Jangan pernah takut untuk mencoba karena kita tidak pernah tahu kemampuan yang tersimpan.
Ketika membaca pengumuman di media sosial tentang lomba mendongeng sebenarnya hati saya sudah tergerak untuk mencoba ikut serta tetapi ragu. Alasan terkuat karena belum pernah mendongeng meski ketika kecil kerap mendengarkan dongeng.Â
Ketika pengumuman kembali terpajang yang isinya adalah masa perpanjangan pendaftaran, saya menguatkan diri dan meyakinkan diri buat ikut lomba. Tidak apa mencoba sesuatu yang baru, bagaimana nanti hasilnya biarkan saja. Pokoknya maju dulu.
Pelan-pelan saya pelajari ketentuan lomba. Rupanya dongeng harus karya sendiri dengan tema yang telah ditentukan. Tema tersebut harus mengandung salah satu dari nilai karakter Pancasila yaitu, beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.
Nilai karakter yang menarik perhatian saya adalah kebhinekaan global. Seperti apa dan bagaimana menerapkannya dalam cerita bagi anak-anak usia dini. Dari berbagai informasi yang saya baca akhirnya bulat membuat cerita dengan nilai karakter tersebut.
Idenya berasal dari Perayaan Hari Galungan yang saya lihat di Pura Jagatnatha di Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru. Cerita dibuat dengan tokoh utama seorang anak perempuan yang berteman dengan dua anak laki-laki. Kemarau menyebabkan bunga-bunga layu karena air sumur mengering. Bunga-bunga tersebut dibutuhkan untuk kegiatan di Pura. Berkat kerjslasama dan bantuan teman-temannya, anak perempuan itu berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.
Cerita sudah dibuat. Kini saya memasuki tahap selanjutnya mendongeng. Walau kegiatan ini tidak dilakukan dihadapan anak-anak tapi rasanya menantang sekali.
Pertama saya mencoba membaca naskah begitu saja, sama persis dengan cerita yang saya buat. Hasilnya terasa aneh. Siapa yang akan tertarik melihatnya. Akhirnya belajar cara mendongeng secara kilat melalui internet.
Melihat video-video dongeng, saya takjub sendiri. Bagaimana para pendongeng mampu membawakan cerita, memberi efek suara, dan memainkan properti atau alat tambahan dengan baik. Saya tentu belum bisa memainkan suara. Setidaknya saya bisa mengatur intonasinya.
Bagaimana dengan properti yang digunakan? Tidak ada boneka. Hanya ada bunga-bunga rajut aneka warna. Kenapa tidak dimanfaatkan saja, bunga-bunga ini bisa menempel di jari dengan bantuan lem.
Akhirnya cerita yang sudah jadi kembali saya perbaiki agar sesuai dengan bunga-bunga rajut yang ada. Lalu berlatih membawakan dongeng di depan cermin.
Waktu pertama rasanya aneh. Pasti larena tidak terbiasa. Coba lagi, coba lagi, dan coba lagi. Setidaknya saya mendongeng tanpa terbata-bata.Â
Barulah memulai proses pengambilan video dengan menggunakan hp. Berdiri di depan kamera hp dengan berdiri di kaca rasanya beda. Lagi-lagi saya harus belajat menyesuaikan diri dan membiasakannya. Ternyata bisa juga.Â
Kini video harus dirapihkan sebelum dikirim. Setidaknya ada judul dongeng yang bisa dibaca penonton. Saya tahu cara membuat sampul video dengan menggunakan aplikasi.Â
Di aplikasi ini pula saya menyatukan sampul dongeng dengan rekaman yang sudah jadi. Leganya waktu melihat video dongeng pertama sudah jadi. Langsung saya kirim agar pikiran tidak berubah. Kini tinggal menunggu hasilnya.
Sebenarnya saya tidak berharap banyak, namun waktu membaca pengumuman dan mendapati nama saya ada di daftar pemenang harapan, rasanya luar biasa. Ternyata saya bisa. Andaikan saya tidak mencoba, saya tidak akan tahu kemampuan lain yang terpendam dalam. Sekarang saya yakin kalau terus bergerak dan berusaha akan selalu ada hasil dan manfaat. Inilah nilai pelajaran yang saya peroleh dari mendongeng.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H