Belakangan ini marak isu terkait dengan penghapusan ujian nsional yang disampaikan oleh Mas Mendikbud.
Penulis mengutip pernyataan Mas Mendikbud dari DetikNews, 11 Des 2019, bahwa UN akan berkahir tahun 2020 program pengganti UN akan berlaku mulai 2021. Artinya, akan ada skema baru terkait dengan UN tersebut.Â
Dalam kesempatan ini, penulis ingin berbagi telaah tentang hal tersebut.
Dulu, penulis pernah mencermati hal ini, khususnya tema tentang, apa yang salah dengan UN?Â
Menurut hemat penulis, kekeliruan pertama yang sangat mendasar adalah UN dijadikan sebagai faktor penentu kelulusan. Sehingga, arti seorang peserta didik, seolah-olah ditentukan oleh "nilai UN".Â
Sejak lahir, tahun 2004, telah terjadi banyak perdebatan. Bahkan, pernah MA menolak kasasi yang diajukan pemerintah terhadap keputusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi terkait UN ini.Â
Ketika UN menjadi faktor penentu kelulusan, maka fungsi evaluasi terabaikan. Pakar evaluasi, Stuflebeam menyatakan bahwa evaluation is not to proof, but to improve.
Secara sederhana, UN itu bukan untuk memvonis peserta didik, tapi instrumen untuk memperoleh informasi/feedback untuk meningkatkan proses pendidikan.Â
Padahal, permasalahan ini telah terjadi di tahun 1960an. Hilda Taba (1962), penulis buku "Curriculum Development: Theory and Practice" menyatakan bahwa ada perbedaan antara "evaluation dan marking".
Ia menjelaskan bahwa menganggap evaluasi sebagai upaya memberi nilai (marking) adalah pemahaman paling sempit tentang makna evaluasi yang sebenarnya. Jadi, fungsi UN bukan bukan hanya sekedar "marking" tapi fungsi evaluasi.Â
Dengan demikian, UN sedianya bukan hanya sekedar upaya memberikan tes (ujian) dan nilai (marking). Lebih jauh, UN berfungsi memberikan klarifikasi proses belajar mana yang berhasil dan bagian mana yang tidak berhasil.