Mohon tunggu...
Yanna Uzlifa
Yanna Uzlifa Mohon Tunggu... -

Berpikir besar kemudian bertindak I Ilmu Komunikasi 2013

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duka Jakarta dan Kabar Divestasi Saham Freeport Hari Ini

15 Januari 2016   01:47 Diperbarui: 18 Januari 2016   13:57 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tragedi ledakan bom di wilayah Sarinah pada Kamis (14/1/2016) lalu, membuat siapapun masyarakat Indonesia tidak ingin tinggal diam. Semuanya angkat bicara, mulai dari politisi, pengamat intelejen, selebriti hingga netizen turut mengungkapkan duka cita nya kepada 26 korban ledakan di ibukota. Secepat terjadinya pengeboman di kawasan Sarinah, secepat itu pula arus informasi menyebar melalui berbagai media komunikasi.

Hingga hari ini, berita seputar tragedi pengeboman di Jakarta masih mendominasi pemberitaan baik media cetak, layar kaca maupun dunia maya. Mulai dari hujan broadcast peringatan di smartphone, ucapan belasungkawa para netizen, bincang selebriti yang turut pula mempublikasi testimoni publik figur Indonesia, hingga media berita yang mulai sesuka-sukanya menggiring opini menerka-nerka siapa dalang dibalik aksi teror itu. Muncullah segenap nama-nama kelompok yang katanya ekstrimis, fundamentalis, atau apalah itu namanya, di duga-duga oleh para pengamat intelejen sebagai sang pelaku. Tentu tak ada yang ingin ketinggalan memberitakan duka Indonesia hari itu. Ah biasa! Akan selalu begitu alurnya...

Namun, jika begini jadi teringat apa yang dikata sang Maxwelll Comb dan Donald Shaw tentang Agenda Setting-nya, “bahwa media massa mempunyai kemampuan untuk memindahkan wacana dalam agenda pemberitaan kepada agenda publik” katanya. Menyimak bagaimana tragedi enam ledakan pagi tadi menjadi sorotan utama seluruh media Indonesia, boleh jadi merupakan peluang bagi pihak-pihak berkepentingan untuk ‘mengalihkan isu penting’ yang juga terjadi pada beberapa hari kemarin. Sebagaimana asumsi Teori Agenda Setting, yang meyakini bahwa media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih pada salah satu isu, untuk membiarkan publik memilih isu mana yang lebih penting dibandingkan isu lainnya.

Tentu, saya tidak bermaksud mencederai dan menganggap remeh temeh tragedi pengeboman di kawasan Sarinah. Hanya saja, sungguh saya ingin mengajak kawan tercinta untuk menolak lupa tentang moment penting lain yang juga terjadi pada awal tahun ini.

Siapa yang ingat, jika hari Kamis (14/1/2016) adalah deadline divestasi saham freeport?

Dibandingkan berita tragedi pengeboman jakarta, pemberitaan Deadline Divestasi Saham Freeport beberapa hari ini, cukup sukar ditemui kabarnya di media-media nasional. Ya, menjadi wajar adanya, mengingat ledakan itu menyangkut kepentingan seluruh rakyat Indonesia, sementara Divestasi Saham Freeport hanya dimengerti oleh para penguasa.

Namun, sekali lagi kawan, sungguh saya ingin mengajak kawan tercinta untuk menolak lupa. Ditengah duka yang melanda Indonesia, marilah tetap awas dan kritis mengawal kebijakan pemerintah kita.

Jadi, mari kita pelajari!

14 Januari  2016 adalah hari terakhir ‘Deadlline’ divestasi saham freeport sebesar 10,64 % yang ditawarkan kepada pemerintah Indonesia. Berdasarkan berita yang dilansir metrotvnews.com, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerima penawaran divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) sebesar 10,64%, sebagaimana diungkapkan Menteri ESDM, Bambang Gatot Subroto, ketika konferensi pers di Balai Kartini kamis (14/1/2016). Namun, tentu kabar ini lebih tidak menarik dibandingkan perihal bom yang menggegerkan Jakarta beberapa hari yang lalu bukan?

Tak apa, mari tetap lanjut amati!

Nah, mengenai hal pemerintah yang dalam beberapa kabar pemberitaan mendesak PTFI untuk segera memberikan penawaran saham-nya, adalah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu kewajiban PTFI sebagai perusahaan yang melakukan aktifitas penambangan minerba untuk memberikan sahamnya kepada pemerintah sebesar 30 % dalam kurun waktu hingga tahun 2019.

Namun, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam menyikapi “Divestasi 10,64% Saham Freeport” yang ditawarkan kepada pemerintah Indonesia :

1.       Pro Kontra Keberaadaan Freeport di Indonesia

Siapapun tahu, bahwa Freeport memiliki keleluasaan dalam melakukan aktifitasnya sejak tahun 1967 di Indonesia. Dan semenjak itu pula, pro kontra masyarakat Indonesia menolak kebebasan dan hak Freeport mengelola tambang di Garsberg Papua hingga hari ini.  kekayaan alam yang seharusnya dinikmati oleh rakyat negeri hari ini, dengan angkuhnya dieksplorasi oleh perusahaan asing, dengan royalty yang tidak seberapa didapatkan. Apalagi, kemiskinan yang semakin merajai tanah papua begitu berbanding terbalik dengan kekayaan Freeport yang didapatkan dari bumi Papua. Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di kabupaten sekitar pertambangan mencapai 31%, di mana angka ini merupakan angka kemiskinan tertinggi di antara seluruh kabupaten  di Papua (Akhir, 2015). Sungguh ironis bagaimana kekayaan sumber daya alam di Papua tersebut justru dinikmati oleh orang-orang asing, sedangkan warga yang tinggal di daerah yang kaya tersebut banyak yang masih hidup dalam kemiskinan. Menjadi hal yang wajar jika hingga hari ini, Indonesia menuntut kedaulatannya atas tanah emas yang diinjak PTFI di Papua.

2.       Pelanggaran Kesepakatan PT. Freeport Indonesia di Indonesia

Perpanjangan MoU dengan Freeport, menunjukkan sikap kurang tegas pemerintah dalam menindak Freeport yang jelas-jelas tidak menunjukkan komitmennya selama ini dalam melaksanakan poin-poin yang telah disepakati. Sementara, masyarakat semakin meresahkan peluang terjadinya perpanjangan kontrak Freeport karena semakin meluasnya kerusakan lingkungan, dan eksploitasi kawasan pertambangan oleh Freeport yang telah merusak lingkungan dengan membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa. Selain itu, Freeport masih melakukan ekspor konsentrat yang secara finansial hanya menguntukan pihak mereka saja, dan menyalahi kesepakatannya dengan pemerintah Indonesia.

3.       Divestasi sebagai syarat perpanjangan kontrak karya PTFI di Indonesia

Freeport Indonesia pertama kali mengadakan perjanjian kokntrak karya dengan pemerintah Indonesia pada tahun 1967 yang diperbaharui pada 1991. Kontrak karya PTFI atau hak mengelola tambang di Grasberg Papua akan berakhir pada tahun 2021, tapi dapat diperpanjang 10 tahun sesuai kesepakatan. Sementara, pelepasan saham Freeport ke pemerintah merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan perpanjangan kontrak pertambangan Grasberg, Mimika, Papua. Lantas, apakah kewajiban PTFI melakukan divestasi saham 30% sebagaimana tertera dalam PP. No. 77 Th. 2014 merupakan salah satu langkah untuk melakukan perpanjangan kontrak karya pada 2021 esok? Nah, inilah kawan yang perlu bersama-sama kita kawal. Jangan sampai, pelepasan 30% saham PTFI kepada pemerintah Indonesia merupakan salah satu persyaratan perpanjangan kontrak Freeport pasca tahun 2021. Setiap kesepakatan dan kebijakan pemerintah kepada para investor dan perusahaan-perusahaan Asing di Indonesia harus selalu kita kaji, apakah benar-benar kebijakan itu untuk kesejahteraan rakyat? Ataukah hanya untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak yang berkuasa?

4.       BUMN butuh modal Rp. 15,42 Triliun untuk mendapatkan 10,64% saham PTFI. Uang darimana?

Menurut Simon Sembiring, pengamat pertambangan yang juga mantan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, dana yang diperlukan pemerintah jiika ingin menyerap 10,64% saham PTFI mencapai Rp. 15,42 Trilliun. Bila dibandingkan dengan pendapatan yang diterima negara dari PTFI, makan angka tersebut lebih dari dua tahun pendapatan pemerintah dari PTFI. Artinya, pemerintah harus mengorbankan waktu dua tahun penerimaan pendapatan dari PTFI untuk memiliki 20% saham PTFI. Itu saja tidak ada jaminan pemerintah mendapatkan deviden reguler, karena pemerintah Indonesia bukan pemilik saham mayoritas.

Sementara, Menteri BUMN Rini Soemarno dikabarkan akan mendorong dua BUMN, yaitu PT Aneka Tambang (ANTAM) dan PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) untuk mengambil saham yang dilepas dari Freeport McMoran Inc tersebut. Namun, menyimak kemampuan kedua BUMN tersebut untuk mengambil divestasi saham PTFI, dirasa cukup berat. ANTAM memiliki aset sebesar Rp 22,55 Trilliun per-Juni 2015. Apalagi, aset Inalum yang hanya Rp 13,56 Trilliun per akhir 2014, lebih kecil dibandingkan aset ANTAM. Sehingga, pertimbangan aset BUMN yang masih belum cukup kuat untuk mengambil alih saham PTFI, apakah sanggup dan tidak lagi akan menambah pinjaman?

5.       Kembali kepada amanat pasal 33 UUD 1945 

Kebebasan Freeport mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia dari tahun 1967 hingga hari ini, merupakan suatu bentuk ketidakberdayaan bangsa ini terhadap penegakan konstitusi-nya sendiri. Terang dibunyikan dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3 bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” dan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Mahkamah Konstitusi, kedua ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa rakyat Indonesia secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Hartono, 2011).

Maka, sudah seharusnya pengelolaan tambang Garsberg, yang merupakan tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia, dipegang dan dikendalikan oleh negara untuk kepentingan rakyat sebagaimana amanata pasal 33 UUD 1945. 

Kewajiban divestasi saham yang dilakukan PT Freeport Indonesia konon kabarnya merupakan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengambil alih secara bertahap kekayaan alam yang ada di tangan perusahaan-perusahaan minerba asing yang beroperasi di Indonesia. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Franky Sibarani, sudah selayaknya PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai BUMN pertambangan Indonesia mengambil jatah saham yang akan dilepas PT. Freeport Indonesia. Selain dinilai sudah mampu dari segi pendanaan, ANTAM juga dianggap sudah berpengalaman dalam pengolahan mineral untuk mengambil alih Freeport nantinya. Pemerintah harus mengantisipasi batas waktu kontrak Freeport yang akan habis pada tahun 2021 mendatang. Sisa waktu enam tahun harus benar-benar dimanfaatkan pemerintah untuk menyiapkan segala sesuatu guna mengakuisisi saham Freeport yang akan dilepas. (Nashrillah, 2015). Peran kita tentu sangat penting dalam mengawal kontrak kerja pemerintah Indonesia dengan Freeport. Jangan sampai, kewajiban divestasi saham tersebut menjadi peluang bagi Freeport untuk memperpanjang lagi kontrak karya yang berakhir pada 2021 mendatang.

 

Hidup Rakyat Indonesia! Merdeka!

 

Diitulis juga di : http://sketsakecilku.blogspot.co.id/2016/01/tentang-duka-jakarta-hari-ini-dan-duka.html

 

Referensi :

Littlejohn, StephenW., 2008. Theories of Human Communication (terj), 9th edition. Belmount: Wadswot

McQuail, Denis. 1996. Mass Communication Theory (terj). Jakarta: Erlangga

Subiakto, Henry. dan Rachmah Ida. 2012. Komunikasi, Poltik, Media dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 

http://www.bareksa.com/id/text/2015/10/20/antam-dari-mana-uangnya/11711/analysis

http://www.bareksa.com/id/text/2015/10/20/bila-freeport-indonesia-ipo-mampukah-investor-lokal-menyerap/11706/news

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/01/14/211654/deadline-hari-ini-freeport-sudah-tawarkan-divestasi-saham-10-64

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/01/14/211687/pemerintah-akan-valuasi-tawaran-divestasi-freeport

http://www.bareksa.com/id/text/2015/10/23/divestasi-freeport-mengorbankan-dua-tahun-setoran-ke-pemerintah/11749/analysis

http://www.antaranews.com/berita/539873/enam-ledakan-diduga-bom-guncang-jakarta-pusat

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/01/13/470146/freeport-tak-mau-komentar-soal-berakhirnya-tenggat-wakt

http://bem.feb.ugm.ac.id/dilema-kerja-sama-pt-freeport-indonesia-dengan-pemerintah-indonesia/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun