Emha juga bercerita, bahwa dalam sebuah pengajian Padhang Mbulan yang dipimpinnya, ada seorang kawannya dari luar negeri yang kebetulan Atheis. Dia lalu di daulat untuk berbicara di forum tersebut. Mereka bernyanyi bersama, tertawa bersama, dan diskusi bersama dalam kehangatan kemanusiaan yang sangat mesra. Yang Islam tidak kehilangan Islamnya, dan yang Atheis tidak kehilangan ke-Atheis-annya.
Dari keseluruhan tulisannya di buku kecil ini, menurut saya : Emha adalah seorang yang sangat senang mengakrabi makna-makna kemanusiaan. Atau seperti kata-katanya : kesejatian kemanusiaan.***
Kemudian hari menjadi semakin siang setelah itu, saya berubah menjadi makhluk biologis, kemudian mengantar lambung ke warung nasi. Hujan sudah reda, tinggal wanginya saja yang tersisa, dan bulir-bulir air di pucuk daun mangga. Di siang yang sejuk itu, di awal tahun yang baru saja berganti, dia entah sedang apa, dan ketidaktahuan bukan alasan untuk tidak merasa rindu. Dan tiba-tiba saya ingat Mocca :
“its 10 pm and your late again
and i can understand what kept you so long
now look at you
wearing that shirt again
dont you realize how ugly that thing isbut even so
i love you anyway
no matter how things have gone
you always have me.” [ ]