Mohon tunggu...
Irfan Teguh
Irfan Teguh Mohon Tunggu... -

tukang bikin kopi di ngopijakarta.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perawan Tua di Sarang Stigma

31 Oktober 2011   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:15 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekali ini, di sebuah sore yang sepi, saya bertanya kepada Olva, “Sayang, kamu mau gak jadi tokoh rekaan dalam cerpenku?.”

Dia tak menjawab, mungkin kesal karena saya panggil ‘sayang’. Tapi tak lama kemudian ada suara dari mulutnya, “Mau aja, tapi tokoh apa dulu?.”

Kini giliran saya yang tidak langsung menjawab. Saya sedikit ragu, takut dia meledak. Tapi di sisi lain saya yakin, saya telah mengenalnya cukup lama, jadi pasti tidak akan apa-apa. Lalu saya jawab, ‘Jadi perawan tua.”

“Apa?!!,” dia menjawab sengit. Saya salah perhitungan.

“Bung, kamu tak berubah ya, masih tetap seorang looser. Pecundang!!.” Mulutnya berubah menjadi senapan mesin.

“Dengar dulu, sayang,” saya mencoba menenangkan. Garis mukanya masih bernama naik pitam.

“Dengar apa?!,” nadanya masih tinggi.

“Kamu gak kangen jadi tokoh dalam tulisanku lagi?. Dulu kan kamu sering muncul di ceritaku. Aku selalu membangunmu dengan wajah cantik, rambut sebahu, dan berbaju biru. Aku rekatkan namamu dalam belasan episode cerita, dalam bahasa yang penuh sanjung puja. Apakah kamu tidak merindukan semuanya itu, sayang?.”

Dia terdiam. Menghela nafas, lalu melepaskannya perlahan. “Kenapa ga kamu aja tokohnya. Maksudku, kenapa ceritanya tidak tentang bujang lapuk saja. Kenapa mesti tentang perawan tua?.”

Saya sudah memprediksi, pasti arah pertanyaannya akan ke sana. Tapi saya pun sudah mempersiapkan jawabannya. “Olva, dulu kita pernah sama-sama membaca buku ‘Anak Perawan Di Sarang Penyamun’ karangan Sutan Takdir Alisjahbana, lalu belum lama kita juga telah membaca buku “Perawan Di Sarang Militer” karangan Pramoedya Ananta Toer. Mereka, kedua penulis buku itu tidak tertarik untuk bercerita tentang bujang, tapi selamanya tentang perawan, sayang.”

“Lalu apa hubungannya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun