“Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu mereka bersalaman melainkan Allah ampuni mereka berdua sebelum mereka berpisah”. [HR. Abu Daud 5212, Tirmidzi 2727. Kata Al-Albani dalam As-Shahihah 525, dengan mempertimbangkan berbagai jalur pendukung dan kesaksinan periwayatannya, maka hadits ini berderajat shahih atau minimal hasan].
Hadits ini menunjukkan disukainya kita berjabat tangan saat awal kita berjumpa dengan seorang muslim. Yang jadi masalah, apakah dengan hadits ini juga bisa dijadikan dalil sebagai sunnahnya berjabat tangan setiap kali kita selesai melaksanakan shalat lima waktu atau shalat tertentu lainnya, padahal misalnya kita awalnya saat masuk ke masjid telah berjabat tanganya?. Walau pada ujungnya beliau menyatakan utamanya berdzikir dulu setelah shalat fardhu. Baru setelah itu kalau mau berjabat tangan boleh. Yang menjadi sorotan utama adalah sisi keumuman dan kemuthlakkan hadits keutamaan berjabat tangan diatas. Untuk menanggapi ini, maka katakan : Andai kita masuk masjid, lalu kita menjabat tangan orang yang disitu baru saja kita temui, maka itu adalah sunnah, atau kita mmenjabatnya lagi saat misal kita akan pulang duluan, maka itu pun sunnah.
Tapi andai kita saat masuk ke suatu masjid, lalu duduk di sampingnya, lalu kita berjabat tangan degannya. Lantas setelah selesai salam dari shalat langsung kita menyengaja berjabatan tangan lagi degannya dan menjadikan ini sebagai sebuah kebiasaan, apalagi dengan anggapan berjabat tangan setiap kali selesai shalat semacam tadi adalah suatu bid’ah dan tidak boleh kita menganggap boleh atau menyunnahkannya dengan berasalaman dengan keumuman atau kemuthlakkan hadits keutamaan berjabat tangan diatas. Maka, jika seseorang brkumpul bersama temannya yang ada di sampingnya sebelum shalat, lalu menyengaja menjabat tangannya lagi setelah shalat, lalu menyengaja menjabat tangannya lagi setelah shalat, maka ini termasuk bid’ah yang di cegah dari melakukannya. Karena hal ini sama sekali tidak termasuk perbuatan yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ra dan juga tidak dilakukan oleh yang mengikuti mereka dari kalangan shalafush shalih ra. Sementara dalam hadits ditegaskan, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan ibadah yang tidak diperintahkan aku, maka amalanya itu tertolak”.
Kesimpulannya, mernyengaja bersalaman-salaman setelah shalat fardhu secara langsung dengan menjadikan sebagai kebiasaan apalagi menganggap sebagai sunnah maka hal ini adalah bid’ah. Hadits yang muthlak berisi keutamaan anjuran bersalaman bagi seorang muslim tidak bisa dijadikan dalil untuk menetapkan sunnahnya bersalaman pada waktu-waktu khusus seperti setiap habis shalat fardhu dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H