Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Post Power Syndrome di Masa Kerja

17 Januari 2021   12:26 Diperbarui: 17 Januari 2021   12:44 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Power - Kuasa, sumber: patimes.org

Post power syndrome (PPS), atau dikenal dalam Bahasa Indonesia sebagai sindrom pasca kuasa, umum terjadi ketika kita sudah memasuki masa pensiun. Umum juga dialami oleh para lansia. Sudah banyak artikel yang membahas dengan fokus terjadinya PPS di masa pensiun dan masa tua.

Yang akan saya bahas adalah PPS yang terjadi jauh masa sebelum pensiun.

Kapan PPS terjadi? Ketika seseorang pernah menjadi pemimpin kemudian tidak siap  menjadi orang biasa. 

Kondisi ini bisa terjadi di kehidupan sosial, misalnya sebagai Ketua RT atau Ketua komunitas dan kehidupan pekerjaan, misalnya kepala kantor atau direktur atau manajer. Dia mengalami PPS ketika masa jabatannya habis. 

PPS diartikan sebagai kondisi yang negatif, terutama kondisi tidak bisa menerima bahwa dia tidak punya kuasa lagi. Gejalanya bisa terlihat secara fisik dan psikis dan keduanya saling mempengaruhi. Secara fisik akan terlihat sakit-sakitan karena secara psikis dikuasai oleh perasan negatif, misalnya kecewa, sedih dan marah.

Perilaku penderita PPS juga selalu negatif. Tanda-tandanya adalah dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan lagi penentu kebijakan atau pemberi keputusan. Bila di dunia kerja, saat ada meeting atau rapat, dia akan menyerang penggantinya dengan kritikan-kritikan pedas. Lebih terlihat lagi bila dia mengungkapkan kejayaannya ketika masih berkuasa. Yang paling buruk adalah dia masih berharap mendapatkan fasilitas-fasilitas ketika menjadi pemimpin, kasarnya menjadi gila hormat, ingin dilayani dan ditakuti.

Penyebab PPS adalah ketika seseorang tidak adaptif dan tidak rendah hati. Sudah sering terdengar istilah 'roda itu berputar', kadang kita di atas a.k.a. menjadi pemimpin, kadang kita di bawah a.k.a. menjadi anggota atau orang biasa. 

Penderita PPS tidak mau tahu tentang itu. Tidak mudah bisa beradaptasi dan menerima kenyataan bahwa dengan menjadi orang biasa hak-hak sebagai pemimpin akan hilang, misalnya berupa kuasa. Orang yang tidak rendah hati selalu haus akan kekuasaan dan selalu ingin mempertahankan posisi itu selamanya.

Ada dua saran yang saya tawarkan supaya tidak mengalami PPS.

1. Mempunyai mindset 'people are equal' > semua orang sama dan sejajar

Kapan pun kita menjadi pemimpin atau tidak, kita akan memperlakukan semua orang sama. Kita tidak akan terlalu menghamba pada pimpinan. Kita juga tidak akan merendahkan bawahan. 

Jadi bila kita di atas, kita bisa merendah. Bila di bawah, kita juga tidak terlalu silau. Dengan menganggap semua orang sama, kita tidak mudah menjadi iri dan dengki. Semua dipahami punya porsi masing-masing. Kita akan lebih mudah menerima dan memahami.

2. Mempunyai banyak kesibukan yang berbeda

Bila kita sudah menjadi orang biasa atau hanya menjadi anggota pada komunitas atau pekerjaan tertentu, kita masih bisa sibuk di kegiatan lain. Hobi juga ramuan yang manjur untuk mengalihkan perhatian kita dari 'rindu kekuasaan'. Bila kita sudah disibukkan dengan hal lain, kita akan mudah memahami keputusan orang lain yang menjadi pemimpin. Kita tidak akan fokus hanya pad a satu hal. Ada hal lain yang masih butuh perhatian kita.

Bila kedua saran itu sudah dilakukan, kita siapkan juga suara-suara yang salah paham. Kadang kita dianggap PPS dengan perilaku kita walaupun tidak berniat demikian.

Bagaimana caranya menghindari dianggap PPS?

1. Berkomunikasi pada orang yang tepat

Kadang kita menemukan bahwa pimpinan pengganti melakukan kesalahan fatal. Ketika kita takut dianggap PPS, kita menjadi apatis dan menutup diri. Padahal masukan kita sangat dibutuhkan untuk keselamatan organisasi. Sebaiknya kita beri masukan pada orang yang tepat. 

Misalnya pada orang kepercayaan kita yang sudah paham tentang pribadi kita yang tidak PPS untuk menyampaikan pada pimpinan saat itu. Atau menyampaikan masukan yang konstruktif, bukan hanya kritikan tapi juga memberi solusi. Atau bisa juga memberi saran anonim.

2. Bersikap sebagai orang biasa

Ikuti aturan organisasi atau komunitas untuk anggota. Tetap hadir dalam setiap kegiatan. Tetap aktif mendukung keputusan. Tidak menonjolkan diri. Tidak terlalu vokal atau menyerang pimpinan. Hanya bertindak bila perlu dan urgent. Memberi tanggapan bila diberi kesempatan. Intinya bergaullah dengan orang di level yang sama, tunjukkan bahwa kita sudah bersikap sama dengan mereka.

Bisa saja poin-poin di atas tidak berhasil di kondisi tertentu. Maka, sebagai mantan pemimpin, tunjukkan bahwa kita orang yang adaptif, rendah hati dan fleksibel.

Tetaplah berbuat baik! Niscaya orang-orang yang tepat akan menghargai kita sesuai porsi masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun