Masjid ini tak kalah tuanya dan masih berhubungan dengan masjid Suktan Suriansyah. Sama-sama menjadi tempat penyelenggaraan acara baayun maulid.
Untuk saya masjid ini memiliki keistimewaan tersendiri meski ukurannya tidak sebesar Masjid Sultan Suriansyah.
Tetapi menurut warga dan penggurus masjid, masjid ini dibangun oleh datuk Ujung. Ada kisah yang terjaga hingga kini perihal proses pembuatan masjid yaitu kesaktian sang Datuk yang bisa berlayar dalam waktu singkat saat mengumpulkan kayu besar untuk soko guru masjid.
Dari empat soko guru, ada sebuah tiang yang istimewa. Letaknya dekat dengan mimbar. Warna tiang tersebut lebih gelap dan ada balutan kain kuning. Tiang tersebut mengeluarkan minyak yang saat mengusapnya tidak terasa lengket.
Sementara di bagian luar ada sebuah guci untuk menyimpan air. Air dari guci ini kerap dipakai untuk acara mandi-mandi.Â
Dari tanah Rantau, saya mendatangi Masjid Jami Cempaka.
Sebenar kedatangan saya karena mencari benda cagar budaya yang ada di Kecamatan Cempaka. Kabarnya tersimpan di sebuah masjid tua. Sayang sungguh di sayang, masjid itu sudah dipugar.Â
Tidak ada lagi kayu ulin dan bentuk.khas masjid tua di tanah Kalimantan Selatan. Sudah berganti menjadi masjid besar.
Namun dua benda cagar budaya masih tersimpan dan menjadi penanda perubahan jaman. Sebuah mimbar tua yang sarat ukiran indah serta empat soko guru yang menunjang atap masjid.
Setiap soko guru berasal dari satu batang kayu ulin. Tinggi menjulang dengan warna gelap karena telah berumur.Â