya, seperti yang sudah ditebak Niel.

"Telpon saja mereka sekarang," kata Nika sambil membereskan piring-piring yang sudah licin seakan belum pernah dipakai. 

[Bersambung]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun