Mohon tunggu...
Uswatun Chasanah Cajou
Uswatun Chasanah Cajou Mohon Tunggu... Pelajar -

Menulis hidup, hidup menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lumiere 3

11 Agustus 2016   17:11 Diperbarui: 4 April 2017   17:21 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rujak tumbuknya satu bungkus, Bu. Jangan pakai nanas."

 _

 Dengan cekatan wanita penjual rujak meraciknya. Memasukkan potongan buah-buah, lalu menggilasnya dengan alat tumbuk sederhana, lumpang dan alu. Lumpangnya diletakkan di tanah, disertai tutup papan kayu yang tengahnya bolong seukuran diameter alu. Dengan begitu, rujak tidak tumpah ke mana-mana.

 _

 Lumiere memerhatikan proses itu sambil membayangkan rasanya. Ya ampun, itu pisang mentah dengan kulit-kulitnya? Hah? Buah mengkudu? Kenapa Etoile-ku menginginkan makanan seaneh ini sih, pikirnya.

 _

 Pertunjukan tumbuk-menumbuk itu selesai dengan dibungkusnya seporsi rujak. Ibu penjual menyodorkan kantong kecil itu pada lelaki di hadapannya. Lumiere menerimanya dengan tersenyum, lalu merogoh tas kecil tempatnya menyimpan uang. Ia merasa ada hal ganjil. Kosong, tidak ada uang di sana. Mengingat-ingat langkahnya, clingak-clinguk kebingungan.

 _

 "Kau jadi membayar rujaknya? Atau akan memaksa dengan jurus-jurus seperti tadi?" ibu penjual bertanya.

 _

 "Maaf, Bu. Saya kehilangan uang saya." Lumiere mengembalikan bungkusan di tangannya.

 _

 "Kau bisa saja membawanya tanpa membayar seperti yang biasa dilakukan preman-preman bukan?" Ibu itu heran.

 _

 "Saya memang miskin. Tapi saya tidak mengambil yang bukan hak saya," ketus Lumiere sambil berbalik meninggalkan lapak rujak.

 _

 "Tunggu, Nak," ibu itu memanggil. Langkah Lumiere terhenti.

 "Bawalah ini untuk istrimu. Ia tentu sangat menginginkannya, bukan? Ambilah, ini pemberian Tuhan. Kau sudah berpayah melawan pemalak. Itu baik. Tapi baik saja tak cukup. Kau harus hati-hati dan waspada pula pada pencuri yang ternyata lebih hati-hati dan waspada."

 _

 Raut di wajah Lumiere sedikit membaik. Tuhan suka sekali bercanda. Membuatnya sedih dan bahagia dalam jeda waktu yang tidak lama. Selalu begitu, seperti latihan panjang yang suka berulang. Kadang ia kalah. Kadang ia gagal. Sisanya berusaha mengobati diri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun