Indonesia dikenal dengan perayaan pernikahan yang meriah, busana pengantin yang berkilauan, aula gedung yang besar atau tenda panjang yang menutupi jalan, hingga makanan prasmanan yang beraneka ragam. Namun, di balik zuppa soup atau daging rendang yang acap kali menjadi menu wajib di perayaan pernikahan itu, terdapat hal yang mencengangkan.
Sampah makanan atau food waste yang menggunung.Â
Indonesia mengalami permasalahan food waste yang cukup serius, sejak tahun 2000-2019, sebanyak 5 --19 juta ton/tahun makanan terbuang, bayangkan jumlah makanan yang terbuang itu hampir sama dengan 17.000 bungkus nasi padang merk ternama.*
Tentunya terdapat argumen bahwa calon pengantin dan keluarga ingin memberi suguhan yang terbaik untuk tamu, bahkan terdapat literatur yang menyatakan calon pengantin mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membiayai makanan pada acara pernikahan. Makanan sajian di acara pernikahan saat ini mengandung simbol, tradisi, dan menunjukkan status sosial.Â
Acara pernikahan berpotensi untuk meninggalkan banyak food waste, hal ini terbukti dari penelitian di Beijing yang melihat fenomena acara pernikahan menimbulkan sampah makanan yang cukup banyak ( 295,32 gram per orang). Survey di Bangalore, India juga menunjukkan hal yang lebih ekstrem, food waste sebesar 900 ton/tahun berasal dari acara pernikahan.
Mengapa banyak food waste di pernikahan?
Terdapat beberapa alasan yang melandasi dibuangnya nasi pulen atau ayam kecap yang lezat:
Perilaku Individu
Tamu kerap kali mengambil porsi makanan lebih dari yang mampu dihabiskan, hingga akhirnya sisa makanan yang tidak mampu dihabiskan berakhir di tempat sampah dan menjadi food waste. Penelitian di Jakarta, Indonesia menetapkan sikap, norma di masyarakat dan kontrol perilaku menjadi penyebab dari food waste di pernikahan Indonesia.Â
Dorongan untuk mencicipi beberapa makanan agar dapat merasakan kenyang dan memenuhi keinginan menjadi muasal dari food waste di pernikahan.