Akhirnya memilih sarapan di warteg. Kedainya berbeda dengan warteg umumnya. Tak ada bangku panjang di hadapan etalase lauk pauk.
Bangku-bangku dengan meja yang bisa menampung empat orang berada di depan. Lebih tepatnya, teras toko. Tidak banyak bangku dan meja. Hanya tiga set dan sebuah bangku memanjang di dinding.
Meski namanya warteg, sentuhan modernnya terlihat. Seluruh lauk pauk dan sayur tersimpan dalam wadah stainless steel. Ketika satu persatu tutupnya dibuka, terlihat beberapa lauk dari ayam. Ada juga sambal goreng ati, telur dadar, telur bumbu merah, sayur kacang panjang, sayur bersantan, mi goreng.
Untuk minuman, pemilik kedai telah menyiapkan lemari pendingin. Pembeli dapat memilih dan menikmati aneka minuman dingin. Tentunya setelah membayar.
Melihat sayur dan lauk, saya memesan nasi campur dengan lauk telur dadar tebal, tahu masak saus. Seporsinya Rp 15.000. Untuk minumnya sengaja memesan air mineral. Tak berani minuman dingin apalagi es. Bisa-bisa suara hilang.
Sarapan hari ini memang porsinya seperti makan siang, jangan kaget ya. Saya perlu asupan gizi untuk menunjang pertumbuhan badan dan tenaga selama menempuh perjalanan pulang.
Sajian sederhana ini sangat mengenyangkan. Cita rasanya untuk saya pas. Tak terlalu asin atau manis. Warna merah pada tumisan tahu juga tidak terlalu pedas.
Tumis kacang panjang sebagai sumber vitamin juga masih terasa kriuknya. Tak terlalu lunak. Warnanya juga masih terlihat hijau.
Saat bersantap, sengaja tidak memberikan sambal sebagai tambahan agar bisa merasakan masakan yang sebenar-benarnya. Sedikit demi sedikit nasi dan teman-temannya lenyap, menyisakan permukaan piring yang terlihat mengilap.
Menyenangkan sekali sarapan kali ini. Apalagi sambil bercengrakama dengan Teh Ani dan Putri. Kini saatnya kembali menglaju ke tempat tugas dengan energi penuh dengan kegembiraan.