Mohon tunggu...
LKPIndonesia
LKPIndonesia Mohon Tunggu... Human Resources - Peneliti

LKPI

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kepala Desa Gagal, Polemik Pemecatan RT Memanas: antara Maladministrasi dan Kewenangan

14 Juni 2024   02:32 Diperbarui: 14 Juni 2024   06:38 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SK Pemberhentian Ketua RT (Sumber: Litbag LKpIndonesia)

Pemberhentian Ketua Rukun Tetangga (RT) yang bernama Koprizal,  selaku Ketua RT 02 RW 02 yang berlokasi di Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar menjadi sorotan publik hingga menuai polemik. 

Polemik ini berawal dari RT yang juga menjabat sebagai Koordinator Lapangan terkait pengelolaan sampah di Desa Tanah Merah. Pengelolaan sampah ini  dibawah naungan BumDes hingga hutang kepada BumDes oleh Ketua RT . Dari data yang masuk ke LKpIndonesia dan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa (Kades)Tanah Merah melalui rapat terkait polemik ini, pemerintah desa melakukan pemecatan terhadap Ketua RT tersebut karena perilakunya. Jika cuma terkait perilaku, tentunya hal ini tidak sesuai prosedur dilakukannya pemecatan (sesuai surat panggilan hingga SK Pemberhentian Ketua RT.02), seharusnya dilakukan pembinaan terlebih dahulu. Bukan main pecat sini pecat sana!

Sebenarnya bukan kali ini saja hal ini dilakukan oleh Pemerintahan Desa Tanah Merah, jauh sebelumnya pemecatan RW/RT, perangkat desa  juga pernah dilakukan (imbas dari Kades tersangkut kasus korupsi ADD). Bukan sampai disana saja, dari kejadian aksi pecat memecat ini hingga lahir Peraturan Desa Tanah Merah Nomor: 08 Tahun 2019 terkait Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Lembaga Kemasyarakatan Desa Tanah Merah (Tak digunakan saat pengeluaran SK sebagai dasar pemberhentian RT). Selain itu, Ketua RT yang dipecat ini ada memiliki hutang kepada BumDes (pernyataan Kades Tanah Merah), kenapa bisa? Ada apa sebenarnya, ini harus ditelusuri kebenarannya lebih lanjut oleh BPD. 

Melihat gambaran singkat diatas tentunya kasus ini memicu pertanyaan mendasar tentang kewenangan kepala desa dan batas toleransi dalam pemberhentian RT. Di satu sisi, kepala desa memiliki hak dan tanggung jawab untuk memimpin desa dan memiliki wewenang. Di sisi lain, proses pemberhentian harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang benar dan berdasarkan alasan yang jelas dan tidak diskriminatif tentunya. 

Lanjutan SK Pemberhentian Ketua RT (Sumber : Litbag LKpIndonesia)
Lanjutan SK Pemberhentian Ketua RT (Sumber : Litbag LKpIndonesia)

Peraturan Desa 

Keberadaan Peraturan Desa dalam perundang-undangan di Indonesia. Peraturan Desa tidak disebut dalam hierarki peraturan perundang-undangan pada UU 12/2011. Namun, keberadaannya diakui berdasarkan pada Pasal 8 UU 12/2011 yang dimaknai peraturan yang dibentuk oleh kepala desa.


Penegasan keberadaan Peraturan Desa kemudian diatur lebih lanjut dalam UU Desa. Pasal 117 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 7 UU Desa mendefinisikan peraturan desa sebagai berikut:


Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Adapun Peraturan Desa adalah salah satu dari peraturan yang ada di desa selain Peraturan Kepala Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa. 

Patut digarisbawahi, Peraturan Desa sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan  tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu, Peraturan Desa juga tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Maksud dari kepentingan umum adalah kondisi terganggunya kerukunan masyarakat, terjadinya diskriminasi berbasis SARA, terganggunya pelayanan publik, hingga terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Peraturan Desa Tanah Merah Nomor: 08 Tahun 2019 terkait Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Lembaga Kemasyarakatan Desa Tanah Merah terindikasi maladministrasi dan legalitasnya menuai perdebatan alias cacat dimata hukum.

Sesuai data yang masuk dan penelusuran oleh Tenaga Ahli LKpIndonesia, hal ini ada buntut dari permasalahan pribadi yang dibawa ke ranah pemerintahan. Tentunya ini tidak bisa dibenarkan, apalagi mekanisme pemecatan mitra desa yang dilakukan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan sarat maladminstrasi. Apa itu Maladministrasi, mari kita ulas.


Maladministrasi

Maladministrasi adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, sehingga merugikan hak orang lain atau kelompok orang lain.

Dasar hukum maladministrasi di Indonesia adalah:

Jika Ketua RT merasa dirugikan oleh tindakan maladministrasi, Ketua RT dapat melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman akan memutuskan apakah tindakan tersebut merupakan maladministrasi atau tidak, dan memberikan rekomendasi kepada penyelenggara negara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut nantinya.

Pemecatan seorang Ketua RT harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan adil sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika proses pemecatan tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan/atau merugikan hak RT, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi.

Undang-Undang yang mengatur tentang RT di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf)

Merupakan dasar hukum utama tentang desa di Indonesia, termasuk pengaturan tentang RT.

  • Pasal 7 ayat (2) mengatur tentang pembentukan RT dan RW.
  • Pasal 8 ayat (1) mengatur tentang tugas dan fungsi RT.
  • Pasal 17 ayat (3) mengatur tentang masa jabatan pengurus RT.
  • Pasal 17 ayat (4) mengatur tentang tata cara pemilihan dan pemberhentian pengurus RT.


2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa (https://peraturan.bpk.go.id/Details/143587/permendagri-no-18-tahun-2018)

Merupakan peraturan menteri yang mengatur lebih lanjut tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), termasuk RT.

  • Pasal 7 mengatur tentang tugas dan fungsi RT;
  • Pasal 8 mengatur tentang pembentukan RT;
  • Pasal 9 mengatur tentang kepengurusan RT;
  • Pasal 10 mengatur tentang masa jabatan pengurus RT;
  • Pasal 11 mengatur tentang tata cara pemilihan dan pemberhentian pengurus RT.


3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Setiap kabupaten/kota di Indonesia memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang RT.
Perda tersebut biasanya mengatur tentang hal-hal yang lebih spesifik terkait RT di wilayah tersebut, seperti:

  • Struktur dan tugas RT;
  • Tata cara pemilihan dan pemberhentian pengurus RT;
  • Dana operasional RT;
  • Pelaporan RT.

Pemecatan RT yang tidak mengikuti prosedur yang benar dan adil berpotensi mengarah pada maladministrasi. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang terlibat, serta berakibat pada kerugian bagi masyarakat sekitar.

Konsekuensi Maladministrasi dalam Pemecatan RT:

  • Pelanggaran Hak Hukum RT: Pemecatan yang tidak sah dapat melanggar hak hukum RT, seperti hak atas pekerjaan, hak atas reputasi, dan hak atas perlakuan yang adil.
  • Kerugian bagi Masyarakat: Maladministrasi dalam pemecatan RT dapat mengganggu kelancaran pelayanan publik di tingkat RT, dan berakibat pada kerugian bagi masyarakat sekitar.
  • Sanksi Hukum: Penyelenggara negara yang terbukti melakukan maladministrasi dapat dikenakan sanksi hukum, seperti teguran, pembebasan dari jabatan, dan bahkan tuntutan pidana.


Upaya Penyelesaian Maladministrasi:

  • Melaporkan ke Ombudsman: Jika RT merasa dirugikan oleh pemecatan yang tidak sah, mereka dapat melaporkan hal tersebut kepada Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman berwenang untuk menyelidiki dan menyelesaikan laporan maladministrasi.
  • Menempuh Jalur Hukum: RT juga dapat menempuh jalur hukum dengan menggugat pihak yang melakukan pemecatan ke pengadilan.
  • Musyawarah Mufakat: Upaya mediasi atau musyawarah mufiakat juga dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan pemecatan RT dengan cara kekeluargaan.


Pencegahan Maladministrasi:

  • Memahami Peraturan: Penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pemecatan RT untuk memahami peraturan yang berlaku, seperti UU Desa dan Permendagri terkait.
  • Melakukan Prosedur yang Benar: Proses pemecatan RT harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang benar dan adil, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Dokumentasi yang Lengkap: Dokumentasikan semua proses pemecatan RT dengan lengkap, termasuk bukti-bukti yang mendukung.
  • Mengedepankan Transparansi: Proses pemecatan RT harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan masyarakat sekitar.

Tuduhan maladministrasi dalam kasus ini mengacu pada dugaan bahwa proses pemberhentian RT dan RW tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu preseden buruk dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa.

Pemecatan yang tidak prosedural dapat berakibat fatal bagi kinerja desa dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Kepercayaan publik terhadap perangkat desa dan kepala desa dapat runtuh, dan pada akhirnya menghambat jalannya program pembangunan desa.

Mencari Solusi Tepat dan Berkeadilan

Untuk menyelesaikan polemik ini, diperlukan langkah-langkah yang tepat dan berkeadilan. Berikut beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan:

  • Evaluasi Mendalam: Melakukan evaluasi mendalam terhadap proses pemberhentian RT dan RW untuk memastikan tidak adanya pelanggaran aturan dan prosedur yang berlaku.
  • Dialog Terbuka: Mengadakan dialog terbuka antara kepala desa, BPD, RT, RW, dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik dan membangun kembali rasa saling percaya.
  • Penguatan Kapasitas: Meningkatkan kapasitas kepala desa dan perangkat desa dalam memahami regulasi dan tata kelola desa yang baik, serta membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat.
  • Penegakan Hukum: Jika terbukti adanya maladministrasi, perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas dan adil untuk menegakkan aturan dan melindungi hak-hak pihak yang dirugikan.

Pentingnya Keseimbangan Kewenangan dan Akuntabilitas

Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya keseimbangan antara kewenangan dan akuntabilitas dalam tata kelola desa. Kepala desa memiliki kewenangan untuk memimpin desa, namun kewenangan tersebut harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas kepada masyarakat.

BPD sebagai lembaga perwakilan rakyat di tingkat desa juga memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja kepala desa dan memastikan bahwa semua proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Masyarakat pun harus aktif dalam mengawasi kinerja perangkat desa dan kepala desa, serta memberikan masukan dan kritik yang konstruktif untuk membangun desa yang lebih baik.

Dengan mengedepankan dialog, transparansi, dan akuntabilitas, diharapkan polemik ini dapat diselesaikan dengan baik dan menjadi pembelajaran berharga untuk membangun tata kelola desa yang lebih kokoh dan demokratis di masa depan.

Pemecatan RT harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Maladministrasi dalam proses pemecatan RT dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius bagi pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penting untuk memahami dasar hukum dan melakukan prosedur yang benar dalam proses pemecatan RT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun