Â
Kening Puguh berkerut ketika memandang gudang penyimpanan barang. Tangan kanannya memegang dahan kelor. Meski senja hampir tiba, Puguh tidak meninggalkan gudang. Ia justru asyik mengambil contoh biji kelor dan membawanya keluar.
 Di tangan Puguh, kelor tidak dipakai untuk mengusir makhluk astral. Tumpukan daun berukuran kecil itu justru bersalin rupa menjadi bubuk hijau istimewa. Biji kelor pun tak mau kalah dan turut serta memperkaya khasanah kuliner Indonesia dengan menjadi tempe biji kelor.
Â
Senyum menghiasi wajah Puguh Dwi Friawan ketika menyalami saya. Ini adalah pertemuan pertama kami. Sebenarnya pertemuan ini tidak di sengaja. Gara-garanya, saya melirik kemasan makanan kering yang terlihat istimewa.
Foto di kemasan memperlihatkan keripik tempe berbalut tepung hijau. Lalu tulisan tempe biji kelor (Moringa oleifera) di bawah merek camilan itu membuatnya semakin istimewa. Plus jadi ingin tahu proses pembuatan dan tertarik untuk mencicipi kerenyahannya.
Gimana tidak istimewa, wong makanan yang tersimpan di dalamnya terbuat dari biji kelor atau biji tanaman moringa. Daun berukuran kecil ini dikenal mengandung vitamin, fosfor, zat besi, potasium, dan magnesium yang baik untuk kesehatan.
Keunggulan inilah yang ditawarkan Puguh selaku pengurus Koperasi Berkah Gumi Lombok kepada masyarakat. Keinginan itu timbul karena pohon kelor tumbuh dengan baik di Lombok Utara.
"Selama ini pemanfaatan pohon kelor masih terbatas pada daunnya, padahal biji kelor juga mengandung zat penting dan kaya manfaat," tambahnya dengan nada riang.
Berbeda dengan daun kelor, biji kelor justru di anak tirikan. Biji kelor dibiarkan berhamburan ke atas tanah. Keadaan ini sangat disayangkan hingga laki-laki bertubuh tinggi besar itu mencoba membuat tempe dari biji kelor. "saya mendapat ide pembuatan tempe biji kelor ketika berkunjung ke Jawa," akunya.