Rupanya sajian dalam piring yang berisi potongan ketupat berkuah coklat agak pekat itu bukan soto banjar. Memang ada irisan telur, namun ketika di aduk sama sekali tidak ada soun dan suwiran daging ayam.
Melihat saya mengaduk makanan dalam diam, istri Pak Ruslan tertawa. Dia tahu saya penasaran dengan masakan tersebut sebab harum soto begitu memanjakan indra penciuman.
Namun saat saya mencecap kuahnya, rasa dominan yang muncul adalah manis. Lalu seperti ada helaian tipis dalam kuah. Mungkin saja helaian itu berasal dari irisan bawang bombay.
Ini bukan soto banjar, jerit saya dalam hati. Lalu apa?
Tiba-tiba sebuah istri Pak Ruslan melontarkan pertanyaan, apakah saya pernah mendengar sulada.
Kening saya berkerut. Nama yang asing. Meski setiap hari wara-wiri di daerah Banjarbaru, saya belum mendengar kata tersebut.
Ternyata sulada adalah nama makanan yang ada di hadapan saya.
Saya tidak salah seratus persen ketika menerka bahwa masakan yang disajikan adalah soto banjar. Namun ini adalah sisi lain dari soto banjar.
Ayam kare
Mengapa? Karena sulada terbuat dari kuah soto banjar namun saat disajikan tidak menggunakan soun.
Bahan makanan yang terbuat dari tepung singkong atau pati kacang hijau ini digantikan oleh parutan ketimun yang tadi terlihat seperti irisan bawang bombay.