Tiang-tiang besi terbalut kain merah terpanjang di tengah atrium. Bagian atas terlihat plat berbentuk bulat yang diwarnai hitam dan putih. Ukurannya selebar tapak kaki.Â
Tinggi setiap tiang ada yang sama, namun di bagian ujung terlihat lebih rendah. Jarak antar tiang ada yang berdekatan, namun ada juga yang jauh tetapi masih bisa diloncati.Â
Tiang-tiang yang tertata di atrium pusat perbelanjaan di kota Banjarbaru akan dipakai untuk pertunjukan barongsai. Kabar tentang pertunjukan ini sudah tersiar. Mengundang banyak orang datang untuk melihat.
Saya juga ingin melihat pertunjukan barongsai, kabarnya akan dimulai jam 15.00 Wita. Sekitar 15 menit sebelum waktu pertunjukan saya sudah tiba.Â
Belum terdengar tabuhan gendang dan simbal yang biasa mengiringi pertunjukan. Tapi, atrium sudah dipenuhi pengunjung. Anak-anak duduk mengitari tiang pertunjukan yang dibatasi pita berwarna kuning hitam.
Ketika saya mendongak, lantai dua dan lantai tiga pun dipenuhi penonton. Semua duduk ditepian lantai berpagar mika tebal. Tak ada yang bergeser agar bisa melihat barongsai bermain.
Saya menyukai keriuhan ini. Meski belum bisa menutupi kerinduan akan suasana imlek yang pernah saya alami dulu  ketika menusuri gang-gang di daerah kota dan pasar lama Tangerang.
Saat lampion menghiasi toko dan gang. Warna merah mendominasi barang-barang yang ditawarkan. Pakaian, hiasan, amplop angpau, hingga bunga berwarna merah muda.Â
Belum lagi ragam makanan khas imlek yang ditawarkan begitu menggugah selera. Ada kue keranjang berbungkus daun pisang atau plastik. Kue sagu yang renyah. Asinan buah yang menggiurkan dan segar berkat paduan rasa asam pedasnya. Ah jangan lupakan ikan bandeng yang ukurannya lebih besar dari hari biasa.Â
Memang saya tak mendapatkan suasana serupa di sini, namun saya senang perayaan imlek 2023 terasa meriah berkat pertunjukan barongsai.
Antusias warga yang ingin menonton juga memberi gambaran bahwa kota ini memang kaya budaya. Berbagai etnis  dapat berbaur dengan baik.
Kegembiraan begitu terasa. Aura kegembiraan dapat mengusir lelah karena menunggu pertunjukan. Saya memilih naik ke atas sambil berharap ada secuil tempat untuk duduk atau berdiru melihat pertunjukan.
Untunglah ada sedikit tempat untuk melihat barongsai dari lantai dua. Bersama penonton, saya duduk menunggu pertunjukan.
Posisi saya cukup bagus karena langsung berada di atas atrium sehingga bisa melihat pertunjukan. Sembari menunggu saya asyik mengamati para penonon di bawah. Betapa mereka duduk menunggu dengan sabar.
Dan, dung-dung, dung-dung. Gendang besar ditabuh untuk meminta jalan pada penonton. Tiga pemain musik masuk ke dalam arena. Lalu empat pemain berjalan di belakang sambil membawa barongsai.Â
Gendang besar terus ditabuh mengiringi para pemain yang tengah mengamati tiang-tiang besi bersama seorang pelatih. Sepertinya mereka sedang mengatur strategi.
Tak lama, musik dimainkan dengan suara keras. Dua barongsai berwarna kuning mulai menari. Mereka berjalan, meliuk, berdiri dan menari.Â
Seorang pemegang kepala barongsai kemudian diangkat. Kakinya menapak di atas dua tiang besi. Sementara barongsai lain bergerak di sekitar tiang.
Sesekali kelopak matanya terbuak dan tertutup. Lalu berkedip. Kupingnya naik turun seperti tengah mendengarkan suara seruan anak-anak yang gembira. Ekornya bergoyan tanda bahagia.
Barongsai ini lantas mendekati seorang perempuan yang mengacungkan amplop berwarna merah. Setelah mengambil angpao, barongsai menari riang.
Entah siapa yang memulai, beberapa anak mulai mengacungkan tangan sambil memegang uang. Wow, sungguh mengagetkan sekaligus takjub.
Meski tak beramplop, barongsai menerima pemberian dengan suka cita. Pertunjukan ini secara tidak langsung mengajarkan tentang keberagaman, keberanian, berbagi dengan sesama. Inilah nilai positif budaya yang harus dilestarikan dan dipelihara. Dari atas, saya melihat semuanya dengan senyum terkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H