Akhirnya bisa menjejakkan kaki di Kota Makassar. Meski bukan dalam rangka wisata, saya tetap memanfaatkan kesempatan untuk menikmati keindahan Pantai Losari.Â
Pagi adalah waktu yang saya pilih, sebelum kegiatan dimulai dan suasana belum ramai.Â
Pagi hari menjadi saat yang menyenangkan karena pantai yang menjadi salah satu pusat wisata itu belum ramai.
Pagi menjadi pilihan supaya bisa melihat aktivitas warga yang berbeda.Â
Maka pagi itu ketika sebagian besar peserta bimbingan teknis masih asyik bergulung di bawah selimut, saya mulai berjalan menyusuri pantai.
Dari tempat menginap, saya menyusuri trotoar di muka pertokoan. Beberapa buah becak terparkir di depan toko. Tanpa pengemudinya.Â
Seorang pengendara motor berhenti tak jauh dari saya. Bergegas memindahkan plang penghalang jalan masuk ke sebuah toko. Lalu pergi setelah menunaikan tugasnya.
Trotoar yang sepi itu tidak terlalu kotor. Cukup menyenangkan menyusuri jalan di sisi jalan raya.Â
Memasuki kawasan pantai, beberapa orang duduk menghadap laut. Melihat sebuah perahu berlayar mendekati pantai.
Sementara itu seorang petugas kebersihan mulai menggerakkan sapu lidi yang dibawanya. Membersihkan peninggalan para pengunjung semalam. Bekas botol minuman mendominasi sampah.
Petugas itu tetap bekerja meski saya lewat di dekatnya. Semakin jauh saya berjalan, semakin banyak orang yang saya temui.
Rupanya warga banyak yang memanfaatkan pantai yang sepi untuk berolahraga. Usia mereka memang tak muda, namun masih terlihat berenergi dan lincah.
Dari pakaian yang saya lihat, sepertinya mereka berasal dari sebuah kelompok . Entah kelompok olahraga apa karena mereka terus berjalan menuju ujung pantai.
Rupanya tidak hanya saya yang memilih menikmati pantai di pagi hari. Ada juga wisatawan yang datang ke pantai. Tapi, mereka tidak sendiri. Berdua atau bersama kelompok kecilnya.
Suasana yang sepi memang menguntungkan untuk melakukan kegiatan yang bisa dibilang menyenangkan, apalagai kalau bukan berfoto bersama atau sendiri. Mengukir kenangan untuk untuk masa depan.
Ada beberapa spot yang menjadibpilihan. Di depan patung penari, di depan tulisan City of Makassar, di depan tulisan Makassar, di depan tulisan Pantai Losari dan yang paling disukai adalah foto berlatar belakang Masjid 99 Menara.
Bangunan berwarna-warni itu memang mencuri perhatian karena arsitektur dan pemilihan warnanya yang menyenangkan.
Saya pun terus berjalan menyusuri pantai yang terus dibersihkan. Untuk pejalan kaki, jalur yang disediakan sangat menyenangkan. Tak ada gangguan dar i kendaraan. Cukup teduh dengan banyaknya pepohonan. Nyaman karrna tak banyak sampah berserakan.
Kawasan Pantai Losari memang benar-benar disiapkan untuk wisatawan.Â
Di sepanjang pantai pengunjung bisa mengetahui para tokoh atau pahlawan melalui patung-patung separuh badan yang ditata sedemikian rupa. Ada Suktan Hasanuddin dan Arupalaka.
Ada juga patung-patung para penari dari Toraja. Mengundang untuk mendatangi Tana Toraja.
Bagaimana dengan kulinernya?
Pagi itu ada seorang penjual kue buroncong yang bentuknya mirip pukis. Dia masih menyiapkan dagangannya saat saya lewat.
Hanya seorang penjaja bubur ayam yang sudah sibuk menawarkan daganganannya kepada para pejalan kaki.
Kita tinggal memilih tempat duduk di tepi pantai dan bubur pesanan akan diantarkan.
Sayang, saya tak paham bahasa Makassar sehingga tak bisa berbincang dengan seorang petugas kebersihan yang menyapa.
Kota Makassar memang menyenangjan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H