Mohon tunggu...
Irfan Teguh
Irfan Teguh Mohon Tunggu... -

tukang bikin kopi di ngopijakarta.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

I Love U Anyway

14 Oktober 2011   11:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:57 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang aktivis, rumah Soekarno kerapkali didatangi oleh para mahasiswa, wartawan, karyawan, dan elemen pergerakan lainnya untuk membicarakan strategi perlawan terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Dan oleh sebab itulah, Inggit kerapkali “direpotkan” dengan urusan ini-itu untuk sekedar menjamu tamu-tamu suaminya. Inggit melihat suaminya yang lebih muda itu, sebagai sosok seorang pemimpin masadepan yang akan menjadi pelopor kebangkitan bangsanya, oleh karena itu dia bantu sebisa mungkin setiap kebutuhan yang akan melancarkan cita-cita perjuangan Soekarno muda.

Ketika Belanda mulai merasa terancam oleh sepak terjang Soekarno, maka dia ditangkap dan dijebloskan ke penjara Sukamiskin. Romantika perjuangan dan kecintaan Inggit pada suaminya dilukiskan oleh Ramadhan K.H (penulis buku ini-sekarang sudah alm) dengan cukup baik. Inggit banting tulang berjualan untuk membiayai suaminya yang sedang di penjara. Dia berjalan kaki dari Ciateul ke Sukamiskin untuk menengok Soekarno sambil membawa makanan. Waktu Soekarno dibuang ke Bengkulu, Inggit pun ikut ke sana. Ikut merasakan keprihatinan hidup di pembuangan sebagai tahanan politik Belanda. Dan di episode-episode perjuangan Soekarno yang lain, Inggit setia menemaninya.

Kisah percintaan di tengah gejolak revolusi itu harus berakhir ketika Soekarno meminta ijin kepada Inggit untuk menikah lagi, karena selama ini pernikahannya dengan Inggit belum kunjung berhasil menghadirkan seorang anak. “Teu sudi kuring mah dimadu, leuwih alus balikkeun we ka kolot kuring” (saya tidak mau dimadu, lebih baik kembalikan saja saya kepada orangtua saya), jawab Inggit dengan nada bicara yang getir. Inggit mengantarkan Soekarno hanya sampai pintu gerbang kemerdekaan.

“Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan”, demikian kata Inggit, mengantar kepergian Soekarno ketika mereka berpisah. Episode kisah ini seperti sebuah pohon kecil di taman luas sejarah Indonesia. Dan penulisan sejarah mainstream, sangat jarang mengangkat pengabdian seorang perempuan asal Ciateul ini. Apakah sejarah hanya berpihak pada orang-orang besar saja?.***

[KAFIR LIBERAL : Emha Ainun Nadjib]

Buku bersampul merah ini ukurannya cukup kecil, mirip sebuah buku saku atau surat Yasin yang sering dibawa-bawa orang ke kuburan. Ini adalah kumpulan catatan Emha Ainun Nadjib selama dia melakukan perjalanan keliling dunia, bersama rombongan gamelan Kiai Kanjeng. Emha memang cukup produktif dalam menulis, dan yang menarik dalam tulisannya adalah seringkali dia melontarkan ungkapan-ungkapan yang mendobrak kejumudan dan kemandegan. Buku-buku anasir kebudayaannya kerapkali “menggelitik” pikiran-pikiran mainstream.

Dalam buku ini Emha menulis tentang kemesraan kemanusiaan yang tidak dapat disekat oleh batas-batas agama, ideology, dan keyakinan. Dia seperti ingin menjelaskan tentang makna pluralisme. “Meskipun kata manis itu hanya satu, tapi kita bisa membedakan mana gethuk, mana pisang goreng, mana wingko, dan mana kue bolu. Rasa mereka berbeda-beda, tapi tetap dalam satu frame rasa manis”, begitulah kira-kira ilustrasinya. “Kalau kerbau jadilah sebagai kerbau, kambing jadilah sebagai kambing, dan sapi jadilah sebagai sapi. Kerbau dan kambing tidak boleh ikut-ikutan menjadi sapi, meskipun sama-sama makan rumput”.

Dalam sebuah lawatan ke Italia, dan waktu itu Paus Paulus Yohanes baru saja meninggal, seorang kawannya ada yang mengirim sms, kurang lebih begini komunikasi lewat ponsel itu :

Kawan : “Takziah Paus niyeee..”

Emha : “Semua ciptaan Allah harus kita hargai,

termasuk ayam yang mati di depan rumah kita. “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun