Mohon tunggu...
Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Santri dan Mahasiswa

Mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam dan Ilmu Hukum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagian-bagian Dzawil Furudh

2 Januari 2023   21:39 Diperbarui: 2 Januari 2023   22:01 4912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Golongan dzawil furudh adalah golongan keluarga tertentu yang ditetapkan menerima bagian tertentu dalam keadaan tertentu. Fuqoha' berpendapat bahwa golongan dzawil furudh secara mutlak memilik bagian yang pasti. Ketentuan ini diatur dalam Al-Qur'an, hadits, ijma' dan ijtihad.
Pembagian waris yang ditetapkan oleh Al-Qur'an adalah al-furudhul muqoddaroh. Syekh Muhammad Dzul Kifli Zainuddin Al-Wathoniy menulis:[1]
                                           
Bagian-bagian warits yang telah dipastikan di dalam Kitabullah ada enam: (1) Setengah, (2) Seperempat, (3) Seperdelapan, (4) Duapertiga, dan (5) Sepertiga, dan (6) Seperenam.

Bagian pasti dalam angka Arab:
1. 1/ 2
2. 1/ 4
3. 1/ 8
4. 2/ 3
5. 1/ 3
6. 1/ 6


Untuk mengetahui bagian ashabul furudh dapat menggunakan tiga cara:[2]
1. Jalan Tadally, yaitu mengetahui bagian furudh (bagian waris yang pasti) dengan menghitung seperdua dari seperdua, yaitu seperempat, dan seperdua dari seperdua, yaitu seperempat dan seperdua dari seperempat, yaitu seperdelapan. Seperdua dari dua per tiga yaitu sepertiga dan seperdua dari sepertiga yaitu seperenam.
2. Jalan Taraqqy: yaitu bagian furudh dengan menghitung kelipatan. Kelipatan dari seperdelapan adalah seperempat dan kelipatan dari seperempat adalah setengah. Kelipatan dari seperenam adalah sepertiga dan kelipatan dari sepertiga adalah dua per tiga.
3. Jalan Tawassuth: yaitu Kembali pada pecahan pertama lalu turun ke derajat sebawahnya dan seatasnya. Setengah dari seperempat adalah seperdelapan, kelipatan dari seperempat adalah setengah dan setengah dari sepertiga adalah seperenam, kelipatan dari sepertiga adalah dua per tiga.


Berikut rincian ashabul furudh beserta syarat-syaratnya:


1. Ahli waris yang mendapat setengah (1/2) dari harta warisan. Yang mana seorang diantaranya adalah laki-laki dan empat sisanya adalah perempuan:
a. Suami: Seorang suami mendapat bagian setengah apabila muwarits (istri sebagai mayit) tidak memiliki keturunan yang berhak mewarisi, baik dari suami yang bersangkutan maupun mantan suami, bahkan keturunan dari hasil zina karena anak hasil zina nasabnya diikutkan kepada ibu. Dan jika muwarits (istri) memiliki keturunan, maka suami mendapat bagian seperempat (1/4).[3]
b. Anak perempuan: Anak perempuan mendapat bagian setengah, dengan dua syarat, yaitu (1) Seorang diri, (2) Tidak mewarisi bersama mu'ashib (anak laki-laki atau sepupu laki-laki, atau anak dari sepupu laki-laki).
Alasan anak perempuan tidak mendapat bagian seperdua bila ada mu'ashib adalah, karena jika anak perempuan mendapat bagian setengah maka akan sama dengan bagian anak laki-laki, atau suatu saat anak perempuan akan memiliki bagian yang lebih banyak dari anak laki-laki, dan hal ini tidaklah diakui syariat Islam.
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki: Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat bagian setengah dengan tiga syarat: (1) Seorang diri, (2) Tidak Bersama mu'ashib (cucu laki-laki dari anak laki-laki) atau sepupu laki-lakinya (anak laki-laki dari saudara ayah)[4], (3) Tidak ada hajib (ahli waris lain yang menghalanginya mendapat warisan).[5]
Alasan kewarisan cucu perempuan dari anak laki-laki adalah dalil kewarisan anak perempuan itu sendiri, karena cucu perempuan dari anak laki-laki dapat menempati kedudukan anak perempuan, jika anak perempuan tidak ada. Dikatakan dalam syair [6] "Anak laki-laki dan cucu dari anak laki-laki serta anak perempuan kita (adalah keturunan kita) dan cucu -cucu dari anak perempuan kita dalah keturunan orang lain.
Contoh: Seorang meninggal dunia dan meninggalkan suami, ayah dan anak perempuan. Maka, suami mendapat 1/4 sebab ada anak perempuan, ayah mendapat 1/6+ ashobah (karena Bersama anak perempuan, dan anak perempuan mendapat 1/2 sebab sendirian.[7]
d. Saudara perempuan kandung: Dengan empat syarat: (1) Seorang diri, (2) Tidak Bersama mu'ashib (saudara laki-laki kandung atau kakek), (3) Tidak bersama keturunan mayit,[8] dan (4) Tidak Bersama ayah.

e. Saudara perempuan seayah: Saudara perempuan seayah mendapat bagian setengah dengan lima syarat. (1) Tidak mewarisi berbarengan dengan saudara yang mendapat ashobah (saudara laki-laki seayah atau kakek), (2) Seorang diri, (3) Pewaris tidak punya keturunan, (4) Tidak bersama ayah, dan (5) Tidak Bersama saudara laki-laki dan saudara perempuan kandung.[9]


2. Ahli waris yang mendapat warisan seperempat (1/4) harta waris.
a. Suami: Suami mendapat warisan sebanyak seperempat apabila istri (mayyit) meninggalkan anak, baik laki-laki maupun perempuan[10]; atau istri meninggalkan anak dari anak laki-laki (cucu) baik laki-laki maupun perempuan.
b. Seorang istri atau lebih: Dengan syarat suami tidak meninggalkan ahli waris yang berhak (baik anak laki-laki atau perempuan dan anak laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki).[11]


3. Ahli warits yang berhak mendapat seperdelapan (1/8) harta warisan.
Ahli waris yang mendapat 1/8 hartta waris adalah istri, baik satu atau lebih, jika suami (mayit) meningggalkan anak baik laki-laki atau perempuan, atau anak dari anak laki-laki baik laki-laki atau perempuan.[12]


4. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3 harta waris ada empat. Mereka adalah seluruh ahli waris yang mendapat bagian 1/2 kecuali suami. Syarat-syarat yang telah disebutkan pada bagian 1/2 juga berlaku pada bagian 2/3, kecuali syarat "harus seorang diri" diganti dengan "harus berbilang".[13]
a. Dua anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki.
b. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan. Hal ini sama analoginya dengan anak perempuan, seperti keterangan diatas (cucu perempuan dalam beberapa perkara sama hukumnya seperti anak sejati).
c. Dua saudara kandung (seibu sebapak) atau lebih.
d. Dua saudara perempuan seayah atau lebih. Dalam Q.S An-Nisa':176, yang dimaksud dengan saudara disitu adalah saudara seibu sebapak (kandung) atau sebapak saja apabila saudara perempuan seibu sebapak tidak ada.


5. Ahli waris yang mendapat 1/3 harta waris ada dua, yaitu:
a. Ibu: Ibu berhak mendapat bagian 1/3 dengan dua syarat: (1) Apabila tidak bersama dengan keturunan mayit yang berhak mewarisi, (2) Apabila mayit tidak mempunyai saudara lebih dari satu secara mutlak.[14]
b. Dua orang saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan syarat tidak Bersama dengan keturunan mayit yang berhak mewarisi dan tidak ersama ayah, kakek dan seatasnya.


6. Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 ada tujuh orang. Mereka adalah:
a. Ayah: Ayah mendapat 1/6 apabila mayit mempunyai anak laki-laki.[15]
b. Kakek shohih (ayahnya ayah) dan terus keatas akan mendapat 1/6 apabila mayit memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki dan terus kebawah, dengan syarat mayit tidak memilik ayah. Dengan demikian status kakek dapat menduduki posisi ayah.[16]

c. Ibu: Ibu mendapat bagian seperenam dari harta pewaris apabila memenuhi 2 syarat: (1) mayit memiliki keturunan yang berhak mewarisi (laki-laki atau perempuan, atau cucu laki-laki dari keturunan laki-laki), (2) Ibu bersama dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan, baik sekandung, seayah ataupun seibu.
d. Cucu perempuan seorang atau lebih dari anak laki-laki mendapat bagian seperenam, apabila: (1) Pewaris mempunyai satu anak perempuan.[17] Jika pewaris memiliki dua anak perempuan atau lebih, maka anak-anak perempuan itu berhak mendapat bagian 2/3, dan sekaligus menjadi hajib hak waris cucu perempuan dari keturunan pewaris anak laki-laki, (2) Tidak bersama mu'ashib (ketentuannya sama seperti bagian 1/2), (3) Tidak bersama hajib (ketentuannya sama dengan bagian 1/2).
e. Saudara perempuan seayah satu atau lebih, dengan syarat: (1) Pewaris mempunyai satu orang saudara perempuan sekandung.[18] Jika saudara perempuan kandung lebih dari satu, maka dia terhalang apabila tidak bersama mu'ashib, (2) Tidak bersama ayah atau kakek dari ayah dan seatasnya, (3) Tidak bersama mu'ashib (sama dengan bagian 1/2), (4) Tidak bersama dengan keturunan mayit, dan (5) Tidak bersama saudara laki-laki kandung.
f. Saudara laki-laki atau perempuan seibu juga mendapat bagian 1/6 jika seorang diri, tidak bersama keturunan mayit dan tidak bersama ayah atau kakek.
g. Nenek shohih baik seorang atau lebih dari ayah ataupun ibu mendapat bagian seperenam, apabila pewaris tidak memilik ibu.

--------------------

Refrensi Dan Catatan:

[1] Muhammad Dzulkifli Zainuddin, Taklimatuz Zubadatul Hadits fi Fiqhil Mawarits, (Tariim: Daar Al-Kitab Al-Islamiyyah) Hal. 15.
[2] Hasan bin Ahmad bin Muhammad, Taqrirotus Sadidah (Riyadh: Daarul Miratsin Nabawi), Hal. 211.

[3] Muhammad Dzulkifli Zainuddin, Taklimatuz Zubadatul Hadits fi Fiqhil Mawarits, (Tariim: Daar Al-Kitab Al-Islamiyyah) Hal. 16.
[4] Ketika Bersama dengan mu'ashib yang nasabnya sederajat, maka cucu perempuan dari anak laki-laki akan mendapat warisan dengan 'ashobah bil ghoir, baik dia terhalang mendapat warisan atau tidak. Sedangkan jika derajat mu'ashib dibawahnya, seperti cicit laki-laki dari jalur laki-laki, maka dia mendapat warisan dengan ashobah bil ghoir ketika dia terhalang mendapat warisan sebab ada dua anak perempuan atau dua cucu perempuan dari anak laki-laki yang nasabnya lebih tinggi.
[5]Hajib cucu perempuan dari anak laki-laki adalah:
a. Anak laki-laki atau cucu laki-laki yang tingkatan nasabnya lebih tinggi, baik ada mu'ashib atau tidak.
b. Dua anak atau dua cucu perempuan dari anak laki-laki yang nasabnya lebih tinggi, jika dia tidak Bersama mu'ashib.
c. Seorang anak perempuan atau seorang cucu perempuan yang nasabnya lebih tinggi akan mengurangi bagiannya menjadi seperenam (1/6) karena untuk menyempurnakan bilangan dua per tiga (2/3).
[6]Ash-Shohabuni, 1995: 16
[7]Muhibbussabhiri, Fiqih Mawarits (Medan: CV Pusdikra: 2020), Hal.24.
[8] Saudara perempuan kandung terhalang mendapat warisan jika keturunan mayit adalah laki-laki. Dan jika keturunan mayit adalah perempuan maka menjadikannya ashobah bil ghoir. (ketentuan ini juga berlaku untuk saudara perempuan seayah).

[9]- Jika Bersama dengan saudara laki-laki kandung maka dia mahjub secara mutlak, baik Bersama mu'ashib atau tidak.
- Jika Bersama satu saudara kandung maka mengurangi bagiannya menjadi seperenam (1/6), karena menyempurnakan bilangan 2/3. Jika Bersama dua saudara perempuan atau lebih maka terhalang mendapat warisan jika tidak bersama mu'ashib.
[10] Hasan bin Ahmad bin Muhammad, Taqrirotus Sadidah (Riyadh: Daarul Miratsin Nabawi), Hal. 218.

[11] Baik pernikahan dengan istri yang bersangkutan atau mantan istri. Tapi hal ini tidak memasukkan anak hasil zina karena anak dari hasil zina tidak ikut pada bapaknya.
[12] Muhammad Dzulkifli Zainuddin, Taklimatuz Zubadatul Hadits fi Fiqhil Mawarits, (Tariim: Daar Al-Kitab Al-Islamiyyah) Hal. 19.

[13] Purna Siswi III Aliyah Madrasah Putri Hidaayatul Mubtadi-aat, Risalah Mawaris (2010), hal. 40.
[14] Saudara mutlak adalah: saudara kandung, seayah, seibu baik laki-laki maupun perempuan.
[15] Jika keturunan mayit adalah perempuan, maka ayah atau kakek mendapat bagian seperenam (1/6) ditambah sisa (sudus wal baq).
[16] Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Fiqih Mawaris (Pustaka Setia: Bandung, 2019), Hal:147.
Kakek dapat menempati posisi ayah, kecuali dalam tiga masalah: Pertama, saudara-saudara kandung atau saudara seayah tidak dapat menerima waris bersama ayah (ijma'). Namun, apabila dengan kakek, (menurut Imam Syafi'I, Imam Ahmad dan Imam Malik), mereka mendapat waris. Menurut Imam Abu Hanifah, mereka (saudara-saudara) tetap tidak boleh mendapat waris walau bersama kakek, sebagaimana saudara-saudara tersebut bersama ayah, karena dalam bidang ashobah, jihat ubuwah (arah bapak keatas) lebih didahulukan daripada jihat ukhuwah (arah saudara atau persaudaraan kesamping). Kedua, dalam masalah Ghorowain, yaitu jika seorang perempuan mati meninggalkan suami, ayah dan ibu. Ibu mendapat bagian sepertiga dari sisa. Namun apabila kedudukan ayah diduduki oleh kakek (ayahnya lebih dahulu mati), ibu tetap mendapat sepertiga dari seluruh harta, menurut ijma'. Ketiga, dalam masalah Ghorowain, yakni suami meninggal dunia dengan meninggalkan istri, ayah dan ibu. Maka, ibu mendapat bagian sepertiga dari sisa. Namun apabila kedudukan ayah diganti oleh kakek (ayah terlebih dahulu mati), ibu tetap mendapat bagian sepertiga dari seluruh harta, menurut ijma'.
[17] Dalam keadaan ini, anak perempuan mendapat bagian 1/2, dan cucu perempuan keturunan laki-laki mendapat bagian 1/6, sebagai pelengkap 2/3.
[18] Hal ini sama hukumnya sama dengan keadaan jika cucu perempuan dari anak laki-laki bersama dengan anak perempuan. Jadi, bila seorang meninggal dunia dan meninggalkan saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan seayah satu atau lebih, saudara perempuan mendapat seperenam sebagai penyempurna dari dua per tiga. Sebab saat saudara perempuan kandung memperoleh bagian setengah, maka tidak ada sisa, kecuali seperenam yang merupakan hak saudara perempuan seayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun