Namun jika terjadi ketidakpuasan karyawan dalam bekerja, maka akan berdampak buruk baik bagi karyawan maupun perusahaan. Wexley dan Yuki (1977) mengemukakan bahwa ketidakpuasan akan menimbulkan dua jenis perilaku, yaitu penarikan diri (turnover) atau perilaku agresif (sabotase, kesalahan yang disengaja, perselisihan antara karyawan dengan atasan dan bahkan pemogokan) yang mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas, sedangkan menurut Robbins (1991) karyawan mengekspresikan ketidakpuasannya dengan empat cara sebagai berikut:
Pertama, keluar dari perkerjaannya dan mencari pekerjaan ditempat lain.
Kedua, bekerja dengan seenaknya (misalnya dating terlambat, tidak masuk kerja, membuat kesalahan yang disengaja).
Ketiga, membicarakan ketidakpuasannya kepada atasan dengan tujuan agar kondisi tersebut dapat berubah.
Keempat, menunggu dengan optimis dan percaya bahwa organisasi dan manajemennya dapat melakukan sesuatu yang terbaik.
Secara umum karyawan yang merasa tidak puas dan memiliki intensi turnover akan meninggalkan pekerjaannya (Mobley, 1986).
Kepuasan kerja jelas berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan melalui komitmen organisasi. Artinya semakin tinggi kepuasan kerja karyawan, maka semakin besar pula komitmen organisasi dan kemauan karyawan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi.
Untuk meningkatkan kepuasan kerja, perusahaan harus berlaku adil kepada seluruh karyawan dalam hal kesesuaian gaji. Organisasi terus mengintensifkan komitmennya untuk meningkatkan loyalitas karyawan dengan memberikan penghargaan berdasarkan kontribusi mereka dan meningkatkan kepercayaan karyawan bahwa mereka adalah bagian dari perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H