Our Shining Day | 2017 | 1h 43m
Genre : Drama, Music | Negara: China |
Pemeran: Lulu Xu, Yuchang Peng, Mingjie Luo, dll
IMDB : 6.8/10
Kesempatan bersinar diberikan kepada semua orang. Namun, seringkali terdapat fenomena dimana seseorang merasa lebih baik dan merendahkan orang lain.
Selain itu, dengan perkembangan jaman dan masuknya budaya -- budaya baru ke dalam suatu daerah/negara secara tidak disadari akan mempengaruhi budaya lama yang ada di tempat tersebut.
Generasi muda mulai kehilangan minatnya pada hal yang berbau tradisional, mereka lebih tertarik pada hal -- hal baru. Hal tradisional dianggap ketinggalan jaman dan tidak keren. Padahal hal -- hal tersebut merupakan identitas dari daerah tersebut yang harus dibanggakan dan dilestarikan.Â
Permasalahan ini yang kemudian diangkat menjadi tema dari Film Our Shining Day, dimana murid musik tradisional yang direndahkan mencoba untuk mengambil kembali kejayaannya dengan murid musik klasik yang terus dibangga-banggakan dan merasa lebih baik dari mereka.
Di sebuah sekolah musik terdapat dua kejuruan yaitu, musik modern/klasik dan musik tradisional. Namun, terlihat perbedaan yang nyata antara keduanya.Â
Selain ruang kelas mereka yang berada di sisi sekolah yang berbeda, pakaian yang mereka kenakan juga berbeda. Murid klasik lebih terlihat rapi dengan kemeja/vest yang mereka gunakan.Â
Sedangkan murid tradisional menggunakan cardigan/sweater sebagai seragam sekolah mereka. Perbedaan karakter antar kedua jurusan ini membuat mereka tidak akur. Perkelahian fisik antar dua jurusan ditampilkan sebagai pembuka dari adegan film ini.
Di tengah keributan dan pertikaian yang terjadi antara dua jurusan tersebut. Chen Jing (Xu Lu) pemain Yangqin tidak sengaja mendengar alunan piano dari ruang latihan di ujung wilayah musik klasik.Â
Dirinya pun terpaku menatap pemain piano tersebut melalui pintu. Terdapat getaran di hati Chen Jing, hari itulah awal dirinya tergila -- gila pada pemain piano tersebut.Â
Meskipun Li You (Peng Yuchang) sahabatnya mengajaknya berbicara, Chen Jing tidak menghiraukannya. Hingga salah satu temannya melemparkan instrument sejenis simbal yang mengenai tombol peringatan kebakaran yang berada tepat disebelahnya. Mendengar alarm kebakaran yang berbunyi, semua anak berhamburan.
Sejak kejadian perkelahian tersebut, di wilayah jurusan tradisional dibuatkan pagar besi yang menjadi pembatas. Pagar tersebut di kunci dan jurusan tradisional menjadi seperti di dalam penjara. Terdapat guru yang selalu berkeliling untuk memantau aktivitas dari murid tradisional.Â
Suatu ketika, Chen Jing dan Li You sedang makan diruang latihan, sedangkan terdapat peraturan yang melarang untuk makan di ruang latihan. Akhirnya seorang guru menangkap basah mereka. Mereka pun dipanggil ke podium saat pidato dari kepala sekolah mereka.
Kelas classic akan mengadakan pertunjukan di Zhongsan Hall dan meminta perwakilan dari kelas tradisional untuk menjadi petugas yang membantu membalikkan halaman partiture dari pemain piano, Wang Wen. Chen Jing mengajukan dirinya untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut demi dapat bertemu dengan Wang Wen.Â
Selama pertunjukan berlangsung, Chen Jing membayangkan dirinya bermain Yangqin di hadapan Wang Wen. Setelah acara selesai, Chen Jing memberanikan dirinya untuk menyatakan perasaannya pada Wang Wen.Â
Namun, Wang Wen menolak perasaan tersebut. Dirinya tidak menganggap Yangqin sebagai suatu instrument, dirinya pun berencana untuk belajar piano di luar negeri, sehingga tidak ingin perjalanannya diganggu dengan hal -- hal yang tidak penting.
Sejak kejadian itu, Chen Jing merasa kesal karena dirinya menganggap bahwa Piano dan Yangqin memiliki akar yang sama. Bahkan hal ini membuat Chen Jing berniat untuk memperkenalkan Yangqin kepada Wang Wen.Â
Chen Jing memutuskan untuk bergabung di Chinese Music Ensemble, tetapi ternyata grup tersebut telah dibubarkan. Chen Jing kemudian berencana untuk membentuk ansamblenya sendiri dengan merekrut anak -- anak tingkat 1 di sekolahnya.Â
Namun, tidak ada satupun dari mereka yang ingin mendaftarkan diri. Hingga Li You menyarankan untuk merekrut anak asrama yang tinggal di kamar nomor 502 dan terkenal dengan obsesinya dengan dunia 2D.
Chen Jing memberanikan diri untuk mendatangi mereka. Saat memasuki kamar tersebut, Chen Jing disambut dengan dekorasi kamar yang dipenuhi barang -- barang warna warni dan dua orang Wanita, Beibei dan Tata yang berpakaian lolly sedang melakukan live stream game. Salah satu orang lagi, Ying Zi, berbicara hanya dengan menggunakan handphonenya dan amat tertutup.Â
Satu orang lagi amat misterius, Xiao Mai, yang tinggal dibalik tirai tempat tidurnya. Setelah mengalami penolakan dan diusir dari dalam kamar tersebut, Chen Jing mengeluarkan jurus mautnya. Dirinya menawarkan untuk membelikan mereka Garage Kit, jika mereka ingin bergabung dalam ansemble tersebut.
Mendengar kata -- kata "garage kit", 4 orang tersebut akhirnya menunjukkan ketertarikannya. Tanpa mengetahui harga dari garage kit tersebut, Chen Jing menawarkan akan memberikan masing -- masing dari mereka garage kit sesuai dengan pilihannya setiap minggunya. Akhirnya penawaran Chen Jing diterima.Â
Setelah berkumpul bersama, ansemble itu terbentuk dengan nama 2.5 Dimension yang berarti penggabungan antara dunia 2D dengan 3D. Masalah selanjutnya adalah mereka tidak memiliki tempat latihan.
Setelah mencari kesana kemari akhirnya mereka merayu penjaga tempat latihan di sekolahnya untuk dapat mempergunakan tempat latihan tersebut.Â
Penjaga sekolah memperbolehkan dengan syarat latihan dilaksanakan malam hari setelah murid klasik selesai berlatih dan harus bersedia mengiringi penjaga untuk bernyanyi.
Hubungan mereka pun semakin dekat, terutama setelah Chen Jing menolong Ying Zi dari bulian murid klasik. Li You tidak sengaja menemukan cincin Xiao Mai dan ternyata Xiao Mai adalah Lightning Finger, seorang streamer yang terkenal dengan kelihaiannya dalam bermain Guzheng.Â
Li You begitu senangnya ketika menyadari hal tersebut, karena dirinya merupakan penggemar berat dari Lightning Finger. Setelah menyadari bahwa ke 4 orang tersebut memiliki kemampuan di atas ekspektasinya, Chen Jing berharap bisa bergabung dengan mereka.Â
Namun, Chen Jing memiliki keterbatasan dalam pengetahuan mengenai sejarah musik cina. Sehingga tidak dapat dengan mudah bergabung dengan mereka. Visi dan cara mereka memandang musik cina masih berbeda.
Chen Jing memutuskan untuk mencoba mempelajari kesukaan dari anggota tim 2.5 Dimension. Dengan bantuan Li You yang juga ternyata seorang otaku, Chen Jing mulai membaca berbagai banyak komik dan buku sejarah musik cina.Â
Pengetahuan Chen Jing pun terus meningkat dan mereka pun terus mengadakan latihan seperti biasanya. Hingga Xiao Mai menyampaikan berita bahwa dirinya diundang untuk tampil di ACG Convention. Melihat kesempatan tersebut, Xiao Mai mengajak mereka untuk turut tampil dalam acara tersebut.
Hari yang ditunggu pun tiba, mereka akhirnya tampil di acara tersebut. Namun, karena alat musik yang mereka bawa, para penonton tidak tertarik untuk menonton dan memilih untuk pergi.Â
Meski penonton yang bersedia tinggal hanya sedikit, mereka tetap mencoba menyajikan permainan terbaik. Ternyata permainan mereka dapat memukau para penonton.Â
Penonton yang sebelumnya meninggalkan tempat tersebut, kembali dan ikut dalam kemeriahan permainan mereka. Tanpa mereka sadari, penampilan mereka menjadi viral di sosial media dan membuat mereka terkenal.
Video viral mereka tidak membuat semuanya berakhir indah, tidak juga serta merta secara otomatis mengangkat derajat musik tradisional di sekolahnya. Masih banyak hal yang selanjutnya terjadi tanpa di duga.
Pertemuan Musik Tradisional dengan Modernisasi
Sebuah kombinasi yang apik ditunjukkan dalam film ini dengan mengangkat tema dengan menggabungkan musik tradisional China dengan komponen -- komponen modern. Kombinasi tersebut membuat musik tradisional kembali mendapatkan ketertarikan dari generasi muda.Â
Film ini menurut saya ingin memperlihatkan bahwa musik tradisional juga tetap dapat dibanggakan. Namun, entah mengapa penulis cerita memberikan perbedaan yang begitu signifikan antara musik tradisional dan musik klasik. Dengan mengambil lokasi sekolah musik, perbedaan tersebut digambarkan dari murid -- murid disana.
Murid musik tradisional digambarkan sebagai sekumpulan anak muda yang sulit untuk di atur, berpakaian tidak begitu rapi, dan selalu membangkang. Sikap para guru kepada mereka juga seperti merendahkan seakan mereka dianggap tidak begitu pintar. Sehingga sikap murid klasik kepada mereka pun seakan merendahkan.Â
Bahkan ruang belajar mereka berbeda dengan ruangan belajar murid klasik. Terlihat diskriminasi yang signifikan di sekolah tersebut. Hingga terdapat rencana sekolah untuk menutup kelas tradisional dengan tidak menerima murid di tahun ajaran ke depannya.
Sedangkan murid klasik digambarkan sebagai sekelompok anak muda yang memiliki ambisi yang tinggi dan condong menjadi sombong. Merasa diri mereka lebih baik dan lebih mulia dibandingkan murid tradisional.Â
Selain itu, pihak sekolah juga memperlakukan mereka dengan amat baik. Segala fasilitas diberikan kepada murid klasik, dari ruang belajar, ruang latihan, dan kesempatan untuk menampilkan pertunjukan mereka di depan umum.
Cerita dimulai dengan adanya rasa suka antara seorang pemain Yangqin (tradisional) dengan pemain piano (klasik). Ketika perasaannya ditolak karena dianggap memainkan alat musik yang tidak terkenal. Cheng jing berusaha membuat Wang wen mengenal Yangqin dengan membentuk tim musik dan tampil di acara musik.Â
Alur kemudian berubah menjadi permusuhan antar kelompok murid klasik dan tradisional secara keseluruhan. Dipicu dari pernyataan cinta kedua kalinya oleh Chengjing di hadapan seluruh sekolah berakhir dengan penolakan kembali. Pada saat itu murid klasik yang menghina murid tradisional akhirnya memicu api amarah.
Namun, saya merasa adanya ketidak-konsitenan pada tokoh utama 'Chen Jing'. Pada awal cerita, Chen Jing merasa begitu bangga dengan alat musik yang dimainkannya 'Yangqin' dan mencoba untuk menunjukkan kepada Wang Wen keunggulan dari alat musiknya.Â
Selain itu, diperlihatkan bahwa dirinya begitu mencintai alat musiknya hingga mengetahui sejarah dari alat musiknya. Namun, di pertengahan cerita dirinya menyerah begitu saja pada alat musiknya hanya karena ditolak cintanya untuk kedua kalinya. Chen Jing juga tidak begitu memahami mengenai musik tradisional.
Tokoh utama juga menjadi kabur saat tim musik tradisional dibentuk bersama dengan 4 gadis otaku. Dimana salah satu gadis tersebut merupakan pemain Guzheng, Xiao Mai, terlihat lebih dominan dan mencolok sepanjang jalan cerita.Â
Tokoh utama hanya terlihat seperti tokoh pembantu. Satu -- satunya kisah Cheng Jing terlihat menjadi tokoh utama adalah hanya saat kisah cintanya dengan pemain klasik yang membuka jalan cerita.Â
Namun, setelah itu Xiao Mai menjadi tokoh yang dominan dalam cerita tersebut. Terlihat saat dirinya memiliki andil yang besar dalam setiap kegiatan.Â
Pengambilan gambar juga lebih banyak berfokus pada Xiao Mai dan alat musiknya. Peletakan Xiao Mai saat tampil pun lebih terlihat mencolok dari pada tokoh utama. Padahal tujuan awal cerita adalah untuk memperkenalkan Yangqin sebagai instrument musik.Â
Inilah yang menurut saya amat disayangkan dan membuat kisah menjadi tidak konsisten. Sehingga menurut saya jika penulis cerita dapat lebih konsisten dalam cerita yang ditampilkan akan menjadi lebih menarik.
Hal yang menarik dari para tokohnya adalah totalitas mereka dalam memainkan alat musik tradisional tersebut. Sehingga permainan musik di dalam film tersebut terlihat nyata bukan hanya pura -- pura. Xu Lu sebagai pemain Yangqin, mempelajari Yangqin 3 bulan sebelum syuting dilaksanakan dan masih terus belajar memainkannya di sela - sela syutingnya.Â
Liu Yongxi sebagai pemain Guzheng ternyata juga merupakan pemain Guzheng pada dunia nyata dan telah mempelajari Guzheng sejak umur 6 tahun. Sehingga tidak heran penampilan mereka cukup memukau ketika memainkan alat musik tersebut.
Adegan menarik lainnya, saat penampilan terakhir dari tim tradisional dimana dalam penampilan mereka itu dilengkapi dengan animasi 4D yang juga dipertunjukkan.Â
Animasi tersebut memperlihatkan bahwa permainan musik tradisional juga dapat dimodernisasi untuk mengikuti perkembangan jaman. Pesan itulah yang saya dapat dari menonton film ini.Â
Musik tradisional adalah bagian dari budaya yang harus kita lestarikan. Jangan sampai budaya yang masuk menghancurkan budaya yang sudah ada. Jika budaya yang ada tidak dijaga, maka budaya tersebut akan musnah.Â
Adaptasi dengan menambahkan unsur -- unsur modern tanpa mengubah nilai dasar dalam suatu budaya tradisional menurut saya adalah jalan terbaik agar bisa bertahan dengan jaman. Perubahan jaman bukan suatu hal yang dapat di elakkan, maka jalan keluarnya adalah beradaptasi.
Film ini memiliki jalan cerita yang ringan, penampilan -- penampilan musik yang bagus, terdapat beberapa komedi yang juga ditampilkan dalam film ini terlihat dari beberapa dialog yang ada.
Sehingga cocok bagi para sineas yang mencari film yang tidak begitu berat untuk ditonton dan dinikmati bersama dengan semangkuk popcorn dan minuman soda.Â
Selain itu juga film ini patut untuk diperhitungkan untuk masuk ke dalam daftar tontonan atas prestasi yang dimilikinya. 11 Kemenangan atas 20 Nominasi yang diberikan di berbagai ajang penghargaan tahun 2017 -- 2018 bukan sesuatu yang dapat dikesampingkan.
Pada tahun 2017 penghargaan yang diterima antara lain, (1) 14th China Movie Channel Media Award - Best New Actress, Best Film, Best New Director, Best Screenwriter, Best Supporting Actress, (2) Tencent Star Awards - Breakthrough Film Actress, (3) New Era Film Festival -- Best Actress (4) Shanghai International Film Festival - Best Feature, Best Female Newcomer, Best New Director, Best Screenplay, Best Female Supporting Role (5) Chinese Young Generation Film Forum -- Special Jury Prize. Pada Tahun 2018, 14th Chinese American Film Festival, Golden Angel Award -- Best New Actress.
=====
My Rate : 7/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H