Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamatan Suro. Memanjatkan Doa, Memohon Keselamatan

9 Agustus 2023   14:25 Diperbarui: 9 Agustus 2023   14:38 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpeng suroan (dok. Pribadi)

Malam sudah turun sejak 1 jam lalu. Langit tak berhias gemintang. Semilir angin memeluk raga yang memacu kendaraan menuju Sungai Ulin. 

Meski belum larut, jalanan terasa sepi. Tak banyak kendaraan yang melintas. Truk bermuatan batu pun seakan enggan meramaikan jalan. Sunyi terasa menyapa.

Bersama kesunyian, saya tetap memenuhi janji yang sudah terucap. Apalagi sejak 2 minggu lalu ketua paguyuban kuda lumping itu sudah mengirim kabar. Malam ini mereka akan mengadakan selamatan suroan. 

Selamatan suroan ini memang bukan hal yang umum dilakukan warga. Tradisi masyarakat Jawa ini memang bukan dilakukan di tanah kelahirannya. Melainkan di tanah perantauan di Kalimantan Selatan. Sebuah upaya yang dijaga agar tidak lupa akan daerah asal.

Seperti namanya, selamatan ini hanya dilakukan pada bulan suro. Ketika beberapa kegiatan yang berkaitan dengan keramaian sedikit mereda.

Kembali ke jalanan yang sepi, perjalanan menjadi lebih cepat. 15 menit saja saya sudah sampai di sanggar merangkap warung nasi. Terlihat beberapa anggota sudah duduk menunggu.

Sinar lampu yang tidak bisa menerangi seluruh bagian luar membuat saya tidak bisa melihat apakah ada anggota yang duduk di luar. Bergegas saya memasuki ruangan dan menyalami semua orang yang ada di sana.

Tak lama berselang, perlengkapan untuk selamatan di usung dari dapur. Sebuah tumpeng dari nasi gurih. Ingkung bakar, kuluban, bihun goreng, sambal goreng ati, bubur merah putih, dan bubur asyura. Tak lupa beberapa jajan pasar menjadi pelengkap sajian.

Semua di tata rapih. Namun acara belum dimulai. Ketua kelompok mengajak semua anggota untuk mengetahui apa saja masakan yang terhidang. Bahwa membuat tumpeng sudah menjadi bagian dari setiap perhelatan mereka sebagai bagian dari ungkapan suka cita dan rasa syukur atas karunia Tuhan.

Ingkung bakar yang menjadi pendamping sekaligus lauk utama tumpeng pun memiliki arti mengayomi. Sementara kuluban yang terbuat dari campuran berbagau sayuran dimaknai sebagai bagian dalam tubuh, ada tulang dan darah yang menyatu hingga bisa membuat seseorang ada.

Lauk pendamping lainnya merupakan pelengkap. Demikian juga dengan bubur merah putih yang hadir sebagai penolak bala. 

Bubur ini bersanding dengan bubur asyura yang biasa dibuat masyarakat banjar pada bulan sura. Untuk pembuatannya harus menggunakan berbagai bahan yang jumlahnya mencapai 41 jenis. Semuanya dimasak bersama hingga masak.

Perbincangan pun usai. Prosesi akan segera dimulai. Di awali dengan pembacaan doa kemudian memnajatkan doa khusus dengan memakai bahasa jawa. Saya mencoba menyimak, namun karena keterbatasan perbendaharaan kata, saya tidak bisa mengartikan secara kata per kata. Namun secara umum, doa yang dipanjatkan merupakan ungkapan kebahagian dan terima kasih atas rejeki, kesehatan, dan berbagai hal baik yang telah dijalani.

Ya, berterima kasih pada pemilik hidup, semesta, dan diri sendiri merupakan laku yang secara tidak langsung membuat saya sadar bahwa untuk sampai di titik ini, ada banyak hal yang dilewati. 

Malam kian larut ketika tumpeng dibagikan ke semua orang. Kemudian pertemuan usai dan semua kembali ke rumah. Termasuk saya yang kembali melintasi jalan yang sunyi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun