Mohon tunggu...
USWATUN KHASANAH
USWATUN KHASANAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Semester 1 UNUSA

Saya adalah mahasiswa D3 keperawatan fakultas keperawatan dan kebidanan UNUSA, semester 1.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aku Althara

24 Oktober 2022   14:20 Diperbarui: 25 Oktober 2022   09:27 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandung, 20 Oktober 1998

Adakalanya hidup tidak berjalan sesuai dengan tujuan kita. Apa yang kita mau, tidak semuanya bisa digengam. Dan tidak semua cita-cita dapat kita wujudkan. Namun bagaimana jika tujuan, keinginan, dan cita-cita kita tidak dapat kita gengam?, seperti kisah dari seorang remaja yang mencari jati dirinya. Dia adalah tokoh utama didalam bukunya sendiri. Althara Zeane, gadis berusia 14 tahun yang dingin dan datar. Yang percaya bahwa keajaiban pasti datang untuk memperbaiki hidupnya yang hampa tanpa udara.

Cuaca saat itu, sangat dingin dengan hujan deras yang dominan dipandangan mata. Althara duduk terdiam pada halte bus didepan sekolahnya. Menunggu bus jurusan Buah Batu untuk mengantarnya pulang. Katakan saja, Althara sial karena terjebak sendiri ditengah hujan seperti sekarang. Ini semua karena ceramah K.H. Mulyadi dari Gresik, batin Althara sedari tadi terus mengerutukan hal tersebut. for you information, setiap hari Senin sekolah Althara selalu mengadakan pengajian rutinan. sebagai penunjang ilmu bagi siswa-siswi SMP Kanca Madya. Dan hari Itu adalah hari Senin. 

“Seharusnya Aku kabur saja tadi, daripada Aku harus mendengarkan ceramah berjam-jam dan berakhir sendirian di sini”, hela nafas Althara sudah beberapa kali terdengar.

Ceramah K.H. Mulyadi tidak menjadikan Althara semakin baik tapi malah sebaliknya terbukti sedari tadi Dia terus mengumpati Kyai Mulyadi. Hujan angin masih setia menguyur kota Bandung. Hawa dingin sangat cocok untuk tidur sore. Namun apalah daya Althara jika Dia malah terjebak disini.

Setelah menunggu beberapa jam, mobil putih berhenti didepan Althara. Mobil asing yang tidak pernah Althara tahu karena sepertinya mobil itu adalah keluaran terbaru. Ketika kaca mobil dibuka, barulah Althara tahu siapa pemilik mobil itu. K.H. Mulyadi yang baru saja Dia batin dalam hati. Spontan Althara mengumbar senyum sebagai bentuk sapaan.

“Belum pulang, Ndok?”, tanya Pak Kyai dengan dahi yang mengkerut.

‘nih gara-gara Anda aku belum pulang ’, batin Altahara. Namun suara petir membuyarkan batinan Althara.

“Belum kyai, masih nunggu bus”, papar Althara dengan senyum paksa.

“Mari saya antar, ini mau malam pasti orang tua kamu khawatir”, ucap pak kyai dengan raut wajah khawatir.

Althara sebenarnya mau saja jika diberi tumpangan, pun dari tadi Dia berdoa agar ada orang yang berbaik hati memberinya pertolongan. Perkataan Pak kyai memang benar adanya, jika orang tua pasti khawatir bila anaknya belum pulang sekolah jam segini, apalagi cuaca sedang hujan angin disertai petir. Namun apakah itu berlaku bagi Althara yang yatim piatu?. Tinggal dipanti asuhan adalah salah satu kebaikan Tuhan yang selalu Althara syukuri, daripada harus jadi anak jalanan yang tidak punya tempat tinggal yang pasti. Sampai detik ini, tidak ada yang tahu jika Althara adalah anak yatim piatu karena dirinya yang meminta pihak sekolah untuk merahasiakannya. Alasanya hanya satu, Althara tidak ingin dikasihani. Untuk anak remaja seusianya, Althara mempunyai prinsip untuk berdiri dibawah kakinya sendiri dan sebisanya Dia tidak ingin bersandar pada orang lain apalagi sampai bergantung.

Lamunan Althara buyar lagi karena Pak Kyai turun dari mobil dengan menggunakan payung dan berdiri dihadapan Althara, “Kyai antar, yah. Hari sudah larut, bahaya bagi anak gadis masih diluar rumah jam segini”, kata Pak Kyai.

Untuk pertama kalinya prinsip Althara roboh. Mau bagaimanpun kita sebagai manusia dipatenkan oleh Tuhan untuk menjadi makhluk sosial yang selalu bergantung pada makhluk lainnya. Berlaku juga untuk Althara yang sebelumnya memilih untuk tidak menggantungkan dirinya pada siapa pun. Althara pun memilih untuk mengiyakan ajakan Pak Kyai untuk mengantarnya. Karena disisi lain, Althara melihat segerombolan preman diujung jalan yang menatapnya dengan mata jahil yang membuat hati Althara tidak tenang.

Altahara duduk dibangku penumpang samping Pak Kyai. Cukup canggung karena tidak ada obrolan sama sekali sepanjang perjalanan. Kegiatan yang bisa Althara lakukan adalah menatap hujan dari kaca mobil.

whatsapp-image-2022-10-24-at-13-07-06-2-6357493418333e75c3363ea2.jpeg
whatsapp-image-2022-10-24-at-13-07-06-2-6357493418333e75c3363ea2.jpeg
Sungguh, dulu Althara sangat menyukai hujan. Tapi kalau mengingat bahwa hujanlah yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 9 tahun lalu, Althara lebih memilih untuk membencinya saja.

“Rumahmu dimana, Nak?”, tanya Pak Kyai dengan senyumnya yang mengembang.

“A-ah, I-itu eem Panti Asuhan Bintang Purnama diujung Jalan Purnama, kyai”, jawab Althara dengan gugup dan cepat. Entalah, Althara jarang sekali berbicara dengan orang asing. Bisa dibilang Althara adalah gadis berkepribadian introvet dan nyaris tidak menyukai interaksi.

Pak Kyai hanya mengangguk sekali dan memberi intruksi pada sopir pribadinya, ”Ke Jalan Purnama, yah To”

“Siap kyai”, jawab Pak Yanto dengan semangat 45.

“Ojok meneng-menengan rek, kulo pale ngantuk”, canda Pak Yanto yang membuat Pak Kyai terkekeh namun tidak dengan Althara yang lebih memilih melihat hujan dari balik kaca. Bukan tidak sopan, tapi Althara tidak paham apa yang diucapkan Pak Yanto. Maklum, Althara tidak mengerti bahasa jawa timuran.

Beberapa menit berlalu dengan membosankan. Dan Althara bersyukur karena sekarang Dia sudah sampai dipelantaran Panti. Langit Bandung masih hitam namun rintik hujannya masih menyisakan gerimis. Althara turun dari mobil disusul Pak Kyai dan Pak Yanto. “Terima kasih dan maaf merepotkan, Kyai”, ucap Althara dengan kepala menunduk.

Namun baru beberapa langkah ingin menjauh, suara Pak Kyai spontan menghentikan langkah kakinya dan membuat Althara berbalik badan, “Boleh kami bertamu?” pintah Pak Kyai.

“Ya Allah, dari mana saja kamu Al? Ibu cemas seharian kalau kamu belum pulang”, ucap salah satu Ibu panti yang bernama Bu Wilan. Pengurus sekaligus pendiri Panti Asuhan Bintang Purnama.

‘jawabannya ada didepan kamu, Bu’, ucap Althara dalam hati. Namun matanya menatap Pak Kyai dengan pandangan datar.

”AL, jawab atuh. Darimana kamu?”, sentak Bu Wilan. Namun Althara tidak menghiraukan pertanyaan Bu Wilan dan memilih masuk saja ke panti daripada dirinya basah karena rintik hujan mulai deras lagi.

Bu Wilan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Althara. Sepertinya Bu Wilan harus menyetok rasa sabar hanya untuk Althara. Deheman Pak Kyai mengalihkan fokus Bu Wilan,”Boleh saya berteduh sejenak dipanti sekaligus ingin bermain dengan anak-anak disini”

“Panti lumayan adoh, teko dalan gedhe mbak. Kene leren sediluk ing Panti mboten punapa ta?”, tanya Pak Yanto dengan logat jawanya. Belum tahu saja Pak Yanto kalau bahasa jawanya orang Gresik dengan Bandung berbeda.

“Panti lumayan jauh dari jalan raya, kita rehat sebentar disini boleh?”, jelas Pak Kyai yang peka kalau Bu Wilan tidak mengerti sama sekali bahasa Pak Yanto.

“Oh, boleh Pak mari”, Bu Wilan pun mempersilakan Pak Kyai dan Pak Yanto untuk masuk ke Panti.

Panti yang tidak terlalu mewah namun tidak terlalu kecil untuk ditempati. Panti yang sederhana dengan tawa riang anak yatim piatu didalamnya. Sungguh mulia orang-orang yang bersedia membangun rumah untuk tempat pulang anak-anak yang kehilangan tempat yang mereka sebut rumah. Memberikan kasih sayang dan pendidikan untuk menunjang masa depan mereka.

“Althara mungkin masih dikamar, sebentar saya panggilkan dulu Pak”, ujar Bu Neti yang juga termasuk pengurus panti.

Dilain sisi, Althara berdiam diri dikamarnya dengan 4 ranjang ang mengisi ruangan tersebut. Hujan adalah perantara Althara untuk merasakan sakit dan rindu dalam satu waktu. Mengenang masa lampau, dengan darah dan rintik hujan yang menjadi latar bayangannya. Hal terpedih yang harus dirasakan anak usia 5 tahun saat itu. Tragedi yang berhasil merengut empati dan ekspresinya untuk mengenal dunia. Rindu adalah kepastian yang harus Althara rasakan setiap hujan datang. Hujan datang sebagai surat rindu untuk orang tuanya sekaligus pembawa luka dan trauma untuknya.

Althara dengan cutter ditanganya dan pandangan kosong yang terus melihat rekaman rusak kejadian masa lampau. Lengan yang semula mulus kini berubah bercorak karena ukiran dari Althara. Darah yang mengalir seperti pewarna yang menghiasi ukiran itu. Darah mengalir lepas bersama rasa takutnya dan hilang berganti rasa lega.

whatsapp-image-2022-10-24-at-13-07-06-1-6357496318333e744e4d70b4.jpeg
whatsapp-image-2022-10-24-at-13-07-06-1-6357496318333e744e4d70b4.jpeg
Tanpa diketahui Bu Neti datang membuka pintu kamar dan langsung menjerit. Bu Neti langsung berlari kearah Althara dan membuang cutter. Jeritan Bu Neti sampai terdengar ke ruang tamu, tempat Pak Kyai dan yang lain sedang asik berbincang. Tidak urung, Bu Wilan, Pak Kyai, dan Pak Yanto menghampiri sumber suara dan ikut terkejut melihat Althara terduduk dengan darah yang mengalir dari tanganya bersamaan tangis pilu yang terdengar tapi tetap dengan pandangan kosong.

Bu Neti hanya bisa menjerit tangis melihat anak asuhnya demikian. “Apa yang kamu inginkan Nak?, apa yang membuatmu nekat seperti ini”, pilu Bu Neti berucap sambil menangkup pipi Althara.

“Nak, apapun masalah yang kamu dapat. Tindakanmu saat ini tidak sepatutnya kamu jadikan solusi”, ujar Pak Kyai sambil mengelus kepala Althara.

Althara menepis kasar tangan Pak Kyai dan menatapnya, “lalu apa cara yang patut? Pak Kyai tidak ikut merasakan apa yang Althara rasakan. Cuma diri Althara yang tahu ”

“hiks...Althara rindu. Althara mau peluk bunda, hikss. Tapi selama 9 tahun ini Bunda gak pernah datang peluk Althara”

“Althara tahu ini salah...hiks, Althara Cuma mau lega saja. CAPEK JADI ALTHARA, ALTHARA MAU SAMA BUNDA HIKS...DIGENDONG AYAH. ALTHARA MAU IKUT MEREKA”, adu Althara pada yang lain.

Untuk pertama kalinya, tangisnya pecah. Untuk pertama kalinya Althara mau dimengerti bahwa Dia tidak baik-baik saja.

“Nak, kata ikhlaslah yang harus kamu tautkan dalam hati. Kalau mau kelegaan minta ke Allah pasti Allah bantu legakan. Takdir membuatmu untuk berdiri seorang diri, tapi takdir juga yang  membuatmu kuat nanti. Istigfar Nak. Percaya semua yang terjadi dalam hidupmu pastilah ada hikmanya”, jelas Pak Kyai.

“kalau rindu kirim doa ke bunda dan ayah. Orang tuamu mati untuk melihat kamu hidup”

Seperti angin yang tidak mempunyai arah. Gadis 14 tahun itu telah lama kehilangan sandaran dan tempat untuk bersinggah. Tempat ternyamannya telah direnggut paksa 9 tahun lalu. Dan Dia cukup kuat untuk bertahan sampai sekarang. Tanpa sandaran lagi, tanpa rumah, saudara, dan penyembuh luka.

“Althara ikut Pak Kyai yah?, mulai sekarang Althara jadi anak kyai. Ikut kyai ke Gresik.”, tutur Pak Kyai.

“Saya akan jadi tempat berteduh untuk kamu, sekaligus jadi sandaran jika kamu rapuh”, lanjut Pak Kyai. Dan entah angin dari mana, Althara mengangguk saja. Bukan keinginannya untuk menjadi anak angkat seorang Kyai besar. Namun Dia ingin menjauh dari tempat yang selalu jadi bayang-bayangnya. Benar kata Pak Kyai, bahwa Dia harus mengikhlaskan apa yang telah menjadi takdirnya. Satu hal yang menjadi permintaan bagi anak yatim piatu seperti Althara, yaitu menemukan orang tua baru, orang baik yang mau menganggapnya sebagai seorang anak, seseorang yang mau mengabdopsinya. Dari dulu, Althara terus menunggu agar orang baik itu datang untuk memberinya sandaran namun naas, 9 tahun Dia hidup dalam pengharapan yang dia percaya sendiri. Sampai hari itu, Althara menemukan orang baik yang bersedia memberikan payung untuknya berteduh, memberi apa yang sempat terengut.

Hal itu membuatnya teringat akan goal list nya 9 tahun lalu sebagian berikut:

  • Aku ingin bunda dan ayah terus ada sampai Althara besar
  • Althara mau dipeluk Bunda terus
  • Mau digendong Ayah ke bulan
  • Althara juga mau punya adik kecil namanya Aqis, harus perempuan yah bunda hehehe
  • Althara mau pindah ke rumah besar yang ada kolam ikan koi nya
  • Ayah pernah minta Althara jadi dokter kan?, oke Althara mau wujudkan itu. Asal bunda dan ayah selalu ada disamping Althara. Althara akan baik-baik saja.

Ketika keinginan Althara, Dia langitkan seketika Allah menggambil semua yang menjadi tujuannya tersenyum dan tertawa. Mengambil apa yang Dia inginkan untuk selalu ada. Dan mengambil apa yang menjadi alasanya bercita-cita tinggi. Namun ketahuilah teman-teman, semua doa yang kita langitkan tidak akan kembali dalam keadaan kosong. Bisa dikabulkan, bisa juga diganti dengan yang lebih baik. Dan sekarang Althara menjauh dari inginnya, menjauh dari tujuannya yang lama. Sudah waktunya dia mulai lupa dan bersyukur bahwa pasti ada keajaiban yang datang untuknya disaat yang tepat. Cukup melangkah dan biarkan Allah yang mengatur semuanya.

NAMA: USWATUN KHASANAH

NIM: 1150022085

PRODI: D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS: KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA SURABAYA (UNUSA)

TUGAS UTS BAHASA INDONESIA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun