Mohon tunggu...
LKPIndonesia
LKPIndonesia Mohon Tunggu... Human Resources - Peneliti

LKPI

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perangkat Desa Rangkap Jabatan, Mau Dibawa Kemana BUMDes Tanah Merah ini?

7 Juli 2024   19:16 Diperbarui: 7 Juli 2024   20:01 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Kompas.com)

Awan kelabu menyelimuti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tanah Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Perangkat Desa rangkap jabatan dan ketidakjelasan pengelolaan keuangan mencuat ke permukaan, menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, beberapa pengurus BUMDes Tanah Merah diketahui merangkap jabatan sebagai perangkat desa atau pengurus organisasi desa lainnya. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu fokus dan kinerja mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan kejelasan pengelolaan keuangan BUMDes. Transparansi dan akuntabilitas keuangan dirasa masih belum optimal, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya penyimpangan dana.

Kekhawatiran ini diperkuat dengan adanya laporan dari beberapa warga desa yang mengaku tidak pernah mendapatkan informasi terkait laporan keuangan BUMDes. Hal ini semakin memperkeruh situasi dan memicu desakan dari masyarakat agar dilakukan audit terhadap pengelolaan keuangan BUMDes.

Kenapa BUMDes Tanah Merah, Siak Hulu, Riau, menjadi sorotan publik? Pasalnya, terjadinya rangkap jabatan dan ketidakjelasan pengelolaan keuangan di BUMDes tersebut.

Selain itu, pengelolaan keuangan BUMDes Tanah Merah juga disorot karena dinilai tidak transparan dan akuntabel. Ada laporan bahwa dana BUMDes digunakan untuk keperluan pribadi pengurus, tanpa ada kejelasan peruntukannya.

Rangkap jabatan dan ketidakjelasan pengelolaan uang di BUMDes Tanah Merah ini telah memicu keresahan di kalangan masyarakat. Mereka mendesak agar pihak terkait segera menyelidiki dan menindak tegas para pelakunya.

Klarifikasi Pemerintahan Desa Tanah Merah

Menanggapi isu rangkap jabatan tersebut,  Kepala Desa Tanah Merah (Kades), Syahrul Amri Nasution memberikan klarifikasi melalui via seluler (6/7) saat dihubungi oleh LKpIndonesia. Klarifikasi dari Kades kami rangkum dalam bentuk poin-poin. Poin-poinnya tersebut adalah sebagai berikut:

  • Membenarkan adanya perangkat desa yang merangkap jabatan di BUMDes dan jabatan lain;
  • Menegaskan bahwa rangkap jabatan ini dilakukan telah melalui Musyawarah Desa dan memperoleh persetujuan dari Kepala Desa bersama  BPD Tanah Merah;
  • Menyampaikan sulitnya mencari SDM yang mau jadi Direktur BUMDes (karena tidak ada gaji);
  • Diberikan tenggang waktu selama +3 bulan untuk mencari Direktur BUMDes dan Ketua Karang Taruna Desa Tanah Merah oleh Inspektorat (saat pemanggilan).

Pengelolaan Keuangan BUMDes

Kepala Desa juga menjelaskan terkait pengelolaan keuangan BUMDes Tanah Merah, yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, dibuktikan dengan, pencatatan dan pelaporan seluruh transaksi keuangan secara berkala kepada BPD. Kades juga menjelaskan dana yang dikucurkan oleh Pemerintah Desa ke BUMDes itu berkisar diangka 50-60 juta rupiah.

Dana ini kemana saja?  Ketika ditanya apakah benar dana ini (BUMDes) ada dipinjam kepada pribadi. Beliau tidak mengelak dan membenarkan hal tersebut. Jika benar dana BUMDes ini dipinjamkan kepada pribadi, kepada siapa? Ketika ditanya oleh Ketua Umum LKpIndonesia, apakah salah satunya kepada Koprizal? 

"Kades membenarkan hal tersebut "Dana BUMDes  ini memang dipakai oleh Koprizal sebesar 25 juta untuk mengelola sampah dibawah naungan BUMDes. Yang pada saat itu beliau dipercayai sebagai Koordinator terkait sampah di BUMDes. Terkait pinjaman ini beliau telah menyicilnya " jelasnya

Selain itu Dana BUMDes ini bukan saja dipinjamkam kepada mantan Ketua RT 02 RW 02 saja, jauh sebelum itu juga dipinjamkan kepada Anggota BPD dan beberapa orang yang notabenenya LKD di Desa Tanah Merah saat ini. Apa yang disampaikan oleh Kades hari ini, sebelumya sudah terlebih dahulu disampaikan oleh Pogos, tokoh masyarakat yang juga mantan RT kepada LKpIndonesia. 

"Pak, sesuai yang disampaikan Pak Kades kepada saya terkait BUMDes dan pengelolaan keuangan bahwasanya uang BUMDes dipinjamkan kepada Koprizal,  Anggota BPD dan beberapa orang yang memiliki jabatan LKD di Desa Tanah Merah" ungkap Pogos

Dasar inilah LKpIndonesia menelusuri dan meminta klarifikasi kepada pemerintah Desa Tanah Merah melalui Kepala Desa. Hal tersebut dan keterangan dari Pogos dibenarkan oleh Kades dan Koprizal tanpa keraguan sedikitpun. Ditempat tempat terpisah LKpIndonesia juga menghubungi pihak praktisi hukum Marlas Hutasoit, dalam pembicaraan melalui via WhatsApp. LKpIndonesia menjelaskan maksud dan tujuan terkait menghubungi beliau terkait polemik yang terjadi di Desa Tanah Merah saat ini. 

Setelah mendengar penjelasan terkait rangkap jabatan dan pengelolaan keuangan  BUMDes. Beliau berpendapat bahwa rangkap jabatan yang dilakukan oleh perangkat desa itu menyalahi aturan walaupun 1 haripun hal itu terjadi. Apalagi ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Silahkan LKpIndonesia bersama Masyarakat yang peduli Desa Tanah Merah lakukan "somasi"pemerintah desa, BPD  dan laporkan jika tidak ada itikad baik dari pemerintah desa dan BPD. Ini sudah termasuk penggelapan jabatan yang menyalahi aturan perundang-undangan.

"Somasi dan laporkan saja, ini sudah termasuk penggelapan jabatan" tegasnya saat mengakhiri pembicaraan.

Apa itu penggelapan jabatan?

Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk mengalih-milik (pencurian), menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain. Penggelapan bisa juga berupa penipuan keuangan. Apa yang dilakukan pemerintahan Desa Tanah Merah saat ini melalui perangkat desa, BPD dan oknum LKD  terhadap BUMDes. Apakah  termasuk penggelapan jabatan? Silahkan simak uraian yang LKpIndonesia sampaikan dibawah ini:

Penggelapan dalam Jabatan dalam KUHP                      

Dilansir dari laman Hukum Online bahwa tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,yaitu tahun 2026.

Tindak pidana dalam pasal-pasal tersebut dikenal dengan penggelapan dalam bentuk pokok. Menurut Pasal 372 KUHP, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp900 ribu. Kemudian, menurut Pasal 486 UU 1/2023, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp200 juta. Selengkapnya silahkan baca Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya.

Adapun tindak pidana penggelapan dalam jabatan adalah penggelapan dengan pemberatan, atau penggelapan dalam bentuk pokok yang ditambah unsur-unsur perbuatan tertentu yang menjadikan ancaman pidananya menjadi lebih berat, sebagai berikut.

Penggelapan oleh Pejabat Umum

Selanjutnya, berbeda halnya apabila penggelapan dalam jabatan dilakukan oleh pejabat umum. Penggelapan oleh pejabat umum diatur dalam Pasal 415 KUHP sebagai berikut:

Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Kemudian, dalam UU 20/2001 juga diatur beberapa ketentuan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum, antara lain:

Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Pasal 10 huruf a

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100 juta, dan paling banyak Rp350 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;

Tindakan pejabat yang melakukan penggelapan termasuk dalam ranah hukum pidana. Berdasarkan pasal-pasal di atas, pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan bagi mereka yang bukan menjalankan jabatan umum dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun berdasarkan Pasal 374 KUHP, atau dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta berdasarkan Pasal 488 UU 1/2023. Sedangkan bagi pelaku penggelapan yang merupakan pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum, berpotensi dipidana penjara paling lama 7 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 415 KUHP.

Kemudian, bagi pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum yang melakukan penggelapan uang/surat berharga, diancam pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal Rp150 juta dan maksimal Rp750 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU 20/2021. Sedangkan dalam Pasal 10 huruf a UU 20/2021, jika penggelapan berkaitan dengan barang, akta, surat, atau daftar tertentu, maka pelaku bisa dipidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun dan pidana denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp350 juta.

Dampak Dugaan Rangkap Jabatan dan Ketidakjelasan Pengelolaan Uang

Dugaan rangkap jabatan dan ketidakjelasan pengelolaan uang di BUMDes Tanah Merah dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain:

Pertama, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap BUMDes. Jika masyarakat tidak percaya dengan pengelolaan BUMDes, mereka tidak akan mau berpartisipasi dalam kegiatan BUMDes. Hal ini dapat menghambat perkembangan BUMDes dan menghambat upaya peningkatan ekonomi desa.

Kedua, memperburuk kinerja BUMDes. Rangkap jabatan dapat membuat pengurus BUMDes tidak fokus dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat menyebabkan BUMDes tidak mencapai target yang telah ditetapkan dan mengalami kerugian.

Ketiga, menimbulkan konflik di desa. Ketidakjelasan pengelolaan uang BUMDes dapat menimbulkan kecemburuan dan perselisihan di antara masyarakat desa. Hal ini dapat mengganggu kondusifitas desa dan menghambat pembangunan desa.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum LKpIndonesia Andre Vetronius, menyatakan bahwa hal itu harus  segera ditindaklanjuti. Mau Dibawa kemana BUMDes Tanah Merah ini?.  Tentunya hal ini harus dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki kebenaran informasi tersebut dan mengambil langkah yang diperlukan.

"Hal ini harus ditindaklanjuti dengan serius. Jika terbukti benar, harus diambil tindakan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku," tegas Andre

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan beberapa langkah;

  1. Memberikan somasi , melakukan investigasi terkait perangkat desa yang merangkap jabatan dan ketidakjelasan pengelolaan uang. Somasi ini harus dilakukan, kalau perlu dilakukan investigasi secara menyeluruh, independen dan objektif. Hal ini dilakukan untuk memastikan kebenaran informasi yang beredar.
  2. Menindak tegas para pelaku rangkap jabatan dan penyelewengan dana. Jika terbukti bersalah, para pelaku harus diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  3. Memperkuat tata kelola BUMDes. Perlu dibuat aturan yang jelas dan transparan tentang pengelolaan BUMDes. Aturan ini harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan BUMDes.
  4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan BUMDes. Masyarakat harus diberi akses untuk mengetahui informasi tentang pengelolaan BUMDes. Mereka juga harus diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan sarannya tentang BUMDes.

Andre juga menambahkan , tentunya masyarakat desa Tanah Merah berharap agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan adil dan transparan. Mereka menginginkan BUMDes dikelola dengan baik dan profesional, demi kemajuan dan kesejahteraan desa.

"Kasus ini menjadi pengingat bagi pengelola BUMDes di seluruh Indonesia untuk selalu mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan usahanya. Penting untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan, agar tercipta rasa percaya dan dukungan dari semua pihak"tutupnya.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan BUMDes Tanah Merah dapat dikelola dengan baik dan transparan, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat desa.

Dasar Hukum: 

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa

Catatan Penting:

  • Rangkap jabatan perangkat desa dilarang oleh beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 51 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  • Sanksi bagi perangkat desa yang merangkap jabatan dapat berupa teguran lisan atau tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian definitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun