Ada filosofi dalam sebuah cireng. Panganan sederhana yang mengugah selera namun dapat mengeratkan hubungan pertemanan.
Pagi telah tiba. Seperti kebanyakan orang, saya pun sudah bersiap-siap menuju tempat tugas. Tas punggung berisi laptop dan telepon gengam sudah memeluk dari belakang. Kali ini di dalam tas tidak ada seragam kebesaran, yang hanya dimiliki segelintir orang, berwarna biru dengan lambang Tut Wuri Handayani. Untuk hari ini saya menggenakan kaus saja agar mudah dalam bekerja. Rencananya, saya dan teman-teman akan kerja bakti membersihkan ruang kerja.
Bersama mentari yang bersinar indah, saya menuju tempat tugas dengan menggunakan sepeda. Perjalanan hari ini ternyata berbeda, pedal sebelah kiri tiba-tiba terlepas. Akhirnya menepi sejenak dan memasang baut agar bisa mencapai bengkel sepeda terdekat. Situasi istimewa ini membuat perjalanan menjadi lebih lambat. Tidak apa, saya jadi bisa memerhatikan keadaan sekitar dengan lebih baik.
Sesekali berhenti untuk mengecek keadaan pedal. Mengowes kembali hingga melewati bengkel sepeda yang tutup. Ya sudah, lanjutkan saja perjalanan dengan lebih hati-hati. Untung jarak tempat tinggal dengan tempat tugas tidak jauh, saya pun dapat sampai dengan aman dan selamat.
Meski mengalami kendala di jalan, ternyata pintu tempat tugas baru saja dibuka. Teman-teman baru saja kembali dari apel pagi. Dengan tangan berhias oli, saya kembali berupaya menguatkan baut pedal. Baru setelah itu bersama-sama membersihkan ruang kerja.
Namanya kerja bersama tentu pekerjaan bersih-bersih cepat selesai. 30 menit kemudian, seluruh ruangan sudah bersih. Rumput di halaman pun sudah berpindah ke tempat sampah. Menyatu dengan sampah plastik dan kertas.Â
Cireng
Selesai membersihkan ruangan, tentu sangat mengayikan jika ada panganan atau camilan. Beruntung seorang teman sudah menyiapkan camilan berupa cireng beku. Dalam kemasan cireng terlihat kemasan plastik berisi sambal rujak. Rasanya tak sabar untuk menikmatinya.
Seorang rekan kerja sepertinya tahu kalau kami semua menginginkan cireng. Segera saja kompor dinyalakan dan wajan berisi minyak ditaruh di atasnya. Satu persatu makanan berwarna putih itu masuk ke dalam wajan. Bentuknya yang pipih, pelan-pelan mengembung seperti balon. Warna putihnya berubah menjadi lebih bening. Ada retakan-retakan di dekat tepi cireng. Menandakan di sinilah bagian paling krunci dari jajanan yang dijual dengan harga terjangkau.
Dalam satu bungkus plastik, ada 20 buah cireng mentah. Untuk kami yang suka kudapan tentu jumlah cireng harus dilipatgandakan. Apalagi tenaga habis terkuras untuk membersihkan ruangan kerja. Entah berapa plastik cireng yang digoreng. Tahu-tahu sudah ada dua piring besar berisi cireng goreng munjung.