"Ayo, entar malam jadi, kan?" cicit cewek yang merusak gendang sudah keburu masuk ke telinga Axl. "Aku jemput kamu biar tidak bisa lari lagi."
"Mia, jam tujuh baru tutup tokoku," keluh Axl. Dia sebenarnya lupa ada janjian reuni kecil-kecilan dengan teman SD. SD??? Rajin banget. Memang, karena sebagian mereka berlanjut di sekolah yang sama juga.
"Aku bantu," kata Mia semangat.
"Nanti barang daganganku habis," suara Axl terdengar kesal. Dia berasa dirampok kalau Mia datang. Datang nggak bawa apa-apa, tapi pulang bawa sekarung belanjaan, bahkan sampai panggil truk segala. Oh no, just kidding, itu cuma ada di bayangan Axl yang terlalu kesal.
Mia sudah keburu menutup telponnya. Sahabat satu itu memang tidak bisa ditawar maunya. Dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, mungkin karena dia ekstrovert atau pemaksa?
Rumah Mia hanya di gang sebelah. Dulu suka bareng sepedaan kalau sekolah. Awalnya karena Axl diminta oleh ibu Mia untuk menemani anaknya karena baru saja bisa naik sepeda. Lalu kebiasaan itu berlanjut dari kelas lima sampai kelas enam SD. Terutama karena Mia suka menraktir sarapan. Axl sebelumnya tidak pernah makan pagi di rumah.
Setelah itu persahabatan mereka berlanjut sampai sekarang walau SMP dan SMA mereka berbeda. Bahkan kuliah pun mereka beda kota. Tapi entah, mungkin karena sudah kenal sejak kecil, setiap ketemu selalu nyambung. Ada saja topik yang bisa mereka bicarakan.
Yang paling mendebarkan ketika Axl cerita tentang taruhannya untuk mendapatkan Pim. Mia marah banget. Dia tidak terima sesama perempuan dijadikan obyek. Sempat beberapa hari Mia tidak mau diajak bicara oleh Axl.
"Kamu mau aku kehilangan teman, Mi?" teriak Axl ketika dia tidak tahan lagi diam-diaman dengan Mia. Axl berdiri di bawah jendela kamar Mia. Dia tahu Mia ada di dalam, ibunya memberi tahu itu. Kata ibunya, Mia tidak mungkin pergi kalau tidak sama Axl. jadi dia masih di kamar.
"Di SMP ini aku butuh circle of friends, biasanya aku menolak usulan mereka yang membahayakan, tapi ini cuma taruhan kecil, Mi. Sudahlah, kamu aja nggak kenal sama Pim ini kan?" teriak Axl lagi.
Lalu jendela Mia terbuka, terlempar keras. Rambut Mia yang panjang menggelantung seperti film Tangled.Â
"Asal kamu tidak mempermainkan Pim ini bila kamu sudah jadian," ancamnya. Iya, janji, kata Axl, yang sebenarnya ragu bisa menang taruhan.
Persahabatan mereka kembali seperti sedia kala. Bahkan mereka lebih sering naik gunung atau hiking barenag untuk membicarakan tentang cowok kalau Mia, dan cewek kalau Axl.
"Hey, Axl, ada cowok yang ngedeketin aku nih, kamu nggak kenal dia tapi dia kenal kamu. Kamu hebat ya?" Mia memulai curhatnya.
"Lalu kenapa?" Axl bingung mau ke mana arah pembicaraan ini.
"Namanya Roy, dia bilang kalau mau ngajak aku hiking tapi aku nggak boleh ngajak Axl, gitu, dia nyebut nama kamu," katanya lagi.
"Ya udah, pergi aja sama dia, aku mau bobok manis di hari minggu pagi," Axl tidak mau mengganggu kebahagiaan Mia. "Kamu suka sama dia, kan?"
"Tadinya, tapi begitu syaratnya nggak boleh ngajak kamu, aku jadi benci sama dia. Kamu dianggap dia apa coba?" Mia melemparkan pertanyaan retorik.
"Lah, kamu bilang kamu mengganggap aku apa?" Axl malah lebih penasaran pada jawaban Mia.
"My girlfriend," jawab Mia. Axl berteriak marah dan mengucel-ucel rambut Mia. Lalu Mia lari, waktu itu mereka baru hiking, Mia lari ke atas bukit dikejar oleh Axl.
"Ampun, Axl," teriak Mia ketika Axl menangkapnya dan menggelitiki pinggangnya tanpa ampun. Sudut itu kelemahannya dan Axl sakti dengan jurus satu jarinya.
"Jangan sampai aku melakukan petualangan hiking tanpa kamu, Axl. Kamu akan rugi dan menghantui aku kalau kamu mati duluan," kata Mia tanpa ampun. Axl melancarkan serangan satu jarinya lagi.
Begitulah, malam ini Mia sudah siap di depan toko Axl dengan membawa segepok kunci untuk menutup pintu geser toko sembako itu.
"Kamu jangan sentuh yang lain," ancam Axl. Mia tertawa, dia sudah mengambil satu boks mie instan goreng tanpa sepengetahuan Axl. Tapi dia akan tahu ketika nanti melihatnya di mobil.
Dari toko, bersama Axl yang berteriak-teriak marah melihat boks dengan cap tokonya, Mia menjemput Dio dan dua teman lain untuk bersama-sama bereuni sekaligus meramaikan peresmian cafe teman lama mereka, Tim.
[Bersambung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H