Terhitung 16 tahun perjalananku menulis puisi. Puisi pertamaku ditulis di sebuah buku catatan khusus dengan keinginan kuat, Ingin menjadi penyair besar seperti Chairil Anwar!
Menulis puisi di mana saja, kapan saja
Sebelumnya saya adalah pembaca. Bermula dari membaca kisah di buku majalah anak-anak, komik, cerita legenda, dan cerita anak-anak lain yang da di perpustakaan sekolah sewaktu masih Sekolah Dasar.Â
Ketertarikan pada puisi bermula pada puisi Aku karya Chairil Anwar memang, selanjutnya jadi rajin meminjam buku-buku sastra dan buku puisi. Itu juga dipicu kesukaanku pada pelajaran Bahasa Indonesia dan cerita-cerita yang disampaikan guru Bahasa Indonesia.Â
Beberapa kali juga mendengar selentingan diskusi teman membahas novel yang satu dengan yang lain, Buku karya si X lebin sastra dibandingkan buku di Y ya?
Lembar demi lembar menghiasi buku catatatan. Tak hanya itu, coretan-coretan tentang kegalauan hati juga tercurah di lembar apa saja, termasuk buku pelajaran. Sampai akhirnya saat masuk Sekolah Menengah Atas, aku dikenal sebagai orang yang suka menulis puisi. Memang.Â
Penilaian orang-orang, Bagus! Apakah pujian-pujian teman membuat saya puas? Tidak. Saya terus belajar dari banyak orang dan ya kadang puas kadang ingin menyerah karena pencapaiannya tidak sesuai dengan harapan.Â
Waktu diklat jurusan, saya sempat ditanya sudah menulis puisi seberapa banyak? Tak terhitung. Ada beberapa tumpuk buku catatan yang semuanya berisi puisi, baik puisi panjang atau pun pendek. Meski catatan-catatan itu sudah hilang entah ke mana. Juga, hampir semua media sosial saya dihiasi oleh puisi-puisi, juga cerita singkat.
Oh ya saya juga menulis beberapa cerpen sampai ke novel. Eksekusi untuk novel memang tidak semudah saat membuat cerita pendek atau puisi.
Saya bisa menulis 10 puisi dalam sehari tapi tidak bisa menulis 10 cerpen dalam sehari, apalagi novel. Sampai pada akhirnya saya terbitkan juga dua buku kumpulan puisi tunggal di penerbit indie, Pedas Publishing dan Penerbit Rose Book.
Juga sempat ikut baca puisi di beberapa kesempatan, mulai dari rutin baca puisi di acara Sunday Sharing di Kantor Detik, baca puisi di acara pameran lukisan, diundang kementerian kesehatan, dan lain-lain. Seru sih.
Mengembangkan keterampilan menulis dengan ikut workshop kepenulisan
Saya sering sekali ikut workshop kepenulisan sampai diskusi tentang itu bersama teman-teman. Ada banyak hal yang saya dapatkan sampai akhirnya saya aplikasikan dalam tulisan saya.
Tak ingin melewatkan kesempatan, saya pun ikut Workshop Pelatihan Menulis dan Tour ke Pulau Maju yang diadakan CLICKKompasiana bekerjasama dengan Persatuan Penulis Indonesia (PPI) DI Graha Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (2 Agustus 2019).
Menulis baginya adalah obat dan cara untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari dalam bentuk tulisan. Ada banyak hal yang bisa diangkat dan ia percaya pada pakem sastra zaman dulu, bukan yang populer, di mana kaidah-kaidahnya cukup tegas.
Fanny banyak belajar dari kehidupan dan tulisan-tulisan yang ia baca, misalnya koran Kompas yang tiap minggu menghadirkan karya sastra berupa puisi dan cerita pendek dari kontributor.
Tulisan-tulisan di surat kabar sering ia jadikan patokan untuk menulis, juga sebagai tambahan ilmu tentang, gaya tutur penulis lain, gaya bahasanya, cara menulis, penggunaan diksi, dan bagaimana penulis-penulis itu berimajinasi dengan kata-kata.
Selain penulis, Fanny adalah wartawan dan redaktur kelahiran Bima, Nusa Tenggara Timur. Kecintaannya pada fiksi sudah muncul sejak remaja dan ia menuangkan dalam tulisan. Kemudian dimuat di berbagai media, Menurutnya, tulisan harus dimuat di media agar tahu pencapaiannya. Kalau hanya dimuat di media sosial, pencapaian kita tidak terukur. Ukurannya hanya like dan komentar, katanya.
Memang, cerita tanpa imajinasi penulis jadi terasa hambar. Penggambaran lokasi misalnya, kalau dijelaskan dengan biasa saja, pembaca tidak akan menangkap suasana apa yang sedang dirasakan penulis saat itu.
Sesederhana itu memang membuat cerita yang bisa dirasakan oleh semua orang karena memang merupakan hal sehari-hari yang kita alami. Ya, meski buat sebagian orang menulis cerpen tidak sesederhana itu juga sih. Ahahah
Dalam workshop itu tidak hanya diceritakan tentang menulis fiksi sih, tapi ada juga narasumber lain yang bercerita tentang kehidupan blogger dan asyiknya menulis tentang ekonomi.
Karena saya lebih fokus pada sastranya. Sharing cerita lain tentang seluk beluk drama blogger, asyiknya menulis tentang ekonomi, dan tur ke Pulau Maju bisa cek label clikkompasiana atau clickppitmii ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H