"Lalu bagaimana?" Dari sekian banyak pikiran, pada akhirnya pertanyaan itulah yang bisa aku ucapkan. Aku ingin tau bagaimana kamu akan bersikap pada penolakan yang sangat tidak adil ini.
"Sepertinya kita break dulu." Suaramu terdengar enteng.
"Baik."
***
Anita duduk di pinggir kasur. Kakinya menjuntai karena tempat tidur yang tinggi. Matanya melihat jendela., tapi pikirannya entah di mana.
"Karena keluargamu orang Madura..."
"Kekerasan..."
"Pernikahan itu antara dua keluarga..."
Kalimat-kalimat itu berputar di kepala Anita dan menghujam hatinya. Sesak di dadanya, tapi matanya yang beruraian air mata.
Beraninya mereka menggunakan tempat kelahiranku untuk menolak. Beraninya kalian mengkritik keluargaku, ayah dan ibuku.
***