Mohon tunggu...
Ruth Alicia Silitonga
Ruth Alicia Silitonga Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan 'Veteran' Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kepentingan Politik Luar Negeri Era Presiden Jokowi dalam Partisipasi Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-29 (COP29) UNFCCC 2024

3 Desember 2024   22:21 Diperbarui: 3 Desember 2024   22:26 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PT PLN menggalang kolaborasi dengan komunitas global dalam COP29 di Azerbaijan (REPUBLIKA/Gita Amanda via esgnow)

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan salah satu penghasil emisi karbon terbesar, memainkan peran penting dalam isu perubahan iklim global. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk memperkuat partisipasi aktif dalam diplomasi perubahan iklim. 

Melalui kehadirannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai Perubahan Iklim Yang ke-29 (COP29). Keikutsertaan ini mencerminkan kepentingan strategis nasional Indonesia dalam aspek ekonomi, ekologi, dan geopolitik.

Komitmen Indonesia dalam Diplomasi Perubahan Iklim

Sejak awal masa pemerintahannya, Presiden Jokowi menunjukkan komitmen terhadap isu lingkungan dengan berpartisipasi aktif dalam COP. Pada COP21 di Paris tahun 2015, Indonesia menyampaikan dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) yang menetapkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29% secara mandiri, atau hingga 41% dengan dukungan internasional, pada tahun 2030.

Komitmen ini mencerminkan upaya Indonesia untuk berkontribusi pada pencapaian target Perjanjian Paris dalam menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius. Kebijakan ini juga sejalan dengan langkah domestik yang diambil pemerintah, seperti pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), penghentian izin baru di kawasan hutan primer, serta upaya transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. 

Semua langkah ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam diplomasi perubahan iklim. Namun, langkah-langkah ini tidak hanya berlandaskan pada tanggung jawab moral atau tekanan internasional, terdapat kepentingan nasional yang mendalam di balik partisipasi Indonesia dalam konferensi perubahan iklim global.

Kepentingan Ekonomi: Membuka Akses Pendanaan Hijau

Partisipasi Indonesia dalam COP membuka peluang besar untuk mengakses pendanaan internasional dalam mendukung transisi hijau. Pendanaan ini sangat penting, mengingat biaya yang diperlukan untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim cukup besar. 

Melalui keterlibatan aktif dalam COP, Indonesia berupaya menarik investasi internasional dalam bentuk bantuan finansial, teknologi, dan pelatihan.Pada COP26 di Glasgow tahun 2021, Indonesia menegaskan komitmennya untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru setelah tahun 2023 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. 

Dalam konferensi tersebut, Indonesia berhasil mendapatkan komitmen pendanaan dari berbagai negara dan lembaga internasional, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), yang mendukung transisi energi terbarukan di sektor pembangkitan listrik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun