Mohon tunggu...
Uzlifatul Jannah
Uzlifatul Jannah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa IAIN Jember

وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ Allah knows and you don't (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 216)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Sosial dalam Kacamata Syariat

3 Maret 2020   21:56 Diperbarui: 3 Maret 2020   21:57 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata masih banyak di temukan ketidakpahaman seseorang dalam menetapkan suatu hukum, dengan munculnya media sosial ini ada kalangan yang menganggapnya halal, mubah, atauh haram. Tanpa mereka kaji secara mendalam problematika yang di lihatnya itu.

Pernyataan bahwa media sosial diharamkan dalam islam karena banyak sisi negatifnya merupakan sesuatu yang sangat disayangkan dan kurang bijak. Sebelum membahas suatu hal itu halal atau haram maka sangatlah dibutuhkan dalil naqli dan aqli serta perpaduan diantara keduanya yang paling kuat dan mendukung hal tersebut. 

Dalil naqli adalah dalil yang berdasarkan A-Qur'an dan Hadis, sedangkan dalil aqli adalah yang berdasarkan "akal sehat" adapun perpaduan antara keduanya ijtihad dan qias. Dalam perpaduan mengenai kedua hal ini salah satu yang paling utama diketahui adalah definisi, apa definisi media sosial secara etimologi, dari definisi tersebut kemudian dikaitkan dengan apa yang tertulis di dalam Al-Qur'an dan Hadis.

Ada satu kaidah fiqih yang menjelaskan bahwasanya segala sesuai itu hukumnya mubah selagi tidak ada dalil yang mengharamkannya. Entah itu perbuatan atau tingkah laku, bisa juga berupa benda dan lain-lain.  

"asal dari segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya."[1]

 Asal suatu perbuatan terikat dengan hukum syara', bukan mubah atau haram. Para ulama' juga mengeluarkan rumusan tentang perbuatan manusia. Salah satu rumusan tersebut ialah Qowa'idul fiqh:

 "Hukum pelantara (media)  itu mengikuti hukum tujuannya"[2]

 Bukan mubah atau haram. intinya mengajak manusia berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan dengan cara menyesuaikan perbuatan tersebut pada hukum syara'. Dan pada dasarnya media sosial adalah tergantung pemanfaatannya. Kalau dimanfaatkan untuk perkara yang sia-sia dan hanya membuang-buang waktu, begitu pula jika media sosial digunakan untuk perkara yang haram, maka hukumnya pun menjadi haram.

  Jangan menganggap sepele hukum suatu perbuatan dengan menyatakan semua 'serba boleh' atau mubah. Dan juga jangan tergesa-gesa menolak suatu perbuatan dengan menyatakan haram. Yang benar adalah mencermati suatu perbuatan dengan sesama dan detile, setelah itu baru mengemukakan hukumnya, dan melakukan perbuatan seperti hukum yang ditemukan itu.

 Dengan demikian yang harus dimunculkan ketika seseorang akan memanfaatkan medsos adalah menyadari keterkaitannya dengan hukum syara', jangan berfikir bahwa karena hukum medsos halal, maka semua pemanfaatan medsos juga halal. Tidak seperti itu. 

Demikian juga jangan tergesa-gesa menyatakan haram, walaupun medsos itu digunakan untuk hal negatif. Ketika akan memanfaatkan medsos, ingatlah bahwa semua perbuatan, termasuk memanfaatkan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun