Mohon tunggu...
Uswatun Khasanah
Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Denger musik/mahasiswa/

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Ilmu Pendidikan Islam Menurut K.H. Slamet Subakhi, S.H.

19 Desember 2022   13:39 Diperbarui: 19 Desember 2022   14:10 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan agama haruslah ditanam sejak dini bahkan dari dalam kandungan malah lebih bagusnya lagi dari awal "pembuatannya" baik dari ayah maupun ibunya. Dijelaskan dalam kitab Khazinatul Asror :

Bahwa kewajiban orang tua terhadap anak ada tiga yaitu memberikan nama yang baik dari lafad tersebut dapat membuktikan bahwa agama Islam atau dalam pendidikan Islam itu sangat memperhatikan hal-hal yang mungkin agama lain tidak ajarkan, bahwa memilih nama yang baik adalah doa, tidak harus nama yang Islami asalkan mengandung arti yang baik dan bisa menjadi doa bagi seseorang yang memiliki nama tersebut. Belum tentu juga nama yang berasal dari bahasa Arab mengandung arti yang baik. Seperti contoh Ahmad Waro Jahannam memang jika didengar terlihat bagus dan keren. Tetapi apa kabar bagi mereka yang mengetahui arti dari bahasa Arab itu sendiri. Biasanya orang-orang awam yang tidak mengetahui arti-arti kata bahasa Arab yang menjadikannya nama bagi anak mereka, padahal sudah jelas arti dari lafad itu tidak baik. Hal ini yang bisa menjadikan doa dari orang tua yang awalnya berniat memberikan nama yang baik dan terlihat Islami kepada anaknya menjadi doa yang tidak baik bagi anaknya karena pemilihan nama yang salah. Tetapi dari nama yang mungkin terdengar aneh dan tidak mengenakan jika didengar pun, menjadikan pemilik nama tersebut buruk perilakunya. Seperti halnya Ibnu Hajar Al-Asqolani beliau adalah ulama besar yang kitabnya dikaji oleh kalangan umat muslim khususnya para santri seluruh dunia. Beliau mendapat julukan tersebut karena dulu saat beliau menimba ilmu selama bertahun-tahun tidak ada satu pun ilmu yang masuk, hingga beliau memutuskan untuk berhenti belajar, karena beliau merasa dirinya sudah tidak bisa menerima ilmu dan beliau pun pulang dengan tangan kosong (tidak mendapat ilmu apapun). Di tengah perjalanan pulang beliau melihat sebuah batu yang terkena tetesan hujan, beliau terus memperhatikan batu tersebut dan merenung atas batu yang begitu kerasnya saja terkena air hujan bisa berlubang, nah apalagi otakku harusnya bisa. Seketika beliau kembali lagi kepada gurunya dan belajar hingga pada akhirnya beliau menjadi ulama besar yang masyhur dan menghasilkan karya tulis (kitab) yang menjadi rujukan bagi umat setelah beliau wafat. Dari sinilah julukan Ibnu Hajar (anak batu) diberikan kepada beliau.

Pendidikan Islam di Indonesia sendiri saat ini sudah memiliki kemajuan yang tinggi, dapat dilihat dari banyaknya pondok pesanten , dari pemerintah juga banyak memberikan dorongan kepada pondok pesantren yang ada. Walaupun pada saat masa pandemi Covid-19 membuat pola yang dipakai pendidikan berubah, semua proses belajar mengajar yang awalnya dilakukan tatap muka, akan tetapi pada saat itu menjadi pembelajaran yang daring atau dalam jaringan. Wabah ini tidak menjadi penghalang untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia justru pendidikan Islam di butuhkan untuk kita supaya lebih dekat dengan Allah SWT. 

Dan perlu kita ketahui bahwa pendidikan Islam telah sampai pada titik dimana sudah bisa menyesuaikan perkembangan zaman, menampilkan pendidikan yang fleksibel, responsif, seimbang, adil, demokratis berorientasi ke masa depan dan juga pada mutu yang unggul. Karena pada intinya pendidikan Islam berperan untuk menciptakan insan-insan yang memiliki dimensi akidah akhlak dan syariah yang mendorong kehidupan ke arah pembaharuan dan perkembangan, menghormati manusia sebagai individu yang memiliki hak-hak kemanusiaan dan harga diri, serta terbuka untuk semua peradaban.

Sementara itu pendidikan Islam pada zaman dulu dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Terutama pada masa-masa dimana bangsa Indonesia masih dijajah oleh negara-negara kolonial. Di masa kolonialisme Belanda pendidikan agama dibatasi dan lebih menitikberatkan pada sekolah-sekolah yang bermuatan umum saja. Lain halnya pada masa penjajahan Jepang yang tidak terlalu menghiraukan kepentingan agama. Sehingga ruang gerak bangsa Indonesia lebih mudah dan bebas dalam mengembangkan pendidikan Islam. Karena yang terpenting bagi Jepang yaitu mereka hanya ingin memenangkan perang dan kalau perlu para pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun