“Aku juga ingin menulis sebuah cerita tentang perawan, sayang.”
"Hanya itu saja alasannya?." Dia terus mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdengar seperti protes. Dia juaga sempat bertanya kenapa harus dia yang jadi tokohnya. Kenapa tidak Sigi atau Iryani. Saya jawab, mereka berdua masih terlalu muda. Emosinya masih belum stabil, masih seperti api yang berkobar, dan perlu usaha ekstra untuk meredakannya. sedangkan dia, Olva, lebih tenang daripada mereka. Sekali lagi aroma biru terpancar dari dirinya.
Cukup sampai di sana?. Jelas tidak. Dia juga bertanya ihwal pemantik awal yang membuat saya ingin menulis cerita itu. Lalu saya jelaskan, setidaknya ada tiga poin yang saya jelaskan padanya :
1. Baru-baru terdengar kabar dari kampung, bahwa ada seorang tetangga yang anak perempuannya berkhianat kepada kepercayaan orangtua. Telah tiga bulan rahimnya diduduki oleh benda yang terbentuk dari pertemuan ovum dan sperma. Sementara semua orang tahu, dia belum menikah. Lalu apa ini namanya?. Bukankah dia telah menyemburkan ludah ke muka orangtuanya?. Anak itu diusir dengan amarah dan airmata. Kiamat datang lebih awal di rumah keluarga itu.
2. Seorang kawan punya kakak perempuan, dan dia bercerita. Kakaknya itu pernah berada pada kondisi kurang nyaman, di usianya yang telah menginjak 33, dia belum juga berumahtangga. Lalu datanglah pangeran kodok tanpa menunggang kuda putih ke haribaannya. Orangtuanya mendesak secara halus untuk menerima pinangan itu. Meskipun dia tidak menyukai pangeran kodok, tapi dengan banyak pertimbangan, akhirnya diterima juga pinangan itu. Lalu perahu rumahtangganya dihantam badai bertubi-tubi. Perahunya oleng, terapung-apung di lautan maha luas.
3. Seorang kawan baru di jejaring sosial pernah menulis puisi atau mungkin do'a di note facebooknya. Begini tulisnya :
(Kiriman dari Seseorang)
Thank God, untuk ...
Kemerdekaan menjalani hidup
Keleluasaan mengejar karier
Waktu melimpah untuk hang-out